Konten dari Pengguna

PPN 12%: Mewujudkan Keadilan Pajak atau Menambah Beban Masyarakat?

Linawati
Dosen Universitas Pamulang dan Praktisi
23 Desember 2024 10:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Linawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kenaikan PPN 12% dan dampaknya terhadap keadilan pajak
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kenaikan PPN 12% dan dampaknya terhadap keadilan pajak
ADVERTISEMENT
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang rencananya berlaku mulai Januari 2025, jadi topik pembahasan hangat belakangan ini. Kebijakan ini memunculkan dilema, apakah langkah menuju keadilan pajak, atau ancaman baru bagi daya beli masyarakat?
ADVERTISEMENT
Langkah ini dianggap sebagai strategi untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperbaiki rasio pajak Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Tapi, kebijakan ini juga menuai pro dan kontra.
Di satu sisi, kenaikan tarif ini disebut tidak berlaku untuk semua barang dan jasa. Pemerintah sudah memastikan barang kebutuhan pokok, seperti beras premium, tidak akan dikenakan PPN 12%. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, bahkan memberikan jaminan langsung soal ini. Menurutnya, kebijakan ini bertujuan melindungi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, sebagaimana dilansir oleh Bisnis.com

Barang Premium yang Jadi Target Utama

PPN 12% sebenarnya lebih menyasar barang dan jasa kategori premium. Layanan rumah sakit VIP, pendidikan bertaraf internasional, atau barang-barang mewah seperti daging wagyu dan buah impor akan dikenakan tarif baru ini. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pemerintah mencoba bersikap selektif dalam penerapannya. Intinya, mereka yang menikmati barang atau jasa premium diharapkan bisa berkontribusi lebih besar ke negara.
ADVERTISEMENT
Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah kebijakan ini benar-benar bisa adil untuk semua pihak? Bagaimana dampaknya terhadap masyarakat umum dan dunia usaha?

Dampak ke Dunia Usaha dan Masyarakat

Meski kebutuhan pokok tidak terkena PPN 12%, dampaknya bisa tetap terasa secara tidak langsung. Kenaikan tarif ini kemungkinan memengaruhi biaya produksi di sektor tertentu, terutama yang menggunakan bahan baku atau layanan yang masuk kategori premium. Hal ini tentu berpotensi mendorong inflasi dan menekan daya beli masyarakat.
Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) juga perlu diwaspadai. Jika rantai pasokan mereka melibatkan barang atau jasa yang terkena PPN 12%, otomatis biaya operasional bisa meningkat. Beban ini pada akhirnya mungkin diteruskan kepada konsumen. Sebagai contoh, produsen makanan olahan yang menggunakan bahan premium seperti daging impor atau keju kemungkinan menghadapi kenaikan biaya produksi, yang pada akhirnya dapat memengaruhi harga jual produk mereka.
ADVERTISEMENT

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Kebijakan ini akan lebih mudah diterima jika pemerintah terbuka soal alokasi penerimaan negara yang diperoleh dari kenaikan PPN. Apakah dana tambahan ini akan digunakan untuk perbaikan layanan kesehatan, pendidikan, atau infrastruktur? Transparansi seperti ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Selain itu, sosialisasi yang jelas dan menyeluruh sangat dibutuhkan. Pemerintah perlu memastikan masyarakat memahami bahwa kebijakan ini tidak menyasar barang kebutuhan pokok. Jika ini berhasil, resistensi terhadap kebijakan tersebut bisa berkurang.
Kenaikan PPN 12% adalah langkah yang kompleks. Jika diterapkan dengan pendekatan yang selektif dan transparan, kebijakan ini bisa jadi alat untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Tapi di sisi lain, tantangannya adalah memastikan bahwa masyarakat umum dan dunia usaha tidak terbebani secara berlebihan.
ADVERTISEMENT
- Salam Hormat -