Konten dari Pengguna

Splitsing dalam Perspektif Hukum Pidana: Apakah Diperlukan?

Elisabet hana Kartika lana
Lana adalah lulusan Sarjana di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan. Menulis adalah caraku mengekspresikan rasa dan berbagi cerita.
20 Desember 2024 22:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elisabet hana Kartika lana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam dunia hukum pidana, konsep splitsing atau pemisahan perkara menjadi isu penting yang kerap diperdebatkan. Istilah ini merujuk pada pemecahan satu perkara pidana menjadi beberapa perkara yang lebih kecil, dengan tujuan untuk memberikan penanganan yang lebih spesifik terhadap setiap terdakwa atau aspek hukum yang terlibat. Namun, apakah splitsing benar-benar diperlukan? Bagaimana penerapannya dalam kasus tertentu, seperti tindak pidana penadahan?
Dokumentasi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi pribadi.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut konsep splitsing, urgensinya dalam hukum pidana, serta pandangan Muhammad Nuhrizal, S.H., seorang praktisi hukum, mengenai penerapannya dalam kasus penadahan.
ADVERTISEMENT
Memahami Splitsing dalam Hukum Pidana
Secara umum, splitsing dilakukan ketika suatu perkara melibatkan banyak terdakwa atau pelaku dengan peran yang berbeda dalam tindak pidana yang sama. Pemisahan ini bertujuan untuk memastikan setiap terdakwa diproses sesuai dengan peran dan keterlibatannya, sehingga keadilan dapat ditegakkan secara lebih proporsional.
Mengapa Splitsing Diperlukan?
Ada beberapa alasan utama yang mendasari pentingnya splitsing dalam sistem hukum pidana, antara lain:
1. Keadilan Prosedural
Splitsing memungkinkan terdakwa diadili berdasarkan tingkat keterlibatannya dalam tindak pidana, sehingga memastikan mereka yang hanya berperan kecil tidak mendapat hukuman yang sama berat dengan pelaku utama.
2. Efisiensi Proses Hukum
Dalam perkara yang melibatkan banyak terdakwa, splitsing dapat membantu mengurangi kerumitan dan beban pengadilan, mempercepat proses hukum, dan menjaga fokus pengadilan pada fakta relevan dari setiap kasus.
ADVERTISEMENT
3. Proporsionalitas Hukuman
Dengan memisahkan perkara, pengadilan dapat memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan proporsional dengan peran masing-masing terdakwa, misalnya membedakan hukuman bagi penadah dengan pelaku utama.
Meski demikian, penerapan splitsing juga memiliki tantangan, seperti potensi tambahan biaya dan waktu, serta risiko inkonsistensi dalam keputusan hukum jika tidak dikelola dengan baik.
Splitsing dalam Kasus Penadahan
Tindak pidana penadahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), adalah tindakan menerima atau memiliki barang hasil kejahatan, baik dengan sengaja maupun karena kelalaian. Dalam banyak kasus, penadah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan kejahatan, melainkan hanya menerima atau menyembunyikan barang hasil tindak pidana.
Pendapat Muhammad Nuhrizal, S.H.
Menurut Muhammad Nuhrizal, S.H., splitsing sangat diperlukan dalam perkara penadahan, terutama untuk membedakan peran pelaku utama kejahatan dan penadah. Ia menekankan bahwa perkara penadahan seharusnya dipisahkan dari perkara utama, misalnya pencurian atau perampokan, untuk memastikan penadah dihukum sesuai dengan tingkat keterlibatannya.
ADVERTISEMENT
Nuhrizal juga menggarisbawahi pentingnya membedakan antara penadah yang mengetahui barang tersebut hasil kejahatan dengan mereka yang tidak mengetahuinya. Dalam kasus seperti ini, splitsing dapat membantu memastikan bahwa seseorang yang hanya lalai tidak diperlakukan sama dengan penadah yang memiliki niat jahat.
Contoh Penerapan
Misalnya, dalam kasus pencurian kendaraan, seorang pelaku utama mencuri mobil dan menjualnya kepada seorang penadah. Jika perkara ini digabungkan, penadah bisa saja diperlakukan setara dengan pelaku pencurian, meskipun keterlibatannya lebih kecil. Dengan splitsing, pengadilan dapat memproses pelaku utama dan penadah secara terpisah, memungkinkan hukuman yang lebih proporsional dan adil.
Kritik dan Tantangan
Meskipun splitsing memiliki manfaat signifikan, penerapannya juga menghadapi kritik, seperti potensi tambahan beban pada sistem peradilan dan kebutuhan akan koordinasi yang baik untuk memastikan konsistensi dalam keputusan hukum. Selain itu, dalam beberapa kasus, splitsing dapat memperpanjang proses hukum jika tidak dilakukan dengan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Splitsing adalah alat penting dalam hukum pidana yang membantu memastikan keadilan dan efisiensi dalam proses peradilan, terutama dalam perkara yang melibatkan banyak terdakwa dengan peran berbeda. Dalam kasus penadahan, splitsing memungkinkan penanganan yang lebih spesifik dan proporsional, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Nuhrizal, S.H.
Namun, penerapan splitsing harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menambah beban sistem peradilan atau menciptakan ketidakpastian hukum. Dengan pendekatan yang tepat, splitsing dapat menjadi salah satu mekanisme yang efektif untuk mencapai keadilan yang lebih baik dalam sistem hukum pidana Indonesia.