Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Blockchain: Penguatan Teknologi pada Sistem Pelaporan PPN
6 Februari 2025 9:25 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Elisa Az Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Financial Technology (sumber: istockphoto.com)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jjf6k0dbe4y2nrqvfs2ctzw2.jpg)
Pendahuluan
ADVERTISEMENT
Selain dihadapkan dengan masalah teknologi yang masih kurang update, Indonesia sering memiliki problematika tentang transparansi dalam bertransaksi di dunia perpajakan. Saat ini, sistem pajak di Indonesia belum efisien dan transparan. Masalah transparansi perpajakan menjadi perhatian utama dalam upaya menciptakan sistem pajak yang adil dan efisien. Beberapa perusahaan besar dan individu berpenghasilan tinggi kerap memanfaatkan celah hukum untuk menghindari kewajiban pajak, sementara masyarakat umum tetap dibebani secara penuh.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kurangnya akses terhadap informasi mengenai penggunaan dana pajak dapat menimbulkan spekulasi tentang potensi penyalahgunaan atau korupsi. Oleh karena itu, peningkatan transparansi dalam sistem perpajakan, baik melalui regulasi yang lebih ketat maupun pemanfaatan teknologi untuk keterbukaan data, menjadi langkah penting dalam menciptakan keadilan dan akuntabilitas dalam sistem perpajakan.
Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara. Salah satu jenis pajak yang banyak berkontribusi dalam roda perekonomian yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada tahun tertentu, PPN kerap mengalami penurunan rasio. Penurunan ini disebabkan oleh kurang memadainya teknologi untuk mencatat PPN secara maksimal. Sistem yang diperlukan dalam pelaporan PPN, yaitu pembuatan dan pelaporan faktur.
Artikel ini disusun untuk mengetahui bagaimana teknologi blockchain berperan dalam pembaruan sistem pelaporan PPN.
ADVERTISEMENT
Permasalahan
Individu dan badan memiliki kepatuhan pelaporan pajak yang masih minim. Tidak hanya masalah dalam kepatuhan dalam pelaporan saja, transparansi dalam pelaporan pajak di Indonesia juga masih sering terjadi. Nominal yang disetorkan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Selain itu, keterlambatan bahkan sampai tidak menyetor serta melaporkan pajak yang ditanggungnya.
Di Tanjung Priok terdapat perusahaan besar yang melakukan pelanggaran dalam pelaporan PPN. Nominal yang seharusnya dilaporkan adalah sebesar Rp29 miliar, tetapi perusahaan tersebut hanya menyetor sebesar Rp6 juta. Dengan selisih yang sangat besar antara pembayaran tersebut, tentu akan berdampak buruk dan merugikan negara, khususnya bagi keseimbangan APBN Indonesia.
Teori dan Aturan yang Berlaku
Dalam rangka mewujudkan tujuan suatu negara, pemerintah membuat suatu regulasi guna mengesahkan sebuah peraturan baru agar secara resmi tertuang dalam hukum. Upaya pemerintah untuk meminimalisasi kecurangan dan ketidakpatuhan setiap lapisan masyarakat terhadap peraturan yaitu dengan menetapkan sanksi yang bersifat memaksa sebagai tameng negara untuk mengentaskan ketidaksesuaian perilaku masyarakat dengan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Rasa keadilan dalam pemungutan pajak dalam kehidupan bermasyarakat harus tetap dijaga dan penguasa tidak berhak memungut secara sewenang-wenang. Maka dari itu, perlu suatu regulasi berbentuk undang-undang sehingga segala keputusan dan tindakan yang ditetapkan pemerintah bersifat legal atau secara sah tertuang dalam undang-undang. (Aziz, 2024)
Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN diatur dalam PMK No. 197/PMK.03/2013. Peraturan tersebut tidak hanya mengatur tentang sistematika PPN saja, tetapi juga mengatur terkait PKP sebagai pihak yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk melaporkan pajak terutangnya apabila omzet penjualan barang dan jasa yang sudah melebihi Rp4,8 miliar pada akhir bulan berikutnya setelah omzet melebihi Rp4,8 miliar. (Tujuan, Fungsi Dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai, 2023)
ADVERTISEMENT
Pembahasan
1. Sistematika PPN
Pajak Pertambahan Nilai merupakan pungutan wajib yang dibebankan atas transaksi jual beli Barang dan Jasa Kena Pajak oleh Wajib Pajak pribadi atau badan berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bukti bahwa telah dilakukan pemungutan BKP atau JKP yang dikenakan PPN yaitu dengan Faktur Pajak yang dibuat oleh WP atau PKP dalam hal ini adalah penjual.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, pembuatan Faktur Pajak harus berbasis elektronik atau e-Faktur. Tarif PPN yang dibebankan sesuai dengan ketentuan yang berjalan, yaitu 11% sejak 2022 sampai saat ini.
2. Definisi dan Perancangan Sistem Blockchain untuk PPN
Karena dalam subbab ini akan lebih sering menggunakan istilah-istilah yang awam bagi sebagian orang, kita perlu mengetahui definisi dari istilah-istilah penting tersebut terlebih dahulu agar terhindar dari kesalahpahaman.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya untuk menangani masalah ini dengan menginovasikan teknologi. Inovasi teknologi yang cukup menjanjikan adalah teknologi blockchain. Blockchain merupakan teknologi desentralisasi yang menghasilkan jaringan peer-to-peer yang aman, transparan, dan tidak bisa diubah. (Supriadi, 2024) Pengguna, dalam hal ini adalah Pengusaha Kena Pajak, harus memiliki kunci publik dan kunci privat. Kunci publik digunakan untuk meng-input identitas pribadi PKP WP atau badan beserta besaran kewajiban pajak yang dilaporkan, sedangkan kunci privat digunakan untuk menandatangani transaksi tersebut.
Agar sistem komputer atau server dari setiap kantor pajak ter-integrasi sehingga memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai regulator untuk memonitor dan menelusuri setiap transaksi secara komprehensif, maka digunakan topologi mesh. (Atmomintarso & Wirawan, 2021) Setiap PKP membuat e-Faktur pada komputer masing-masing dan disimpan pada node (komputer) Kantor Pajak sesuai wilayahnya. Semua faktur yang diterima akan disimpan sementara untuk selanjutnya dilakukan proses mining dan akan mendapatkan nonce untuk mencatat blok baru yang tersimpan dalam node tersebut. (Atmomintarso & Wirawan, 2021) Proses ini memungkinkan untuk mencatat setiap transaksi secara permanen dalam blok yang terhubung dengan blok sebelumnya serta mampu menghasilkan jejak audit yang tidak mudah diubah.
ADVERTISEMENT
3. Peran Blockchain untuk Minimalisasi Penyimpangan
Untuk memverifikasi keaslian data transaksi dan menambahkan transaksi ke blok yang nantinya akan ditambahkan ke blockchain, maka digunakan kunci publik. Selain itu, fungsi hash dalam blockchain akan mengunci data di setiap blok dari PKP.
Cara kerja blockchain untuk mengatasi penyelewengan, yaitu dengan sistem yang dapat mengautentikasi secara digital terhadap dokumen yang diterbitkan sehingga tidak dapat dimanipulasi, dilampirkan timestamp yang akurat, dan dapat diakses oleh semua orang. (Atmomintarso & Wirawan, 2021) Hal ini bertujuan agar data yang telah dicatat tidak bisa dimanipulasi oleh PKP. Pengintegrasian sistem dengan hash ini akan memudahkan DJP untuk melacak dan mencatat data transaksi PPN sehingga kecurangan dalam pelaporan tersebut dapat diminimalisasi.
Kesimpulan
Pelaporan PPN dengan e-Faktur beberapa kali mengalami ketidaksesuaian dengan kondisi nyata. Pemerintah merespons kecurangan tersebut dengan digitalisasi dan inovasi dalam sistem pelaporan PPN. Penerapan teknologi blockchain dengan segala sistem di dalamnya menjadi penentu keberhasilan transparansi dan efisiensi pelaporan pajak. Topologi mesh yang digunakan dalam blockchain untuk mengintegrasikan setiap e-Faktur memudahkan DJP melakukan pemantauan dan penelusuran. Beberapa sistem lain yang lebih kompleks juga digunakan dalam blockchain agar data asli transaksi tidak dapat dimanipulasi oleh pengguna. Teknologi ini diharapkan dapat terus dikembangkan untuk menunjang transparansi dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Referensi
Atmomintarso, B. E., & Wirawan, W. (2021). Sistem Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada Web dengan Menggunakan Teknik Blockchain. Jurnal Teknik ITS, 10(2), A175–A181.
Supriadi, I. (2024). Transformasi Sistem Perpajakan Menggunakan Teknologi Blockchain untuk Meningkatkan Transparansi dan Mengurangi Penyimpangan. Journal of Tax Policy, Economics, and Accounting (TAXPEDIA), 2(1), 29–44.
Tujuan, Fungsi dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai. (2023, December 28). Siplawfirm.Id. https://siplawfirm.id/pajak-pertambahan-nilai/?lang=id
Aziz, M. (2024, March 19). Kenapa Harus Lapor Pajak, Padahal Sudah Bayar? Pajak.Go.Id. https://pajak.go.id/id/artikel/kenapa-harus-lapor-pajak-padahal-sudah-bayar