Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Realitas Hidup dalam Naskah Drama Mega-mega Karya Arifin C. Noer
14 Desember 2020 18:17 WIB
Tulisan dari Eliyah Liya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sastra merupakan bagian kehidupan yang ceritanya diangkat dari peristiwa nyata. Salah satu dari karya sastra adalah drama, suatu rekaan dunia kecil di atas panggung yang melakoni setiap peristiwa.
ADVERTISEMENT
Karya sastra merupakan wujud dari sebuah gejolak perasaan seseorang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadi. Dengan kedalaman imajinasi, visi, asumsi dan kadar intelektual yang dimilikinya, seorang pengarang berusaha untuk menggambarkan realitas yang ada ke dalam karya cipta (Juanda, 2010: 2). Karya sastra juga merupakan objek manusiawi, fakta kemanusiaan, atau fakta cultural, sebab merupakan hasil ciptaan manusia (Faruk, 2010: 77). Seperti halnya Arifin C. Noer yang menyelami dunia sastra hingga kemudian berhasil menciptakan beberapa karya sastra yang erat kaitannya dengan realita kehidupan sosial. Seperti pada naskah drama yang ia buat, yakni naskah drama yang berjudul Mega-Mega.
Naskah drama adalah salah satu karya sastra yang dipilih oleh Arifin C. Noer sebagai proses kreatifnya. Oleh karena itu, antara pengarang dan karya yang dikarang memiliki kaitan yang erat. Arifin C. Noer menulis karya sastranya mempunyai tujuan ingin mengungkapkan isi hatinya dan menyampaikan kepada masyarakat tentang realitas kehidupan sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Mega-mega merupakan naskah drama yang semula dimuat dalam majalah sastra Horison selama tiga kali pemuatan. Naskah drama ini menggambarkan cirri-ciri masyarakat pada waktu naskah ini ditulis. Dengan dialog-dialog dari para tokoh yang diceritakan. Naskah drama Mega-Mega pertama kalinya ditulis pada tahun 1967 ketika masa pembangunan negara baru dimulai dan negara sedang berusaha membangun kekuatan di segala bidang. Naskah drama Mega-Mega menjadi sebuah potret bagi negara Indonesia yang masih belum mantap dalam penyelenggaraan negara sehigga segala kemungkinan bisa terjadi.
Refleksi Aspek Kehidupan Sosial
Naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer membuat kita kembali memutarbalikan pandangan ke belakang mengenai sejarah Indonesia pada masa Orde baru. Di mana pada masa itu masyarakat Indonesia mengalami masa-masa sulit. Hal ini disebabkan karena pemerintah mengutamakan pembangunan di Kota dibandingkan di Desa. Pada zaman orde baru juga banyak anak yang putus sekolah dan kesempatan kerja terbatas, sulitnya mencari pekerjaan sehingga banyak anak yang putus sekolah dan menjadi kuli, calo, pengamen, polisi gadungan, pengemis, dan tukang parkir. Akibatnya mereka tidak mampu untuk membeli tanah untuk membangun rumah sehingga banyak yang mendirikan rumah di pinggir rel kereta api atau bantaran sungai seperti sungai ciliwung. Penduduk miskin yang berada di kota tinggal di bangunan tambal-sulam, di pinggir jalan, bantaran sungai, dan di bawah jembatan. Banyak dari mereka yang mendirikan rumah yang terbuat dari karton, potongan kardus bekas, dan terkadang papan besi, bahkan mereka terpaksa pindah karena digusur oleh pemerintah daerah, petugas militer, atau kepolisian karena didirikan tanpa izin atau didirikan secara ilegal.
ADVERTISEMENT
Pernyataan di atas sangat selaras dengan naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer yang juga mencerminkan keadaan sosial pada zaman itu. Realitas sosial tentang kemiskinan tampak dijabarkan dalam naskah drama Mega-Mega, yang mana menceritakan kisah hidup seorang gelandangan yang tinggal di pinggiran alun-alun kota Yogyakarta, yang setiap waktu bisa saja digusur oleh pemerintah jika mereka menginginkannya. Lekat kemiskinan ini ditampilkan oleh tokoh Mae, Retno, Panut, Hamung, Konyal, dan Tukijan. Mereka ini adalah rakyat kecil dan orang miskin yang selalu hanya bisa bermimpi menjadi kaya. Sedikit kutipan dialog yang selaras:
“Retno: Sejak gadis dulu aku mengidamkan dapat melahirkan anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata yang teduh seperti kolam. Hatiku selalu bergetar menyanyi setiap kali bertemu dengan mata itu. Tapi makin lama mata itu makin kering sebab bapaknya tidak pernah melakukan apa-apa. Suatu ketika aku sakit. (lama diam) Anak itu sakit. Kelaparan. Ia mati. Sejak itu aku hampir gila oleh perasaan kecewa dan kesal. (diam) Suatu hari suamiku pulang setelah menuntaskan bergelas-gelas arak. Bukan main aku marah. Dan sekonyong nasib turut campur. Rumah itu terbakar (gerahamnya merapat ketat) Setan! Setan!”
ADVERTISEMENT
Dari kutipan di atas menggambarkan latar belakang sekaligus masa lalu kehidupan Retno yang akhirnya membawa dia pada kehidupan para pelacur, sebab rasa kecewa yang mendalam serta himpitan masalah ekonomi akhirnya dia nekat untuk melacur demi mendapatkan sesuap nasi dan membalas sakit hatinya kepada lelaki.
Secara implisit, pengarang seakan berpikir bahwa uang telah membuat manusia untuk berpikir tidak positif. Sangat jelas pada dialog di atas mewakili keadaan Indonesia yang terjadi pada tahun 1967. Peristiwa kelam bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, tahun yang memprihatinkan, tragis, dan tahun terpuruknya ekonomi Indonesia. Uang mampu mempermainkan logika seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak lazim.
Dalam dialog naskah drama ini banyak mengungkapkan tentang penderitaan orang miskin sekaligus kritikan terhadap pemerintah. Sehingga Mega-Mega karya Arifin C. Noer merupakan refleksi dari aspek kehidupan sosial.
ADVERTISEMENT
Sumber bacaan:
Artikel “Mega-Mega”, dalam Ensiklopedia Sastra Indonesia.
Ria Maha Putri, M. Yoesoef. Permasalahan-Permasalahan Sosial pada Masa Orde Baru dalam Lima Puisi Wiji Tukul, dalam Jurnal FIB UI, 2014.
Sahruni, Juanda, Hajrah. Aspek Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Naskah Drama Mega-Mega Karya Arifin C. Noer (Sebuah telaah sosiologi sastra Ian Watt), dalam Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar.