Konten dari Pengguna

Laut China Selatan: Relasi Power-Knowledge Konfusionisme dalam Kebijakan China

Elkata Agustinus Batistuta Atua
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
21 Oktober 2023 10:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elkata Agustinus Batistuta Atua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Laut China Selatan. Foto: Stringer/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Laut China Selatan. Foto: Stringer/Reuters
ADVERTISEMENT
Wacana konfusianisme merupakan skema pemikiran atau persepsi budaya yang telah mengakar kuat dan melekat erat pada kehidupan sosial-budaya masyarakat China. Ia diyakini sebagai alat produksi pengetahuan lokal yang melekat erat dalam kognitif elite-elite politik China.
ADVERTISEMENT
Hal itulah yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa tidak terjadi perang terbuka di kawasan Laut China Selatan. Kenapa? Karena ia berhasil merasuki dan memengaruhi berbagai kebijakan luar negeri China.
Dalam perjalanan untuk menguak berbagai wacana lokal yang telah terkubur secara politis memperlihatkan bahwa wacana konfusianisme ini erat kaitannya dengan pendekatan simbolic power yang dimiliki oleh Pierre Bouerdieu. Dan, untuk lebih menguatkan teks minor lokal yang telah ada, hegemoni diskursif menggunakan pikiran Ernesto Laclau dan Mouffe.
Tentunya analisis terkait pandangan ini sangat menarik untuk dilakukan karena punya potensi baru dalam melahirkan pikiran-pikiran baru dalam ilmu hubungan internasional. Benturan wacana budaya china dan wacana dunia modern akan memberikan kontribusi besar dalam meriset dinamika yang terjadi di Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
Tentunya berbagai teks minor lokal yang mengimbangi kedaulatan ditunjukkan oleh pemerintah China lewat kebijakannya di Laut China Selatan. Wacana yang hadir dapat mendominasi pikiran masyarakat dalam bentuk teks yang telah dilegitimasi eksistensinya dan tentunya telah melewati berbagai proses dalam arena pertarungan.
Perlu diingat bahwa kekuasaan tidaklah boleh dimaknai sebagai pikiran strukturalis. Sehingga dapat dikatakan bahwa wacana merupakan kekuasaan yang sebenarnya. Sejalan dengan hal ini, saya menekankan dan menguraikan konsep kekuasaan dalam tiga keywords penting: habitus, kapital, dan arena.
Habitus konfusianisme mencakup segala jenis budaya, produksi persepsi, dan evaluasi terhadap praktik hidup keseharian masyarakat di China. Ia telah melebur dalam jati diri serta terbentuk dalam ruang sosial dan telah berjalan seperti itu dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berbagai pengalaman yang tercipta hasil dari habitus inilah yang membentuk doxa kemudian mengontrol para elitis dalam membuat berbagai kebijakan di Laut China Selatan. Sehingga wacana kuasa yang telah dipengaruhi lingkungan budaya diproduksi oleh para agen elite. Sebaliknya, doxa hadir untuk mengontrolnya.
Kedua, adanya relasi yang terjalin antara agen elite dengan wacana konfusianisme. Inilah yang memodalkan para agen untuk dapat memperoleh dominasi kuasa. Berbagai kapital telah dimenangkan oleh mereka. Kapital sosial yang erat kaitannya dengan modal ekonomi dan budaya.
Sementara itu, kapital budaya memperlihatkan kemampuan verbal, pendidikan, dan pengetahuan. Keduanya punya kesinambungan sehingga berbaur satu sama lain.
Yang terakhir, Bouerdieu menekankan field atau arena pertarungan antarteks kedaulatan tersebut. Dalam arena inilah pertempuran wacana yang disebabkan oleh heterodoxa akibat struktur sosial objektif.
ADVERTISEMENT
Tergabungnya habitus dan kapital melahirkan wacana dominan yang akan mencapai dominasi. Kekuasaan dalam wacana inilah yang mempengaruhi perilaku negara dalam bertindak sehingga tidak berperang di Laut China Selatan. Hal ini berimplikasi juga pada kebijakan luar negeri di China.
Penulis : Elkata Agustinus Batistuta Atua, Filomina Yulita Fatie, Eunike Tesalonika Massie