Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mysteriorum Libri Quinque: Lakon Dialetis Cahaya Peradaban Dalam Residu Mistikal
2 April 2025 9:51 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Elkata Agustinus Batistuta Atua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Dalam pandangan definitif-nya, hubungan internasional adalah arena yang disfusional. Tatanan hanyalah fiksi yang terdisiplinkan oleh kekuatan. Sehingga resonansi yang diorkestrakan kehendak kekuasaan selalu menimbukan simfoni yang tidak harmonis. Dikala epistemologi realisme dan liberalisme dibatasi oleh batas-batas positivisme, maka saya sadar bahwa ada ruang bagi mistisisme dalam mengintervensi nalar politis. Apalagi jika memahami logika Mysteriorum Libri Quinque, Penta-literatur yang dipakai sebagai corong komunikasi antara manusia dengan entitas adikodrati.
ADVERTISEMENT
Sejak abad pencerahan di inggris, banyak filsuf hermetis yang memanfaatkan diskursus ini dalam sebuah lakon yang menegaskan eksisnya dialetika transendental. Sejarah Hubungan Internasional yang dikodifikasi dalam berbagai traktat westphalia, tentu mencerminkan interaksi antara kehendak kondrati manusia dan kekuatan yang mengontrol kosmik politik. Ini bukan sebatas rasionalitas modern.
Dikala Clausewitz mengilhami keberadaan perang sebagai politik alternatif lain, maka saya menafsirkannya sebagai ritual untuk menghadirkan relasi dengan dimensi yang lebih tinggi. Meski seringkali diklaim sebagai basis rasionalitas kalkulatif namun negosiasi dan diplomasi modern masih berkomposisi residu mistis. Simbolisme esoteri dalam konstruksi hegemoni itulah yang menjadi salah satu senjata utama negara adidaya, bukan hanya bermodal deterensi nuklir atau perjanjian dagang. Contoh nyatanya bisa dibedah dalam politik luar negeri Amerika Serikat yang menubuhi doktrin hermetisme dibandingkan geopolitik murni.
ADVERTISEMENT
Manifestasi itulah yang disebut "cahaya peradaban". Hasrat untuk menerangi dunia. Ini adalah satu diantaranya banyaknya fenomena yang memiliki kesamaan variabel dengan literatur angelologi yang dideskripsikan dalam Mysteriorum Libri Quinque. Apabila paradigma arus utama hubungan internasional di dekonstruksikan, maka ini tidak lebih dari laboratorium alkimia kekuasaan. Banyak eksperimen yang dibuat oleh negara untuk mengubah jalur sejarah demi menyeimbangkan politik kosmik.
Perang bukan sebatas kontestasi militeristik dan represif, namun sebuah ritual pemurnian yang tersublimasi. Begitu juga kehadiran demokrasi yang dipakai sebagai format poltik tertinggi, tidak lebih dari amandemen eksegesis literatur primordial, yang telah kehilangan substansi transendenya. Sehingga yang ingin saya tegaskan adalah tafsir hermeneutika hubungan internasional tidak boleh di degradasikan.
ADVERTISEMENT
Dalam bingkai pemahaman Kantian atau Hobbes, namun meramu praktik mistikal untuk melacak jejak relasi antara aktor politik dan struktur adikodrati. Dalam Mysteriorum Libri Quinque saya menemukan bahwa ia bukan sekedar kitab komunikasi dengan entitas supranatural, namun grimoire yang menegaskan bahwa kekuasaan kosmik bukanlah sebatas perkara rasionalitas, ini sihir politik yang terstruktur. Disinilah politik bertransformasi dalam eksperimen metafisika yang subtil.
Misteri menjadi kode sehingga wajib di tilik kembali sepanjang peradaban. Berbagai fenomena sejarah hubungan internasional kerap kali diilustrasikan sebagai ruang anarki, namun aturan yang didikte dari keberadaan tidak pernah dipersoalkan. Siklus perang dan perdamaian terus langgeng bahkan ketika negara dipandang sebagai aktor rasional. Sehingga dibalik kalkulasi kepentingan nasional, ada skema mistikal yang bersemayam dan dikontrol oleh kekuasaan global.
ADVERTISEMENT
Banyak literatur esoterik yang menjadi panduan metafisika politik. Sudah ada banyak arsitek mula-mula yang membangun imperialisme dan kekuasaan global karena mereka sadar bahwa politik bukan hanya tenrang kekuatan namun kontrol terhadap eksisnya wacana realitas. Harmoni yang terkemas tidak hanya melantunkan namun juga meramu retorik magis, dimana realita & ilusi berkelindan dalam dialetika kekuasaan.
Alegori tentang tatanan kosmik terkonstruksi oleh aktor hegemonik yang membawa ilusi kebebasan, namun nyatanya sublimasi dari mekanisme kontrol terajut secara kokoh. Kekuasaan adalah produk nyata, bukan sebatas intruksi eksplisit yang menubuh dalam narasi regulatif. Simulacra
opsi dalam ekonomi, politik, dan budaya menggambarkan mantra kepemerintahanan yang menjerat. Terbius oleh kebohongan bahwa kita menggenggam kebebasan, namun nyatanya hanya tergilas dalam skema habitus dari aktor hegemon & penguasa. Pantulan dari pikiran Baudrillard terlihat dari estetika dimana substansi terdegradasi menjadi sekedar tiruan.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan paradoksal kekuasaan menggiring Semi Peri/Peripherial State, Aktor non negara ke dalam arus tatanan neoliberal. Terpana oleh Sang Ilusionis. Dikala teori realisme bercakap tentang balance of power, maka saya menambahkan bahwa keseimbangan kekuatan tidak akan nampak di permukaan saja, namun bersemayam dalam bahasa, simbol, dan ritual. Definisi kekuasaan tidak lagi terbelenggu dalam kategori negara adidaya atau korporasi transnasional namun sesuatu yang subtil namun fundamental. Bukan sebatas mesin politik ala hukum Newtonian, namun kekuasaan bergerak dalam ranah filosofis khususnya pada pendekatan hemetis.
Kekuatan yang mengalir bagai energi ke institusi, teknologi bahkan ideologi. Tentu bukanlah suatu kebetulan apabila sistem dunia kontemporer bergerak layaknya mekanisme okultisme. Ada hierarki terselubung dan pengetahuan yang hanya bisa diakses oleh mereka yang telah "dicerahkan" bahkan ada wacana yang dikodifikasi dalam linguistik kompleks. Lihat saja bagaimana sistem keuangan dunia beroperasi. Menurut saya ini lebih mendekati ritual alkimia daripada mekanisme ekonomi. Dari ketiadaan uang diciptakan, nilainya dikonstruksikan secara simbolik dan ia berkelana bukan hanya sebagai alat tukar, namun jimat politik layaknya penentu peradaban.
ADVERTISEMENT
Dikala pendekatan filosofis digunakan untuk menelanjangi makna maka teori kekuasaan global tak lebih dari eksistensi gagasan as above, so below - sebagaimana di langit, demikian pula di bumi. Hegemoni Amerika Serikat, Dominasi Ekonomi China dan Resistensi Negara Dunia Ketiga adalah pola pengulangan dari sejarah peradaban dengan kondisi yang berbeda. Ini bukan sekedar dinamika geopolitik, karena perang tidak dimenangkan di medan pertempuran namun di meja perundingan.
Mekanisme kontrol kehendak rakyat sudah menginvasi demokrasi hingga ke secara struktural dikuasai. Maka memahami konteks hubungan internasional dalam kerangka mistikal bukan sekedar eksplorasi akademik, namun upaya untuk melacak kebenaran bahwa dibalik setiap traktak, revolusi, dan perang, ada kekuatan yang bergerak secara laten.
ADVERTISEMENT