news-card-video
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Defisit APBN dan Daya Beli Lesu: Indonesia Bersiap Hadapi Resesi Ekonomi 2025?

Ellen D Oktanti Irianto
Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman
17 Maret 2025 13:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ellen D Oktanti Irianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Diolah oleh Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Diolah oleh Penulis
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Bloombergtechnoz.com pada Februari 2025, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia mencapai Rp31,2 triliun, atau 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sekilas, angka ini mungkin tampak kecil, tetapi jika melihat kondisi ekonomi secara keseluruhan, seperti daya beli masyarakat yang melemah, turunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan meningkatnya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kita tidak bisa menganggapnya sebagai hal sepele. Hal ini pun memunculkan pertanyaan besar: apakah Indonesia sedang menuju resesi ekonomi pada 2025?
ADVERTISEMENT
Kondisi global yang tidak stabil serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri semakin menekan perekonomian nasional. Pendapatan negara dari pajak merosot, penjualan ritel melemah, dan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Jika tidak ada langkah strategis yang diambil, situasi ini bisa berkembang menjadi resesi ekonomi yang lebih dalam.
Defisit APBN yang tercatat di awal tahun memang masih berada dalam batas aman, yaitu di bawah 3 persen dari PDB. Namun, dengan target defisit tahunan sebesar Rp616,2 triliun (atau 2,53 persen dari PDB), ada risiko angka ini akan terlampaui jika penerimaan negara tidak segera membaik. Salah satu penyebab utama defisit adalah tingginya belanja negara, sementara penerimaan pajak justru anjlok signifikan. Hingga Februari 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp187,82 triliun, turun 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini paling terasa pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang turun 39,5 persen serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang turun 9,5 persen, mencerminkan lemahnya aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Melemahnya daya beli juga terlihat dari turunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) ke angka 126,4 pada Februari 2025, posisi terendah dalam tiga bulan terakhir. Rasio tabungan masyarakat pun menurun ke 14,7 persen, level terendah sejak pandemi 2021, sementara proporsi pendapatan yang langsung dibelanjakan naik menjadi 74,7 persen. Artinya, masyarakat semakin sulit menabung dan lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tren ini juga berdampak pada penjualan ritel yang seharusnya meningkat menjelang Ramadan, tetapi justru mengalami penurunan sebesar 0,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Di sisi lain, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin menjadi ancaman serius. Sepanjang 2024, tercatat 77.965 pekerja terkena PHK, dan pada 2025 beberapa perusahaan besar seperti Yamaha dan PT Sanken Indonesia bahkan memilih menutup operasinya (Bloomberg Technoz, 2025). Situasi ini tidak hanya meningkatkan angka pengangguran, tetapi juga semakin menekan daya beli masyarakat, menciptakan siklus yang memperlambat pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Dalam definisi ekonomi, resesi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Saat ini, beberapa indikator yang mengarah ke resesi sudah mulai terlihat, seperti defisit APBN yang terus meningkat, penurunan daya beli, serta lonjakan angka PHK. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami resesi di 2025. Situasi ini mengingatkan kita pada krisis ekonomi 1998 dan resesi akibat pandemi COVID-19 pada 2020. Bedanya, kali ini ancaman resesi lebih disebabkan oleh faktor struktural, seperti ketergantungan terhadap komoditas dan kurangnya diversifikasi ekonomi.
Selain itu, faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik semakin memperburuk keadaan. Permintaan ekspor menurun, investasi asing melambat, dan kebijakan fiskal yang kurang efektif membuat perekonomian nasional semakin rentan.
ADVERTISEMENT
Defisit APBN, melemahnya daya beli, dan PHK massal adalah tanda-tanda potensi resesi ekonomi pada 2025. Namun, resesi bukanlah takdir. Dengan kebijakan yang tepat, seperti efisiensi belanja, reformasi perpajakan, dan stimulus ekonomi, Indonesia masih bisa menghindari resesi dan kembali ke jalur pertumbuhan yang sehat.
Referensi:
https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/65616/defisit-apbn-februari-2025-capai-0-13-pdb-setara-rp31-2-t
https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/65731/analis-sebut-defisit-apbn-bisa-di-atas-3-pdb-ini-penyebabnya
https://www.instagram.com/p/DHLlzrWTifo/?igsh=MWZ6bzM4d2UzOWE1Mw==