news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Lebaran dan Krisis Mini Likuiditas: Belajar dari Siklus Tahunan yang Terabaikan

Ellen D Oktanti Irianto
Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman
12 Maret 2025 8:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ellen D Oktanti Irianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Diolah Oleh Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Diolah Oleh Penulis
ADVERTISEMENT
Setiap tahun, likuiditas perbankan Indonesia seolah terkendala saat Lebaran tiba. Masyarakat berlomba-lomba menarik dana tunai, bank-bank sibuk memenuhi permintaan, sementara Bank Indonesia (BI) terus memantau dengan seksama stabilitas sistem keuangan. Pertanyaannya, apakah ini hanya bagian dari rutinitas tahunan yang biasa, ataukah ada masalah mendasar yang masih mengancam? Fenomena ketatnya likuiditas saat Lebaran bukan sekadar pola musiman, melainkan gambaran dari kelemahan struktural dalam manajemen likuiditas dan sistem keuangan yang perlu mendapat evaluasi lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
Kondisi ketatnya likuiditas saat Lebaran memang sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Masyarakat cenderung menarik uang dalam jumlah besar untuk kebutuhan Lebaran, seperti membeli bahan pokok, memberikan THR (Tunjangan Hari Raya), dan berbelanja. Hal ini memberi tekanan pada likuiditas perbankan, karena dana yang seharusnya tersimpan di bank justru mengalir deras ke masyarakat. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter telah mengambil langkah-langkah antisipatif, seperti menyediakan fasilitas likuiditas darurat dan memperketat pengawasan terhadap bank-bank. Namun, penelitian Nurhidayat (2018) mengungkapkan bahwa tekanan likuiditas pada puncak musim seperti Lebaran dapat berdampak signifikan pada stabilitas keuangan, khususnya bagi lembaga keuangan mikro syariah. Hal ini menunjukkan bahwa langkah-langkah reaktif saja tidak cukup untuk mengatasi masalah ini.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif akademis, fenomena likuiditas ketat saat Lebaran seharusnya tidak dianggap sebagai sesuatu yang normal. Studi oleh Sathyamoorthi et al. (2020) menunjukkan bahwa tekanan likuiditas musiman sering kali diperburuk oleh kelemahan struktural, seperti kekurangan cadangan likuiditas yang memadai dan metodologi perencanaan yang tidak efektif. Di banyak negara berkembang, intervensi kebijakan khusus diperlukan untuk memperkuat likuiditas dan memastikan stabilitas keuangan selama periode puncak. Tanpa adanya perbaikan struktural, tekanan likuiditas ini bisa mengarah pada kerentanan sistemik, terlebih lagi jika terjadi fluktuasi ekonomi yang tak terduga.
Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan solusi inovatif yang telah terbukti efektif di berbagai negara. Bischof et al. (2020) menyarankan penggunaan teknologi analitik canggih dan teknik pemodelan untuk mengoptimalkan perkiraan dan manajemen likuiditas. Selain itu, kolaborasi antar bank dalam membentuk "kolam likuiditas" bisa menjadi cara untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas di periode kritis tanpa mengorbankan solvabilitas bank-bank tersebut (Bashir & Azeez, 2022). Pendekatan semacam ini bisa menjadi model bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada kebijakan reaktif BI.
ADVERTISEMENT
Namun, jika tekanan likuiditas musiman ini terus diabaikan, dampaknya bisa sangat besar. Penelitian oleh Mohammad & Khan (2024) menunjukkan bahwa manajemen likuiditas yang buruk dapat merugikan profitabilitas bank dan meningkatkan risiko kebangkrutan, apalagi dalam konteks ekonomi yang volatil. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengintegrasikan fluktuasi permintaan musiman ke dalam sistem manajemen likuiditas yang lebih komprehensif dan memastikan adanya kebijakan penyangga yang memadai (GITARI & Musau, 2023).
Fenomena ketatnya likuiditas saat Lebaran bukan hanya rutinitas tahunan yang bisa diabaikan. Ini adalah gambaran dari kelemahan struktural dalam sistem keuangan kita yang membutuhkan perhatian serius. Jika kita terus mengandalkan kebijakan reaktif tanpa mengambil pelajaran dari siklus tahunan ini, krisis mini likuiditas bisa berubah menjadi ancaman besar bagi stabilitas keuangan nasional. Saatnya kita bergerak melampaui pola pikir musiman dan membangun sistem keuangan yang lebih tangguh, inovatif, dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Dengan langkah strategis, kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan komitmen untuk belajar dari praktik terbaik global, kita bisa memastikan bahwa:
ADVERTISEMENT

Referensi:

Bashir, R. and Azeez, A. (2022). Risk management practices of islamic and conventional banks of pakistan: a comparative study. International Journal of Banking and Finance, 17. https://doi.org/10.32890/ijbf2022.17.2.3
Bischof, J., Foos, D., & Riepe, J. (2020). Does greater transparency discipline the loan loss provisioning of privately held banks?. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3669518
GITARI, S. and Musau, S. (2023). Liquidity management policy and financial performance of commercial banks in kenya. strategicjournals.com, 10(2). https://doi.org/10.61426/sjbcm.v10i2.2587
Mohammad, K. and Khan, M. (2024). Liquid asset holdings and banking profitability: evidence from south asia. Journal of Central Banking Theory and Practice, 13(2), 129-152. https://doi.org/10.2478/jcbtp-2024-0016
ADVERTISEMENT
Nurhidayat, Y. (2018). An application of generalized moments method to examine the management behavior during peak season a study in islamic micro finance industry. Matec Web of Conferences, 218, 04025. https://doi.org/10.1051/matecconf/201821804025
Sathyamoorthi, C., Mapharing, M., & Dzimiri, M. (2020). Liquidity management and financial performance: evidence from commercial banks in botswana. International Journal of Financial Research, 11(5), 399. https://doi.org/10.5430/ijfr.v11n5p399