Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
The Curse: Hantu, Pesan Tersirat dan Indahnya Sebuah Film Horor
8 Mei 2017 23:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Ellious Grinsant tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selasa 2 Mei 2017.
Pada malam itu, Saya dan teman saya tiba di Blok M Square 21. Salah satu bioskop yang terkenal akan fokusnya pada film-film produksi tanah air. Bioskop ini memang sudah menjadi salah satu cabang bioskop milik 21 Cineplex yang selalu mengapresiasi film-film Indonesia. Tak heran jika pada suatu waktu pernah seluruh show yang diputar di bioskop ini semuanya merupakan film Indonesia. Salah satu film Indonesia yang juga mendapatkan apresiasi baik di bioskop ini adalah The Curse. Sebuah film bergenre Horor yang hadir sebagai sebuah tontonan horor model baru yang cukup langka di Indonesia. Mengapa saya bilang ini langka, karena film ini digarap dengan tidak asal-asalan. Saya bisa melihat bagaimana keseriusan sang sutradara dalam menggarap setiap adegan pada film ini. The Curse hadir sebagai sebuah oase ditengah film-film horor yang teknis pembuatannya menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 18.50 menit, saya dan teman saya sudah memasuki ruangan studio. Duduk di kursi yang telah kami pilih dan menunggu film di mulai. Salah satu alasan kenapa teman saya mau ikut menemani saya menonton film ini adalah karena dia menunggu suaminya jemput setelah pulang kerja. Jadi katanya, daripada bengong di kantor lebih baik ikut nonton saja. Toh salah satu genre film kesukaanya adalah film horor macam ini. Sementara saya yang tinggal tidak jauh dari bioskop ini memang sudah berniat untuk menonton film ini setelah pernah menyaksikan trailernya yang tampil kece. Maka jadilah kita sekarang berada disepasang kursi dideretan tengah dengan posisi terbaik untuk menyaksikan film The Curse. Pukul 19.05 film ini akhirnya diputar. Lebih dari separuh kursi di studio ini terisi dengan para penonton yang ingin merasakan sensasi film horor yang dikerjakan dengan teknis yang profesional. Sebuah karya Muhammad Yusuf yang dipersembahkan untuk para penikmat film horor di Indonesia yang haus akan terobosan baru.
[Sumber Foto : Screenshot Trailer The Curse]
ADVERTISEMENT
The Curse berkisah tentang Shelina, seorang pengacara ekspatriat Indonesia yang berhasil bekerja disebuah firma hukum ternama di Melbourne, Australia. Sebagai seorang pengacara sukses, ternyata kehidupan rumah tangganya tidak linear dengan kesuksesan karirnya. Shelina tampaknya tidak beruntung dalam berumah tangga, karena ditengah pekerjaannya sebagai pengacara, Shelina harus juga mengurus proses perceraiannya. Lalu apakah semua itu cukup untuk membuat Shelina yang diperankan oleh Prisia Nasution ini kewalahan? Tentu saja tidak. Perlahan-lahan kehidupannya mulai diusik dengan hadirnya mahluk halus. Bermula ketika pada suatu malam dirinya didatangi oleh mahluk halus berwujud nenek-nenek tua dengan wajah menyeramkan. Seiring dengan berjalannya waktu, frekuensi kehadiran mahluk halus ini malah semakin sering dan secara perlahan mulai mengusik psikologis Shelina. Sampai pada akhirnya dirinya menyadari bahwa kehadiran mahluk halus di kehidupan Shelina serta merta bukan untuk mengganggu Shelina, melainkan untuk membawa pesan akan sebuah hal menakutkan yang mengancam dirinya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang film ini, saya dan teman saya cukup tersedot akan atmosfer film ini yang begitu suram, kelam dan bahkan menakutkan. Teman saya bahkan sesekali menutup wajahnya pada setiap adegan-adegan yang dia rasa menakutkan, khususnya yang menyertakan hantu-hantu yang menyeramkan tersebut. Namun satu hal yang saya ingat dirinya sempat sampaikan saat ditengah-tengah film; "Ini film horor tapi kok pemandangannya bagus-bagus ya." Rupanya bukan saya saja yang menyadari bahwa film horor ini hadir bukan hanya untuk menjual kengerian dan hantu seram. Film ini juga hadir dengan suguhan sinematografi yang begitu apik. Gambar-gambar yang disajikan, pilihan setting lokasi, tempat-tempat serta berbagai visual yang ditampilkan pada film ini membuat film ini terlihat elegan, menawan dan mahal. Landscape Melborune yang sejuk dan asri berhasil divisualisasikan dengan baik pada film yang juga diperankan oleh Shareefa Danish dan Lia Waode ini.
[Sumber Foto : Screenshot Trailer The Curse]
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan materi cerita pada film ini. Well, bisa dibilang film ini memiliki alur yang lambat. Saya dan teman saya setuju bahwa film ini lemah di sektor plot cerita. Namun biar pun begitu, kami masih bisa menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh film ini. Salah satunya adalah seseram-seramnya hantu yang hadir dan menggangu kita, itu semua masih kalah dengan kengerian yang bisa dilakukan oleh manusia. Pesan yang satu ini, sedikit banyak mengingatkan saya akan film Pocong 2 garapan Rudi Soedjarwo yang juga mengusung materi cerita dimana hantu hadir untuk menyampaikan pesan. Bahwa yang lebih mengerikan itu bukanlah hantu yang mengganggu kita, melainkan ancaman realitas akan seseorang yang mengancam hidup kita. The Curse mencoba membawa atau mempersuasi penonton untuk memahami bahwa setan atau hantu tidak selamanya hadir sebagai sesosok yang identik dengan antagonis ataupun sesuatu yang merugikan. Film ini mencoba memberikan pemahanan bahwa terkadang petunjuk atau pesan bisa hadir bahkan dari sesuatu yang kita takuti. Dan film ini hadir sebagai salah satu contoh kasus dari banyak contoh kasus lain yang bahkan sudah pernah difilmkan sebelumnya.
[Sumber Foto : Screenshot Trailer The Curse]
ADVERTISEMENT
Segi akting, Prisia Nasution berhasil memerankan karakter Shelina yang walaupun tampak tangguh dari luar namun masih memiliki rasa depresi dan letih akibat masalah rumah tangganya. Tidak perlu dipertanyakan lagi lah soal kemampuan aktingnya. Karena penampilan cemerlangnya sudah pernah mendapatkan hujan pujian ketika dirinya berduet dengan Oka Antara dalam film Sang Penari. Di sisi lain, Shareefa Danish juga berhasil menunjukan kemapuan akting yang tidak kalah apik. Aktris yang berhasil tampil mengerikan dalam film Rumah Dara ini juga sanggup memberikan performa akting yang baik dalam film ini. Hal yang sama juga bisa dilihat pada kualitas akting Lia Waode, yang juga tampil dengan natural. Biarpun begitu, saya juga masih menemukan beberapa tokoh, khususnya cameo yang bermain kaku walaupun tidak terlalu kentara sekali.
ADVERTISEMENT
Secara general bisa dibilang film ini memang ingin mengutamakan visual yang menakjubkan serta horor yang menyeramkan. Saya selalu terpukau setiap adegan landscape yang muncul pada film ini dengan tone warna dan angle yang begitu artistik. Hal ini juga senada dengan keinginan sang sutradara yang tidak ingin mengandalkan horor sebagai sajian film ini, tetapi juga Beauty Scene yang menawan. “Film ini enggak cuma mengandalkan seram, tapi beauty scene biar enggak terlalu stres nontonnya.” kata Yusuf, seperti yang dikutip dari duniaku.net. Dari sini, kita bisa melihat bahwa film ini memang digarap dengan serius, dengan kualitas yang mungkin bisa mendekati bagaimana film The Conjuring digarap; serius, tidak main-main dan elegan namun tetap menyeramkan. Buah dari keseriusan sang sutradara membuat film ini dengan teknis yang bagus dan profesional adalah tawaran untuk penayangan film ini di Inggris dan Malaysia. Menurut Resika selaku produser, persiapan untuk penayangan film ini di kedua negara tersebut tinggal sedikit lagi. Sebuah pencapaian yang cukup membanggakan bagi sebuah film dengan genre yang dulunya bukan identik dengan keseraman, melainkan nafsu birahi.
[Sumber Foto : Screenshot Trailer The Curse]
ADVERTISEMENT
Ending pada film nampaknya berusaha membuka jalan untuk hadirnya sequel. Karena pada akhirnya, setelah masalah dan teror yang dialami oleh Shelina terselesaikan, rupanya kehadiran hantu masih saja menggangu Shelina setelahnya. Well, saya sih jauh dari rasa keberatan untuk menyaksikan kelanjutan film The Curse ini, hanya saja saya berharap untuk skenarionya bisa digarap dengan lebih baik lagi dengan plot cerita yang lebih cepat, intens namun tetap memberikan unsur yang seram dan mendalam.
Apresiasi lebih juga bisa diberikan kepada film The Curse ini, lantaran selain teknik pembuatannya yang terbilang sulit. Para pemain dan kru juga mengalami "kesulitan-kesulitan" lain yang menjadikan pembuatan film ini begitu menantang. Beberapa diantaranya dinginnya suhu udara Melbourne selama proses syuting berlangsung. Suhu udara yang begitu dingin mereka rasakan lantaran pada saat syuting berlangsung memang sedang terjadi peralihan iklim ke musim semi di Melbourne. Namun entah mengapa suhu udaranya masih terasa dingin pada saat itu. Produser film ini, Resika Tikoalu juga mengalami pengalaman mistis pada saat proses syuting berlangsung. Dimana pada saat melakukan pengambilan gambar di sebuah rumah, terjadi badai besar yang disertai hujan lebat. Salah satu pintu kaca yang terdapat di rumah tersebut hancur berkeping-keping, namun hanya pintu itu saja yang hancur, sementara furniture lainnya tidak ada yang rusak. Berikutnya, film The Curse ini merupakan film Indonesia pertama yang bekerja sama dengan pemerintah Australia, sehingga tidak heran jika 100% proses syuting film ini dilakukan seluruhnya di Australia.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya saya dan teman saya keluar dari studio dengan perasaan puas bercampur bangga. Walaupun film ini memiliki ending yang menggantung yang menyebabkan beberapa penonton tampak kecewa, namun ada kebanggaan pada diri saya bisa menyaksikan film horror yang digarap dengan serius dan tidak main-main. Secara keseluruhan film ini berhasil menarik saya ke dalam sebuah cerita yang kelam dan mencekam. Memaku saya di kursi berkat nuansa horor yang tampil tidak murahan. Serta memukau mata saya dengan berbagai visual serta sinematografi indah yang selaras dengan landscape kota Melbourne yang luar biasa. The Curse telah berhasil keluar sebagai pemenang untuk film horor yang tidak hanya menakutkan tapi juga menakjubkan.
By the way, soal foto selfie yang kita ambil, foto selfie tersebut kita lakukan sehari setelahnya. Dikantor, saat jam makan siang. Ketika selesai menonton film ini, kami berdua keluar dari bioskop dengan ditemani obrolan seru seputar film ini. Mulai dari pembahasan plot, akting, hingga visual yang keren pada film ini. Begitu serunya kita berdua ngobrol, sampai tiba di parkiran, teman saya pamit untuk pulang bersama suaminya, sementara saya pergi menuju halte Busway Blok M untuk pulang. Ketika diam menunggu bus transjakarta tiba, saya baru ingat kalo kita belum sempat mengambil foto selfie sambil memegang tiket film The Curse. Walhasil, keesokan harinya pada jam makan siang, saya mengajak teman saya itu untuk berfoto selfie dengan tiket bioskop film The Curse, dan hasilnya bisa dilihat seperti yang ditampilkan pada bagian atas postingan ini. Seandainya bisa foto didepan poster The Curse, pasti akan lebih keren lagi, hehehe...
ADVERTISEMENT
Keren!
Lihat trailernya di bawah ini.
Salam,
- El -