Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Perkawinan Nglangkahi dalam Perspektif Hukum Adat dan Hukum Nasional
26 Maret 2025 9:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Elly Oktavia Safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perkawinan merupakan aspek fundamental dalam kehidupan manusia yang bukan hanya sekadar menyatukan dua manusia, tetapi juga membentuk suatu keluarga yang bahagia sesuai yang diajarkan dalam agama dan hukum. Dalam masyarakat adat Jawa perkawinan merupakan suatu hal yang sakral. Dalam kehidupan nyata, perwakinan sendiri tidak terlepas dari budaya, kebiasaan, serta hukum adat di daerah tersebut. Hukum adat merupakan sebagai suatu sistem hukum yang tumbuh dari pandangan hidup masyarakat yang seluruhnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tempat adat itu berlaku. Suku Jawa merupakan sebagai salah satu suku yang masih berpegang teguh dan masih memperhatikan unsur adat dan tradisi dalam kehidupannya memandang perkawinan bukan hanya sekedar membentuk rumah tangga baru, tetapi juga membentuk ikatan antara dua keluarga besar yang berbeda. Berdasarkan keyakinan masyarakat Jawa, perkawinan juga diyakini sebagai sesuatu yang sakral dan tidak boleh dilakukan secara asal.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat Jawa, terdapat beberapa larangan dalam perkawinan, salah satunya yaitu larangan perkawinan nglangkahi. Istilah nglangkahi berasal bahasa Jawa diartikan nglangkahi berasal dari kata “langkah” yang berarti “melangkahi” atau “mendahului”. Dan perkawinan nglangkahi yakni perkawinan yang dilakukan dengan mendahului kakak kandungnya, baik dari pihak mempelai pria maupun wanita. Masyarakat Jawa sangat tidak menganjurkan perkawinan nglangkahi ini karena selain bentuk sikap ketidaksopanan, dan juga mendatangkan malapetaka bagi mempelai. Pada umumnya, perkawinan nglangkahi ini mempunyai makna untuk mendapatkan keikhlasan dari seorang kakak dalam memberi izin kepada adik untuk melaksanakan perkawinan terlebih dahulu. Dalam masyarakat adat Jawa, biasanya mempelai yang akan menikah diminta untuk menunggu kakaknya menikah terlebih dahulu. Akan tetapi, apabila tetap akan melangsungkan pernikahan nglangkahi, biasanya akan terdapat sanksi adat yang akan dibebankan kepada mempelai. Sanksi tersebut biasanya berupa uang pelangkah dan juga serangkaian proses ritual yang harus dilaksanakan kakak yang dilangkahi dan juga adik (mempelai) yang akan menikah.
ADVERTISEMENT
Uang pelangkah merupakan salah satu bentuk sanksi dalam perkawinan nglangkahi yang tidak hanya berfungsi untuk menghindarkan mempelai dari kemungkinan malapetaka, tetapi juga berperan dalam melestarikan tradisi serta menunjukkan rasa hormat kepada kakak yang dilangkahi. Selain itu, pemberian uang pelangkah juga bertujuan untuk tetap menjaga hubungan baik dalam keluarga serta sebagai salah satu wujud penghormatan terhadap etika terlebih kepada saudara sendiri. Tradisi ini tidak bersifat wajib atau mengikat secara mutlak, melainkan bergantung pada kesepakatan dalam keluarga. Jumlah uang pelangkah pun tidak memiliki standar yang tetap, tetapi ditentukan berdasarkan musyawarah antara mempelai dan kakaknya, dengan mempertimbangkan kewajaran serta kondisi masing-masing pihak.
Dalam kepercayaan masyarakat adat Jawa, ritual dalam perkawinan nglangkahi berfungsi sebagai sanksi yang harus dijalankan untuk menghindari musibah dan kesialan bagi mempelai yang timbul apabila tidak dilaksanakannya ritual tersebut. Masyarakat adat Jawa juga percaya dan tidak berani melanggar karena dianggap menjadi salah satu aturan yang turun temurun dilaksanakan. Oleh karena itu, mereka cenderung tidak berani mengabaikannya karena dianggap sebagai tradisi yang memiliki nilai sakral. Rangkaian prosesi ritual ini dilakukan pada hari pernikahan dan mencakup beberapa tahapan, seperti sungkeman kepada kakak, pemberian uang pelangkah, prosesi tebu wulung, melangkahi tumpeng, serta pemutusan benang lawe sebagai simbol pemutus bala. Prosesi ritual ini biasanya dilaksanakan pada malam hari sebelum perkawinan berlangsung atau dapat dilakukan pada siang hari dan dilaksanakan di kamar pengantin sesuai dengan waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan prosesi ini melambangkan bahwa kakak telah merelakan pernikahan adiknya yang mendahului. Prosesi ritual ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengembalikan keseimbangan magis dan mencegah adanya malapetaka pada rumah tangga mempelai kelak.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya terdapat individu yang terkadang melakukan perbuatan yang melanggar aturan dan hukum adat. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, perkawinan nglangkahi dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan adat sehingga yang melakukan mendapatkan sanksi. Perbuatan demikian dipandang menimbulkan reaksi dari masyarakat berupa sanksi adat. Walaupun tidak dinyatakan secara tertulis dan tegas dalam perundang-undangan, sanksi ini memiliki kekuatan hukum yang nyata ditaati oleh masyarakat. Kedudukan hukum perkawinan adat yang dalam hal ini adalah perkawinan nglangkahi tidak diatur secara spesifik dalam UU Perkawinan. Syarat sahnya suatu perkawinan dalam hukum positif Indonesia tidak mengambil asas dari hukum adat, melainkan berasal dari ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing. Asas perkawinan adat dalam sistem hukum perkawinan tidak berlaku secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Apabila ditinjau dari hukum nasional, perkawinan nglangkahi ini tetap dianggap sah dan memiliki akibat hukum selama dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum negara menurut perundang-undangan yang berlaku, serta dilakukan dengan ketentuan hukum agama. Hukum di Indonesia tidak secara spesifik mengatur mengenai bagaimana pernikahan nglangkahi dan akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan Pasal 28 B UUD 1945 yang mencantumkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Meskipun demikian, hukum Indonesia juga tetap menghormati hukum adat dan sanksinya yang berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip negara. Selama sanksi yang ada pada perkawinan nglangkahi ini tidak membebankan dan tidak bertentangan pada prinsip negara, maka sah-sah saja untuk dilakukan. Oleh karena itu, tradisi ini masih bisa terus dilestarikan sebagai kebudayaan lokal, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT