Konten dari Pengguna

Sulitnya Menjadi Perempuan Merdeka di Tengah Masyarakat Patriarkal

Elsa Marsela
Nama: Elsa Marsela Tempat, Tanggal Lahir: Lebak, 19 Oktober 2001 Pendidikan: Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang Pekerjaan: Karyawan Swasta
22 Oktober 2022 7:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa Marsela tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perempuan Merdeka (Sumber: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perempuan Merdeka (Sumber: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Pembahasan mengenai kemerdekaan perempuan selalu menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan generasi gen Z yang sudah sangat melek dengan kesetaraan gender. Tetapi sejauh ini dalam kehidupan sosio kultural di Indonesia, perempuan masih sering kali di tempatkan dalam posisi yang inferior. Itu semua karena perempuan di Indonesia masih hidup dalam belenggu mitos-mitos patriarkal.
ADVERTISEMENT
Entah mengapa seperti ada kesepakatan tidak langsung bahwa urusan dapur, membersihkan rumah, atau mengurus anak adalah tanggung jawab seorang perempuan. Perempuan seolah-olah selalu identik dengan pekerjaan yang bersifat domestik. Hal tersebut marak terjadi dalam masyarakat yang memegang erat budaya patrirkal. Akhirnya, perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki sehingga sulit mendapatkan kemerdekaan hidupnya secara absolut. Hal tersebut tentu saja merugikan bagi para kaum Hawa.
Dewasa ini, isu tentang kesetaraan gender memang selalu menggaung lantang. Perempuan juga punya senjata untuk meretas budaya patriarkal, yaitu feminis, suatu gerakan berbasis gender yang ingin mengupayakan kesetaraan hak bagi perempuan. Sudah banyak juga para perempuan yang mampu melawan stereotip masyarakat dengan menjadi orang yang merdeka. Akan tetapi, agaknya cukup sulit merusak tatanan budaya yang sudah mengakar selama ratusan tahun itu. Masih banyak perempuan di luar sana yang kemerdekaannya terpenjara dan menjadi korban atas budaya patriarkal.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, perempuan juga tidak jarang malah melakukan tindakan afirmasi bahwa dirinya adalah makhluk inferior, dengan cara meyakini segala mitos-mitos yang disematkan kepada dirinya. Mitos tersebut misalnya seperti meyakini bahwa mengurus anak, melayani suami, memasak, bersih-bersih rumah, dan lain sebagainya merupakan kodrat perempuan yang harus mereka terima. Padahal, segala mitos tersebut hanyalah konstruksi sosial dari masyarakat saja.
Seharusnya perempuan mulai sadar bahwa mereka bukanlah gender inferior yang harus selalu di bawah bayang-bayang laki-laki. Kita semua harus menerima dan menyadari fakta bahwa tidak ada suatu pekerjaan yang harus diklasifikasikan dengan jenis kelamin tertentu. Perempuan adalah makhluk berkehendak yang bisa menampilkan eksistensi dirinya agar mendapatkan independensi secara penuh. Perempuan juga boleh bekerja di luar rumah dan melakukan hal yang selama ini selalu identik dengan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, perempuan harus mampu meretas semua mitos-mitos tidak ilmiah yang diberikan kepada dirinya. Perempuan harus berani mendobrak tabu, dan berdiri tegak di atas budaya patriarkal demi kesejahteraan dan kemerdekaan secara utuh. Sebab selama mitos itu masih dipelihara, kecil kemungkinan kesetaraan gender akan tercapai.