Konten dari Pengguna

Kritik Filsafat Hukum positivisme Sebagai Upaya Mewujudkan Hukum Yang Adil

Elsa Manora
Elsa Manora biasa dipanggil Caca lahir di Sragen Jawa Tengah Indonesia adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta anak kedua dari dua bersaudara.
26 Desember 2020 9:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa Manora tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kritik Filsafat Hukum positivisme Sebagai Upaya Mewujudkan Hukum Yang Adil
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT

Oleh : Elsa Manora (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan)

ADVERTISEMENT
Berteori tentang hukum mesti berhadapan dengan dua realitas, ialah hukum yang berada di alam imajinatif atau akal manusia (in abstracto) dan hukum yang ada di alam indrawi (in concreto). Adapun Dua realitas yang mempunyai khas atau konsep tersendiri dan tidak dapat disalahkan antara satu dengan yang lain. Sikap yang dimiliki oleh tokoh hukum berikutnya adalah dengan memilih mana yang dianggap benar, tentunya dikolaborasikan dengan keadaan yang meliputi ruang dan waktu. Pengertian hukumpun juga akan terus bergeser dari pemikiran filsafat hukum kodrat atau alam, menuju ke filsafat hukum positivisme, empirisme, kritikisme, sampai kemudian filsafat hukum modern.
Kritik Terhadap Teori Hukum Filsafat Positivisme bertitik tolak dari perkembangan aliran pemikiran hukum positivisme yang mengkonsepsikan hukum sebagai aturan tertulis yang mengandung perintah, dan dibuat oleh negara sebagai penguasa, kemudian mengandung sanksi bagi pelanggarnya. Menunjukkan pemahaman bahwa teori hukum dari filsafat hukum positivisme terkesan kaku, tekstual, dan lepas dari ajaran moral. Hakimpun ketika menyelesaikan perkara hukum sering terjebak oleh aturan formal, kedudukan hakim hanya sebatas corong undang-undang. Hal ini akan berpengaruh pada tujuan utama hukum yakni menegakkan keadilan, maka keadilan pada aliran pemikiran filsafat positivisme cenderung keadilan formal atau prosedural, bukan keadilan substansial. Kritik aliran positivisme hukum dilakukan oleh aliran hukum bebas, aliran hukum kritis, studi kritis hukum modern, hukum progresif, yang kesemuanya itu dapat disimpulkan bahwa hukum tidak hanya tertulis dalam undang-undang, melainkan apa yang dipraktekkan oleh para pejabat penyelenggara hukum yang melaksanakan fungsi pelaksanaan hukum. Selain itu hukum dapat dipahami dari aturan dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, yang tidak lepas dari pengaruh ajaran moral, budaya, ekonomi, politik dan ilmu sosial.
ADVERTISEMENT
Seperti Contoh kasus socrates yang dianggap melakukan kejahatan yang sangat sulit dipercaya seperti menolak mengakui dewa yang diakui oleh negara, memperkenalkan dewa baru dan juga merusak moral kaum muda,pada saat dijatuhi vonis socrates diberikan dua opsi yakni dengan dihukum mati meminum racun atau bebas dari semua hukuman dengan syarat dia dapat mengehentikan kegiatan filsafatnya. Namun dia memilih untuk meminum racun kematian itu karena baginya bukan hidup yang berharga melainkan yang terpenting adalah ajaran dan prisip yang mesti ditegakan dengan benar dan tetap hidup. Dan juga merasa adanya tidakadilan didalam hukum, karena pengadilan tidak dapat membuktikan bahwa dirinya apakah benar bersalah.Hingga dia memiliki kata yang cukup terkenal yang berbunyi" Hukum harus ditaati, walaupun dia tidak adil sekalipun"
ADVERTISEMENT