Luka dan Trauma

Elsa
Mahasiswa Universitas Pamulang, Sastra Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Desember 2021 17:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Foto pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Foto pribadi
ADVERTISEMENT
Nama aku Nada Kirana, aku anak pertama dari 3 bersaudara, lahir 6 Juli 2001. Aku suka menulis dan menangis terdengar aneh bukan? Tapi memang benar. Buku-buku yang aku tulis bersama ribuan luka yang belum sempat terobati, aku menangis sambil menulis meluapkan seisi luka dalam setiap lembaran buku itu. Sepenggal kata demi kata dipadukan dengan luka yang membasah dan tidak tahu kapan akan mengering.
ADVERTISEMENT
Aku tak suka jatuh cinta tapi aku selalu belajar mencoba akhirnya sama saja dipatahkan lagi dan dipatahkan lagi. Aku seperti tidak pantas dicintai ataupun mencintai. Kau tahu bagiku hal apa yang paling rumit? Bagiku perasaan, karena perasaan adalah hal paling rumit. Semua orang bisa melakukan apa pun karena perasaan sendiri bahkan logikanya tidak terpakai hanya karena mengikuti perasaannya sendiri, seperti kisahku dengan Adnan.
Adnan dia seorang pilot. Sebenarnya rumah aku dan Adnan tidak terlalu jauh, tapi mengenalnya saat dia mengirim ku pesan singkat di media sosial. Aku dan dia belum pernah ketemu walaupun jarak rumah kita dekat, saat sudah mengenal lama di media sosial dia sering bercerita bahwa dia pernah sangat dilukai oleh mantannya, mantannya seorang pramugari yang cantik.
ADVERTISEMENT
Adnan bercerita padaku sejahat apa pun mantannya Adnan selalu menerimanya kembali, selingkuh sekalipun. Namun pada akhirnya hubungannya benar-benar kandas karena mantan Adnan benar-benar pergi jauh meninggalkannya. Adnan selalu bercerita bahwa dia tidak bisa melupakannya bahkan sudah satu tahun pun. Dan aku sering sekali memberitahunya kalau memang wanita itu pergi sejauh mungkin akan kembali padamu juga jika tuhan menghendakinya dan jika kalian berjodoh.
Aku selalu menghiburnya dan memberinya saran. Bagiku dia butuh obat dan aku akan mengobati lukanya.
Malam hari tiba, seusai aku melakukan aktivitas hari-hari ku sebagai mahasiswa psikologi. Tugas yang menumpuk di meja belajar ku sangat membuat mata ku lelah. Telepon genggamku berdering dan aku bergegas untuk mengangkat telepon itu.
ADVERTISEMENT
"Halo, dengan siapa ini?" tanyaku.
"Ini aku Pacarmu!" jawabnya.
"Aku tidak punya pacar, tolong jawab jujur ini siapa?" tanyaku lagi.
"Aku Adnan." jawabnya.
"Aku kira siapa, tumben kamu telepon aku," ucapku.
"Ingin saja telepon kamu" jawabnya.
"Kamu ganti nomor?" tanyaku.
"Iya." ucapnya.
"Oh, mau apa?" tanyaku.
"Aku mau ke rumah kamu besok, boleh?" tanyanya.
"Boleh, tapi mau apa?" ucapku.
"Mau minta restu sama orang tua kamu!" jawabnya.
"Yang benar mau apa?" tanyaku.
"Lihat aja besok!" jawab Adnan.
(Telepon pun dimatikan).
Setelah sekian lama aku mengenalnya akhirnya dia mau ke rumah ku juga, tapi tumben sekali dia mau ke rumahku, biasanya dia selalu sibuk dengan pekerjaan dan tidak sempat ke rumah ku, apa mungkin dia lagi ada waktu luang atau dia lagi libur kerja.
ADVERTISEMENT
Pagi tiba, sinar matahari menyoroti jendela kamar ku tembus hingga sinarnya membuat mata ku silau dan terbangun, aku baru ingat, aku bangun kesiangan, padahal Adnan hari ini mau ke rumah.
Aku bergegas mengambil handuk ku dan pergi ke kamar mandi, selesai itu aku mencari baju yang paling bagus dan cocok di badan ku. Selesai memakai baju yang aku pilih kemudian aku merias wajah ku agar tidak terlihat pucat.
Tiba-tiba bel rumah ku bersuara, aku bergegas membuka pintu, saat aku buka ternyata itu Adnan, saat aku melihatnya aku sedikit canggung tapi aku akan berusaha mencairkan suasana.
"Kamu kenapa?" tanya Adnan.
"Enggak kok, ayo masuk!" ucapku.
"Orang tua mu sedang apa?" tanyanya.
ADVERTISEMENT
"Orang tua ku lagi di kantor," jawabku.
"Oh iya." jawabnya.
"Kamu mau minuman apa?" tanyaku.
"Apa aja boleh, tapi liat kamu aja dahaga ku hilang kok!" ucapnya
"Wah, dasar buaya buntung!" ucapku.
"Enggak kok, aku hanya bercanda!" jawabnya.
"Yah, aku kira kamu serius ternyata hanya bercanda, padahal aku sudah ingin serius, karena bagiku perasaan bukan tempat untuk bercanda, apalagi aku!" ucapku.
"He he he itu beda konteks, aku bercanda perihal sebelumnya bukan perihal perasaan." ucapnya.
"Ya sudah. Kopi, teh atau air putih saja?" tanyaku lagi.
"Kopi saja kalau boleh." ucapnya.
Aku pergi ke ruang dapur untuk membuatkan kopi. Gelas, air panas, gula dan beberapa sendok kopi tertuang. Aku padukan rasa yang pernah ada dan ku buang ampas lukanya agar dia tak merasakan luka seberat apa aku pernah mencintai laki-laki yang menyakiti aku berulang kali. Aku tak ingin dia terluka lagi oleh wanita itu, dan aku tidak ingin menambahnya lagi.
ADVERTISEMENT
"Ini kopi nya mas, masih panas! Biarkan saja dulu dingin, agar tidak melukai lidah mu apalagi hati mu yang baru saja terluka," ucapku sambil tersenyum.
"Jika menunggu dingin, kopi tidak akan terasa enak. Tunggulah hangat saja agar tidak melukai lidah ku," jawabnya.
"Terserah mas saja, yang penting tidak melukai," ucapku.
Adnan memandang dalam mata ku sambil meneguk segelas kopi yang ku buat tadi. Ini pertama kali bertemu, dia menatapku seolah-olah tatapannya bukan untukku. Aku berpikir apakah dia melihatku tapi membayangkan mantan kekasih nya. Aku tidak tahu, aku juga tidak ingin berprasangka buruk karena itu akan melukaiku.
apakah dia melihatku tapi membayangkan mantan kekasih nya. Aku tidak tahu, aku juga tidak ingin berprasangka buruk karena itu akan melukaiku.
ADVERTISEMENT
"Pipi kamu berisi sekali, aku menyukainya." ucapnya sambil mencubit pipiku.
"Apaan sih, pipi aku tirus banget yah tolong!" jawabku.
"Iya deh tirus." ucapnya.
Banyak hal yang kita bicarakan hari ini, pertemuan yang membuatku jatuh hati padanya. Aku menyukai kepribadiannya, aku menyukai cara dia memperlakukanku. Pertemuan hari ini tidak cukup bagiku, aku jatuh cinta setelah ribuan luka yang menghadangku berkali-kali. Dia berbeda bahkan dia bisa membuatku jatuh cinta dalam waktu yang singkat ini.
Senja tenggelam begitu saja, malam mulai menepi dan hujan ikut mengiringi, aku pergi ke kamar untuk memeriksa telepon ku. Tumben Adnan tidak menghubungiku, mungkin dia sedang ada kerjaan atau dia mungkin sedang benar-benar sibuk. Aku membaringkan badan ku di atas kasur yang sudah bosan mendengar ku menangis setiap malam. Tembok yang diam saja pun ikut bosan melihat ku menangis setiap malam nya. Kasur dan tembok hari ini aku bahagia sudah ditemukan dengan laki-laki yang baik untukku, kau tidak perlu khawatir lagi aku sudahi tangisan itu dan aku bahagia hari ini.
ADVERTISEMENT
Di selang waktu aku memikirkan Adnan setelah pertemuan itu dia tidak menghubungiku lagi, apa salahku. Bahkan sudah berhari-hari dia tidak memberiku kabar. Aku mencoba membuka telepon dan melihat fotonya dengan wanita lain. Sialan apakah dia hanya mempermainkan perasaan ku? Aku dan dia memang tidak punya hubungan tapi apakah dia berhak mempermainkan ku seperti ini? Sudahlah aku menyimpulkan semuanya. Aku kembali penuh luka lagi, secepat kilat ini kisah ku dengannya. Mengapa seperti ini! Aku kembali terluka dan trauma, mengapa harus bertemu dengan orang-orang seperti ini, aku hanya ingin dia sembuh lukanya tapi dia yang membuat ku semakin terluka. Saat aku mulai tumbuh dan mulai mencintai orang lain mengapa dia menghancurkan perasaan ku secepat kilat. Sudahlah luka mulai merobek lebar lagi, harus mulai darimana aku menjahitnya.
ADVERTISEMENT
Dari itu aku belajar mencintai diri sendiri dan menerima apa yang hadir dalam hidupku, aku rasa aku tidak bisa memberhentikan orang hadir ke kehidupan aku, dan tidak bisa menahan orang untuk pergi dariku, pelajaran yang aku petik jangan mudah menaruh hati pada laki-laki agar tidak melukai hati.