Kepergianmu Meninggalkan Banyak Kenangan

Elya Berliana Prastiti
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
23 Mei 2022 14:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elya Berliana Prastiti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dua orang perempuan. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dua orang perempuan. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kenangan masa kecil paling dirindukan banyak orang. Sebuah kenangan yang penuh kejadian lucu, senang, ataupun sedih. Berbagai memori indah telah tersimpan dalam ingatan. Waktu berlalu begitu cepat, sampai tak terasa sudah beranjak dewasa.
ADVERTISEMENT
Salah satu kenangan yang kuingat adalah menginap bersama Mbak Uwi, sepupuku dari keluarga Bapak. Entah itu di rumahku atau rumahnya. Menginap seperti menjadi agenda wajib bagi aku dan Mbak Uwi. Setiap libur sekolah, kami selalu meluangkan waktu untuk saling bertemu.
Banyak kegiatan yang kami lakukan, seperti bermain balok, jalan-jalan mengelilingi pasar, dan bertukar cerita mengenai banyak hal, mulai dari hal lucu sampai yang tidak penting.
Usia kami hanya terpaut dua tahun. Namun, rasanya seperti seumuran, membuatku sering menjadikannya tempat bercerita. Mbak Uwi selalu memberikan energi positif kepada orang-orang di sekitarnya. Dia seperti sosok kakak perempuan untukku. Karena terlalu sering bersama, semua keluarga menganggap kami seperti anak kembar.
Sebelum memiliki telepon genggam, aku menghubunginya melalui orang tuaku. Bertanya soal kabarnya dan kapan bisa menginap bersama lagi.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, kesibukan mulai datang. Agenda menginap setiap libur sekolah sudah tidak dilakukan lagi. Memberi kabar satu sama lain saja sudah sangat jarang. Hanya sesekali mengirimkannya pesan singkat, begitu pun sebaliknya.
Terlahir dengan keterbatasan fisik, membuatnya harus melakukan operasi berkali-kali pada salah satu kakinya. Hingga suatu ketika, aku mendapat kabar bahwa Mbak Uwi harus kembali menjalankan operasinya. Dia mengirimkanku pesan, meminta doa agar operasinya berjalan lancar.
Aku menjenguknya setelah operasi pertama. Membawa sebuah kado ulang tahun yang telah kupersiapkan dari jauh hari. Dia juga memberitahuku jika harus menjalani operasi kedua dengan jangka waktu yang tidak lama dari operasi pertamanya.
Suatu hari aku mendapat kabar. Mbak Uwi harus masuk ke ruang ICU karena kondisinya kurang baik setelah menjalani operasi kedua. Perasaanku campur aduk. Sedih, takut, dan khawatir. Semuanya melebur jadi satu.
ADVERTISEMENT
Kulihatnya dari balik kaca ruang ICU. Beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Aku menangis. Seseorang yang selalu ceria dan penuh tawa, kini harus terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ibu menenangkanku sambil berkata. “Berdoa ya, Kak. Semoga Mbak Uwi bisa segera sembuh.”
Kondisinya tidak kunjung membaik, justru semakin hari semakin menurun. Ibu memberitahu jika Mbak Uwi mengalami kritis. Sedih rasanya aku tidak bisa ikut ke rumah sakit saat itu. Bapak menyuruhku untuk tetap di rumah dan berdoa agar semua baik-baik saja.
Namun, kenyataan tidak sebaik yang dibayangkan. Telepon genggam milik Ibu berbunyi, menandakan panggilan masuk dari saudaraku. Panggilan itu langsung kuangkat. Tidak. Aku kaget dan tidak percaya dengan apa yang kudengar. Tangisku pecah saat itu juga, tak terkecuali Ibu.
ADVERTISEMENT
Pada 14 Desember 2016, perempuan yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, selalu bersenda gurau ketika bertemu, dan seseorang yang menjadi tempatku bercerita, kini telah pergi. Perasaanku hancur, tidak pernah membayangkan akan ditinggal pergi olehnya secepat itu.
Jika boleh mengulang waktu, aku ingin lebih sering bertemu dan menghabiskan banyak waktu dengannya. Menginap bersama lagi seperti dulu, dan berbagi cerita satu sama lain.
Mbak Uwi memberikanku banyak pelajaran, seperti tidak pernah menyerah atau mengeluh dengan kondisinya, bersyukur dengan apa yang dimiliki, selalu semangat menjalani rangkaian pengobatan, dan tak pernah memperlihatkan sisi lemahnya kepada semua orang.
Kepergiannya meninggalkan banyak kenangan manis. Sekarang, Mbak Uwi sudah tidak lagi merasakan sakit. Dia sudah tenang di sana. Terima kasih, telah membuat kenangan manis bersama dan menemani masa kecilku dengan kehadiranmu.
ADVERTISEMENT
(Elya Berliana Prastiti/Politeknik Negeri Jakarta)