Cina-Taiwan: Ketegangan Dua Cina

Emilia Kurniasari
IR Graduate, Chinese Studies Lecturer, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2022 21:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Emilia Kurniasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi, ke Taiwan menambah panjang deretan ketegangan antara Cina dengan Taiwan, meskipun sesungguhnya ketegangan antara Cina dan Taiwan bukanlah hal baru. Cina dan Taiwan sudah berulang kali berselisih tentang siapa yang merupakan Cina sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Perang Saudara
Pasca pemerintahan Dinasti Qing kalah atas Jepang pada perang Sino-Jepangdi tahun 1895. Konsekuensi dari kekalahan tersebut adalah Taiwan atau Pulau Formosa terpaksa harus diserahkan kepada Jepang. Pulau Formosa yang menjadi wilayah pemerintahan Taiwan sendiri merupakan sebuah pulau yang terletak di selatan daratan Cina. Wilayah Taiwan lalu dilepaskan oleh Jepang setelah Perang Dunia II.
Namun setelah Jepang menyerah timbul konflik antara Partai Nasionalis Cina dan Partai Komunis Cina atau yang dikenal dengan Perang Saudara dari tahun 1927. Kubu Nasionalis di bawah pimpinan Chiang Kai-shek dan Kubu Komunis di bawah pimpinan Mao Zedong saling memperebutkan kekuasaan siapa yang berhak memimpin bangsa Cina. Pada akhirnya Kubu Nasionalis kalah atas Kubu Komunis.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1949, Kubu Nasionalis melarikan diri ke Pulau Formosa atau yang kini dikenal sebagai Taiwan. Kubu Nasionalis kemudian mendirikan pemerintahannya sendiri dan mengklaim merdeka atas Cina.
Cina dan Taiwan di Kancah Internasional
Di kancah internasional, Taiwan sempat menjadi perwakilan bangsa Cina di PBB, namun kemudian digantikan oleh Cina (komunis) pada tahun 1971. Keberadaan Taiwan dalam politik internasional menjadi serba salah sebab Cina teguh dengan kebijakan Satu Cina (One China Policy). Kebijakan tersebut memaksa negara-negara lain hanya mengakui salah satu negara, Cina atau Taiwan.
Apabila suatu negara memilih mengakui Taiwan, maka hubungan kerja sama dengan Cina akan menjadi sulit bahkan tidak mungkin terjadi. Kebijakan Satu Cina memandang bahwa Taiwan adalah bagian dari Cina, sementara di sisi lain Taiwan mengaku merdeka alias memisahkan diri dari Cina.
ADVERTISEMENT
Hingga April 2022, hanya ada 13 negara yang mengakui kemerdekaan Taiwan, yaitu Belize, Guatemala, Haiti, Kota Vatikan, Honduras, Kepulauan Marshall, Nauru, Palau, Paraguay, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincents dan Grenadines, dan Tuvalu.
Dua Cina yang Masih Bersitegang
Sementara itu, dampak dari kunjungan Nancy Pelosi membuat hubungan antara Dua Cina kembali memanas. Cina dikabarkan melakukan latihan militer, menembakkan rudal terhadap Taipei, hingga berlayar melintasi garis tengah Selat Taiwan dengan kapal perangnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran global bahwa perang antara Cina dan Taiwan akan pecah.
Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, melalui akun Twitter @iingwen menegaskan akan memantau pergerakan militer Tiongkok serta meminta dukungan dari komunitas internasional. Tsai mengatakan, "Our government & military are closely monitoring China's military exercises & information warfare operations, ready to respond as necessary. I call on the international community to support democratic Taiwan & halt any escalation of the regional security situation."
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Cina tetap menegaskan bahwa Taiwan adalah bagian dari Cina. Seperti pada unggahan Zhao Lijian, Wakil Direktur Departemen Informasi Kementerian Luar Negeri Tiongkok, di akun Twitter miliknya @zlj517, Zhao menegaskan bahwa Taiwan bagian dari Cina adalah fakta yang didukung oleh sejarah dan hukum.