Invasi Rusia atas Ukraina: Ini Hal yang Harus Dilakukan Indonesia

Emilia Kurniasari
IR Graduate, Chinese Studies Lecturer, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
27 Februari 2022 19:41 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Emilia Kurniasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Invasi Rusia atas Ukraina mengejutkan dunia. Serangan militer Rusia membuat khawatir banyak pihak karena pada hari pertama saja sudah menyebabkan 137 orang tewas dan melukai 316 orang lainnya, baik anggota militer maupun rakyat sipil. Invasi yang dilakukan Rusia sangat menyita perhatian, salah satunya karena dianggap dapat memicu terjadinya Perang Dunia III. Narasi ketakutan akan terjadinya Perang Dunia III secara masif berkembang terutama di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Serangan militer yang kemudian pecah pada Kamis (24/2) memang terkesan mendadak, namun tidak juga mengherankan. Invasi Rusia berkembang dari ketegangan yang sudah berlangsung lama. Hubungan Rusia dan Ukraina kembali memanas pada 2021. Hal ini dipicu keinginan Presiden Rusia, Vladimir Putin, mencegah Ukraina bergabung dengan NATO. Meskipun akhirnya Ukraina juga tidak bergabung dengan NATO, Rusia ternyata tetap melancarkan serangannya.
Perihal wilayah Donetsk dan Luhansk yang ingin merdeka dan disambut dengan pengakuan Rusia juga merupakan pemicu lainnya. Pada Februari 2014, warga Ukraina memprotes Presiden Viktor Yanukoviych yang dianggap berpihak pada kepentingan Rusia. Lalu pada April 2014, Rusia menginvasi dan menganeksasi Krimea, wilayah yang sebelumnya menjadi bagian dari Ukraina.
Berbagai negara merespons dengan cepat invasi Rusia atas Ukraina. Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi ekonomi. Uni Eropa membatasi akses Moskow ke pasar modal dan keuangan negara-negara Uni Eropa. Amerika Serikat memberi sanksi pada bank milik negara Rusia, bank pembangunan negara Vnesheconombank (VEB) dan Perusahaan Saham Gabungan Publik Promsvyazbank (PSB), serta menargetkan untuk memblokir utang negara Rusia di pasar AS dan Eropa.
ADVERTISEMENT
Sementara itu kekuatan besar lainnya, yakni Tiongkok, menilai sanksi-sanksi tersebut tidak efektif dan justru menganggap sanksi ekonomi yang diberikan oleh berbagai negara adalah ilegal. Lalu bagaimana seharusnya negara-negara merespons invasi Rusia atas Ukraina? Kemudian bagaimana pula sikap yang perlu diambil Indonesia?

Memastikan Keamanan Warga Negara

Wilayah yang selama ini menjadi sumber konflik Rusia dan Ukraina adalah Donetsk dan Luhansk. Namun ketika Rusia menurunkan militernya, serangan tidak hanya berpusat di dua wilayah tersebut. Ibukota Ukraina misalnya, Kyiv, juga menjadi sasaran. Hal ini menunjukkan bahwa invasi Rusia di Ukraina tidak dapat dianggap remeh. Rusia bisa saja melancarkan serangan yang lebih luas dari wilayah yang menjadi akar konflik.
Serangan yang tidak terduga bukan hanya membuat panik warga Ukraina, namun juga warga negara-negara lain yang berada di sana. Warga negara Tiongkok yang sedang menempuh studi di Kharkiv, Ukraina, Xu Shijie misalnya, memberikan kesaksian melalui video bahwa jendela tempat tinggalnya bergoyang ketika serangan Rusia terjadi. Adam Hadouiri, mahasiswa asal Maroko yang sedang studi di Dnipro State Medical University, menyampaikan keinginannya untuk mengungsi ke Polandia namun khawatir tidak diizinkan masuk sehingga ia menunggu bantuan dari kedutaan besar.
ADVERTISEMENT
Kepanikan tidak hanya muncul dari mereka yang berada di Ukraina. Maria Smereka, mahasiswa Pennsylvania State University, ikut merasakan kekhawatiran. Maria tinggal di AS, namun orang tua dan saudara Maria lahir dan besar di Ukraina sebelum pindah ke AS dan Maria lahir. Ukraina pun menjadi bagian penting bagi Maria dan keluarga.
Serangan militer yang dilakukan Rusia terbilang sangat mendadak meskipun konflik antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung lama. Rusia juga mengabaikan sanksi-sanksi yang diberikan berbagai negara, termasuk dari negara-negara kekuatan ekonomi dan militer terbesar, yaitu AS, serta kekuatan ekonomi besar lainnya seperti Uni Eropa. Rusia juga tidak segan mengancam akan melakukan hal yang tidak terbayangkan terhadap negara-negara yang mencoba ikut campur. Rusia bahkan berani melakukan invasi di tengah situasi global yang belum sepenuhnya stabil akibat pandemi COVID-19. Pada tahap ini, Rusia dapat dikatakan dalam level amarah yang sangat tinggi hingga mengabaikan berbagai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Serangan Rusia yang tidak berfokus pada dua wilayah konflik, Donetsk dan Luhansk, juga menunjukkan sikap tak gentar Rusia dalam memperjuangkan kepentingannya. Apabila negara-negara lain belum menyelamatkan warga negaranya, lalu mencoba menengahi lebih jauh namun Rusia masih dalam amarah yang besar, bukan tidak mungkin Rusia dapat bertindak lebih nekat, entah dalam bentuk memperluas serangan ke wilayah lainnya di Ukraina, maupun turut menyerang teritorial negara lain yang dianggap ikut campur. Dengan demikian, memastikan warga negara yang sedang berada di Ukraina dalam keadaan aman adalah hal yang harus menjadi prioritas terlebih dahulu.
Beberapa negara sudah mulai melakukan tindakan untuk warga negaranya di Ukraina. AS belum melakukan evakuasi warganya dari Ukraina, namun meminta warganya untuk mencari tempat berlindung sementara. Tiongkok mulai menyiapkan penerbangan sewa untuk proses evakuasi warganya keluar dari Ukraina dan sudah membuka pendaftaran untuk memulangkan warga negara Tiongkok. Sementara Indonesia tengah mengupayakan proses evakuasi terhadap 153 warga negara Indonesia di Ukraina ke Polandia dan Rumania dengan menyiapkan pesawat dan tim evakuasi.
ADVERTISEMENT

Fokus pada Akar Permasalahan

Berbagai respons muncul terhadap serangan militer Rusia di Ukraina. AS, Uni Eropa, dan beberapa negara lain memberikan sanksi ekonomi dan berbagai sanksi lainnya terhadap Rusia. Hal ini dimaksudkan agar Rusia menghitung kembali kerugian yang timbul dari invasi tersebut. Sementara Tiongkok menilai serangan Rusia di Ukraina bukan sebuah invasi. Tiongkok juga memandang sanksi-sanksi yang diberikan kepada Rusia tidak tepat.
Lebih jauh lagi, negara-negara justru saling tuduh dalam merespons serangan Rusia terhadap Ukraina. Sebelum serangan militer pecah pada hari Kamis, ketegangan antara Rusia dan Ukraina serta negara-negara lain juga telah meningkat. AS pada Rabu 23 Februari 2022 menuduh Tiongkok dan Rusia bekerja sama untuk menciptakan tatanan dunia baru. Respons Tiongkok setelah invasi terjadi pun tentu menambah kuat tuduhan AS tersebut. Di sisi lain, Tiongkok menilai sikap AS dan negara-negara yang memberi sanksi terhadap Rusia justru meningkatkan tensi konflik yang tengah berlangsung.
ADVERTISEMENT
Konflik Rusia dan Ukraina memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Dilansir dari situs Global Fire Power, Rusia menempati peringkat 2 di dunia dari segi kekuatan militer, sementara Ukraina di peringkat 22. Secara ekonomi, dilansir dari situs World Population Review, Rusia berada di peringkat 3, sedangkan Ukraina di peringkat 33. Dapat dibayangkan bahwa konflik kedua negara akan berdampak signifikan bagi stabilitas keamanan dan ekonomi kedua negara maupun dunia secara keseluruhan.
Namun respons negara-negara yang melebar dari akar permasalahan dapat memicu konflik meluas tidak hanya antara Rusia dan Ukraina, namun menimbulkan munculnya blok-blok sekutu. Terlebih lagi apabila konflik melibatkan dua kekuatan besar saat ini, AS dan Tiongkok, maka dampak secara global yang dirasakan akan lebih signifikan. Secara militer, AS berada di peringkat 1 dan Tiongkok di peringkat 3. Sementara secara ekonomi AS di peringkat 1 dan Tiongkok di peringkat 2.
ADVERTISEMENT
Interdependensi global terhadap kedua negara ini, baik pada aspek keamanan maupun ekonomi, sangat besar sehingga apabila konflik yang ada saat ini justru melebar menjadi konflik antara dua kekuatan besar tersebut, hal itulah yang lebih menakutkan akan berkembang menjadi Perang Dunia III. Oleh karena itu, penting itu merespons secara bijak dengan tidak melebarkan persoalan dan fokus pada akar permasalahan antara Rusia dan Ukraina.

Ujian Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia

Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya, seperti mempersiapkan evakuasi WNI di Ukraina maupun menyampaikan pernyataan-pernyataan resmi, untuk meredam eskalasi konflik yang terjadi. Ketegangan antara Rusia dan Ukraina di satu sisi juga menjadi ujian bagi politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada hari pertama invasi berlangsung, Presiden Joko Widodo melalui Twitter resminya menyampaikan, “Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia.” Secara diskursus, pernyataan Presiden Jokowi telah merepresentasikan sikap Indonesia yang bebas aktif. Presiden Jokowi memusatkan perhatian pada perang yang terjadi, tidak secara eksplisit menyebutkan nama kedua negara yang sedang berselisih, tidak pula menanggapi respons negara-negara lain benar atau salah.
Dalam konteks praktik politik luar negeri Indonesia, respons Presiden Jokowi sudah merupakan langkah yang tepat dan diharapkan dapat dipertahankan sehingga berangsur-angsur dapat meredam eskalasi konflik Rusia dan Ukraina.