Konten dari Pengguna

Kebangkitan Tiongkok: Belajar, Meniru, Berinovasi

Emilia Kurniasari
IR Graduate, Chinese Studies Lecturer, Universitas Indonesia
17 Januari 2024 5:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Emilia Kurniasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tiongkok dulu terkenal sebagai negara yang tertutup dengan dunia internasional. Hal ini khususnya terjadi pada era pemerintahan Mao Zedong. Di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, Tiongkok cenderung lebih terbuka pada dunia internasional, khususnya menyambut baik berbagai investasi yang masuk pasca diterapkannya kebijakan Gaige Kaifang atau Reformasi dan Keterbukaan. Kebijakan ini terus dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin berikutnya, yakni Jiang Zemin, Hu Jintao, hingga pemimpin saat ini yaitu Xi Jinping.
ADVERTISEMENT
Pada 2010, Tiongkok telah mengukuhkan diri di posisi kedua ekonomi terbesar dunia. Meskipun perekonomian Tiongkok masih di bawah Amerika Serikat, namun kebangkitan Tiongkok selama empat dekade sejak Reformasi dan Keterbukaan tidak dapat diremehkan.
Menurut data Asia Power Index 2023 dari Lowy Institute, Amerika Serikat hanya lebih tinggi satu poin dalam aspek kapabilitas ekonomi dibandingkan Tiongkok. Skor kapabilitas ekonomi Amerika Serikat adalah 88, sementara Tiongkok 87.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana cara Tiongkok dengan cepat dapat bangkit dan menjadi negara yang disegani, khususnya secara ekonomi, saat ini. Setidaknya ada tiga tahapan yang dilalui Tiongkok untuk membangun negaranya, yaitu belajar, meniru, dan berinovasi.

Belajar

Pada era kepemimpinan Mao Zedong, Tiongkok terkenal dengan berbagai gerakan revolusioner yang dilakukan, misalnya Da Yue Jin atau Gerakan Lompatan Jauh ke Depan (1958-1962). Gerakan ini berfokus mendorong industri baja dan Tiongkok berambisi mengalahkan pencapaian industri Inggris sebagai negara yang pada masa itu menjadi tolak ukur revolusi industri. Sayangnya gerakan ini tidak berakhir dengan baik. Gerakan Lompatan Jauh ke Depan menimbulkan bencana kelaparan karena fokus pemerintah hanya pada industri baja sehingga terjadi kekurangan pangan. Hal ini bahkan sampai menimbulkan terjadinya kanibalisme.
ADVERTISEMENT
Selain itu ada pula Wenhua Da Geming atau Revolusi Besar Kebudayaan (1966-1976) yang bertujuan untuk meluruskan hal-hal yang tidak selaras dengan arah kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, utamanya membasmi segala sesuatu yang berbau borjuisme. Revolusi ini juga tidak berujung pada Pembangunan Tiongkok, jutaan orang tewas dan ditahan, hingga perekonomian Tiongkok terpuruk.
Belajar dari kegagalan berbagai gerakan dan revolusi terdahulu, Deng Xiaoping menginisiasi kebijakan Reformasi dan Keterbukaan pada tahun 1978. Kebijakan ini terbukti efektif membangkitkan ekonomi Tiongkok. Menurut data World Bank, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada 1978 mencapai 11.3 persen.
Selain kebijakan Reformasi dan Keterbukaan, pada 1970 hingga 1980an pemerintah Tiongkok juga banyak mengirim mahasiswa untuk studi di luar negeri. Dengan demikian, para perwakilan Tiongkok di luar negeri ini dapat mempelajari berbagai inovasi yang mereka temukan di negara yang dikunjungi.
ADVERTISEMENT

Meniru

Setelah belajar dari inovasi yang dibuat negara lain, tahap selanjutnya adalah meniru. Di Indonesia misalnya, kita dapat menemukan banyak produk-produk yang terkenal dengan sebutan produk KW atau produk tiruan yang kebanyakan diproduksi dari Tiongkok. Produk KW Tiongkok tidak jarang mendapatkan respons negatif dari para penggunanya terkait dengan kualitas, namun sesungguhnya membuat produk KW dapat dipandang sebagai upaya Tiongkok untuk mempraktikkan apa yang telah dipelajari dengan meniru terlebih dahulu.
Selain itu, meniru dengan membuat produk KW juga mempertimbangkan pasar tertentu yang mengharapkan barang branded namun dengan harga terjangkau. Dengan kata lain, meniru juga bagian dari strategi Tiongkok menggaet pasar menengah ke bawah.

Berinovasi

Setelah cukup membangun basis perekonomian melalui pendapatan dari upaya meniru, ekonomi Tiongkok sudah jauh lebih mapan untuk dapat menghasilkan inovasinya sendiri. Membangun basis perekonomian menjadi penting karena untuk berinovasi dibutuhkan research and development (R&D) yang biayanya tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Pada 2014 saja, investasi Tiongkok terhadap R&D mencapai 270 miliar dolar Amerika. Tiongkok kini popular dengan berbagai inovasinya, khususnya di bidang teknologi. Salah satu brand teknologi Tiongkok yang terkenal misalnya Huawei.
Berbagai inovasi Tiongkok, khususnya pada era kepemimpinan Xi Jinping, juga sejalan dengan bagaimana Tiongkok semakin menunjukkan peran pemimpin di kancah global. Inovasi Tiongkok tidak hanya terbatas pada komoditas, namun juga hal lainnya seperti proyek Belt and Road Initiative (BRI) dan konsep community with a shared future for mankind, sebuah konsep tata kelola global yang ditawarkan Tiongkok untuk dunia yang lebih inklusif.
Kebangkitan ekonomi Tiongkok memang dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara tertentu, namun di sisi lain perlu juga dipahami mengapa Tiongkok dapat bangkit dengan sangat pesat. Dengan demikian, hal positif yang dapat dipelajari dapat diserap dan tentunya pemahaman tentang kebangkitan Tiongkok menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT