Konten dari Pengguna

Hantu Toko Kue

PondokMisteri
butuh asupan horor, langsung subscribe youtube "Pondok Misteri" yaa!
7 Juli 2020 10:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PondokMisteri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dok: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Dok: Pixabay.
Aku memutuskan melanjutkan pendidikan Sarjana di Kota Kembang, sebuah kota kecil di daerah Jawa Barat namun memiliki universitas yang dikenal hingga pelosok negeri. Iya benar sekali tempat belajarku kelak adalah ITB (Institut Teknologi Bandung) yang dipercaya selalu menghasilkan lulusan berkualitas.
ADVERTISEMENT
Di sini aku tidak akan menceritakan kejadian mistis selama kuliah, walaupun kampusku terkenal dengan kisah-kisah seram yang selalu viral dijagat maya, namun selama belum merasakannya sendiri bagiku itu hanya mitos belaka.
Berbekal informasi dari internet, aku berhasil menemukan tempat tinggal yang pas dengan kantong. Walau jaraknya cukup jauh dari kampus, namun setidaknya aku memiliki pegangan untuk kebutuhan tak terduga.
Sayangnya walaupun telah berhemat dengan memilih pergi berjalan kaki ke kampus, makan warteg setiap hari, tetapi nyatanya di Bandung uang Rp 500.000 hanya cukup untuk kebutuhanku selama 2 minggu saja.
Hhh.” Dengusku kesal. Bagaimana ini, aku tidak mungkin meminta uang sama Ibu. Di kampung beliau juga pasti kesusahan karena harus menghidupi dua adikku seorang diri, sejak Bapak memilih menikah lagi.
ADVERTISEMENT
Coba saja Ibu tak memaksa untuk mengambil beasiswa di Bandung, pasti aku bisa membantu beliau bercocok tanam di kebun. Namun aku tahu bila tetap memilih membantu berkebun, keluarga Bapak pasti terus memandang rendah kami.
ADVERTISEMENT
Aku mengangguk setuju dengan pendapat Ica, dan kembali membaca isi pamflet tersebut.
Usai pulang kampus, aku kembali ke kost untuk membersihkan diri dan segera berangkat menuju Nona Bakery. Perjalanan ini ternyata memakan waktu cukup lama, bahkan aku harus berganti angkutan umum tiga kali. Namun demi tambahan biaya selama di sini, ini bukan masalah besar bagiku.
ADVERTISEMENT
Mbak Dewi tersenyum dan meninggalkanku seorang diri.
Aku melihat sekeliling, untuk ukuran seluas ini Nona Bakery termasuk sepi dibandingkan toko kue yang berada di mall-mall. Mungkin ini lah yang membuat perasaanku semenjak tadi tak enak, tahu kan misalkan kamu berada di tempat berbangunan kuno dan keadaannya sepi, seperti ada angin berdesir ditengkuk leher.
ADVERTISEMENT
Mbak Dewi mengangguk.
ADVERTISEMENT
Aku mengikutinya, kemudian Mbak Dewi mulai mengotak-atik meja kasir dan mengajarkan cara mengoperasikannya, selanjutnya dia mengajariku cara mengaduk adonan yang dilakukan Shift Malam agar bisa langsung dimasak oleh Chef esok paginya.
Aku mengangguk mengerti.
ADVERTISEMENT
Aku tertawa. Bakery ini letaknya cukup jauh dari rumah penduduk, bahkan bila mengadakan pesta sekalipun tak mungkin terdengar.
Aku tersenyum menanggapi penuturan Mbak Dewi, bukan tak percaya tapi bisa saja ini rencana Pak Agus dan Mbak Dewi mengerjaiku anak baru, istilahnya ospek seperti yang terjadi di sekolah-sekolah.
Tak terasa 2 jam telah berlalu, sejak aku menggantikan Shift Mbak Dewi. Perlahan toko mulai sepi, padahal besok hari Sabtu dan Bakery ini buka 24jam. Aku menguap bosan, semua pekerjaan sudah selesai kulakukan, dari mengaduk adonan, hingga bersih-bersih.
ADVERTISEMENT
Aku berjalan menuju pintu dan menutupnya kembali, mungkin bila malam hari angin semakin kencang sehingga dengan mudah membuka pintu kayu tersebut.
Aneh, pintu lagi-lagi terbuka dan tidak ada orang. Namun kali ini sama sekali tidak ada hembusan angin, apa mungkin engsel pintu tua ini mulai rusak?
Aku menoleh mencari asal bunyi tersebut. Suara seperti meja ditarik, namun sangat pelan.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Aku kembali menatap jam pada layar ponselku, waktu berjalan sangat lama dan jam baru menunjukan pukul 2 dini hari. Masih ada 4 jam lagi, sebelum ganti shift dengan Guntur.
.
Aku terdiam dan melihat sekeliling, kosong. Lalu tadi siapa yang membangunkanku? Aku sangat yakin mendengar suara wanita, bahkan hembusan napasnya pun masih terasa ditelingaku. Apa mungkin aku bermimpi? Tapi kenapa terasa sangat nyata?
ADVERTISEMENT
Aku sedikit menggerutu kesal melihat tingkah ibu-ibu tersebut, kenapa coba dia harus memintaku keluar? Bila ingin belanja bisa masuk dan langsung memilih ingin membeli kue apa, tanpa harus merepotkan orang seperti ini.
ADVERTISEMENT
Aku terdiam menatap lenganku yang tiba-tiba saja sudah ada bekas cengkraman tangan. Rasanya tak sakit, namun bekas cengkraman tersebut begitu nyata dan jelas. Sebenarnya aku sudah merasakan perasaan aneh sejak memasuki Bakery ini, hanya saja pikiran rasionalku menganggap bahwa semua hanya kebetulan saja, seperti suara tikus atau mungkin angin, namun bekas cengkraman di tanganku membuktikan bahwa ini sudah diluar akal sehat.
ADVERTISEMENT
Aku masih terdiam, berusaha mencerna cerita Ibu tersebut.
ADVERTISEMENT
Aku terduduk lemas di bawah lampu pinggir jalan. Rasanya seperti mimpi, pekerjaan pertamaku justru hampir merenggut nyawa. Semoga saja, ke depan aku tak lagi berurusan dengan makhluk gaib.