Konten dari Pengguna

UNIFIL-MTF Memelihara Perdamaian di Lebanon: Antara Idealisme dan Realisme

Emir Alfachridzi
Mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia
1 November 2023 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Emir Alfachridzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(7/2/2021) - Komandan MTF UNIFIL Mengunjungi KRI Sultan Hasannudin. Kredit foto: PUSPEN TNI
zoom-in-whitePerbesar
(7/2/2021) - Komandan MTF UNIFIL Mengunjungi KRI Sultan Hasannudin. Kredit foto: PUSPEN TNI
ADVERTISEMENT
Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB atau UN Peacekeeping Force telah lama dikenal sebagai salah satu instrumen penting PBB dalam mewujudkan perdamaian dunia. Namun, operasi pemeliharaan perdamaian seringkali menghadapi dilema moral di lapangan ketika harus memilih antara idealisme dan realisme. Hal ini terlihat dalam studi kasus Satuan Tugas Maritim TNI pada misi United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) Maritime Task Force (MTF).
ADVERTISEMENT
UNIFIL-MTF dibentuk untuk membantu Lebanon menjaga kedaulatan perairan dan mencegah masuknya senjata ilegal melalui laut. Dalam menjalankan mandatnya, Satgas Maritim TNI menghadapi dilema saat berhadapan dengan kapal perang Israel yang memasuki perairan Lebanon atau saat melihat pengungsi Lebanon berlayar dalam kondisi memprihatinkan. Idealisme menuntut Satgas TNI secara moral mengusir kapal perang Israel dan menolong para pengungsi. Namun realisme mengharuskan mereka netral dan tidak terlibat secara langsung, sesuai prinsip dasar operasi PBB.
Menurut teori konstruktivisme, identitas Satgas TNI sebagai bagian dari Pasukan PBB membentuk cara mereka bertindak berdasarkan norma-norma PBB seperti netralitas. Sementara konsep impartiality menekankan pentingnya tidak memihak demi menjaga legitimasi misi perdamaian PBB. Oleh karena itu, tidak mengusir kapal Israel atau menolong pengungsi, meskipun bertentangan dengan hati nurani, adalah keputusan tepat demi menjaga imparsialitas dan fokus pada misi mencegah konflik meluas.
ADVERTISEMENT
Kasus ini menunjukkan bahwa dalam kenyataannya, operasi pemeliharaan perdamaian PBB kerap dihadapkan pada dilema idealisme dan realisme. Di satu sisi, ada tuntutan moral untuk membantu pihak yang menderita akibat konflik. Di sisi lain, ada kewajiban untuk bersikap netral demi menjaga legitimasi dan mencegah meluasnya konflik. Solusinya bukan memilih satu sisi, tetapi menemukan keseimbangan di antara keduanya.
Idealisme tetap penting agar operasi PBB tidak kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Sementara realisme diperlukan agar fokus pada misi pemeliharaan perdamaian tetap terjaga. Dengan demikian, dilema ini sebaiknya menjadi pelajaran berharga bagi PBB untuk terus menyempurnakan mekanisme dan kebijakan operasi pemeliharaan perdamaian, sehingga mampu menggabungkan idealisme dan realisme secara proporsional demi perdamaian dunia yang hakiki.
ADVERTISEMENT