Konten dari Pengguna

Legalisasi Ganja dari Perspektif Filsafat Hukum

Emmanuel Ariananto Waluyo Adi
ASN pada Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
10 Februari 2022 14:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Emmanuel Ariananto Waluyo Adi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
daun ganja, https://www.shutterstock.com/
zoom-in-whitePerbesar
daun ganja, https://www.shutterstock.com/
ADVERTISEMENT
Kasus Fidelis yang ditangkap Badan Narkotika Nasional pada 2017 karena menanam ganja di kebun di depan rumahnya menjadi heboh di masyarakat karena adanya dilema penegakan hukum dan kemanusiaan. Ganja ini, menurut keterangan Fidelis, dipergunakannya untuk kebutuhan pengobatan dari istri Fidelis yang mengidap penyakit syringomyelia dan bukan untuk dikonsumsi sendiri ataupun menjualnya. Perbuatan Fidelis ini dilakukan lantaran kondisi istrinya yang semakin memburuk dan setelah mengonsumsi ganja kondisi istri Fidelis membaik. Setelah ditangkapnya Fidelis oleh BNN, kondisi istrinya memburuk kembali sampai akhirnya meninggal dunia karena tidak ada obat ganja yang diberikan Fidelis.
ADVERTISEMENT
Kasus ini cukup menarik perhatian khususnya terkait adanya benturan antara hukum normatif atau peraturan tertulis dengan kesesuaian penerapannya. Kasus ini tetap diproses oleh BNN dikarenakan Undang-Undang Narkotika secara tegas melarang ganja untuk diedarkan, dipunyai, ataupun dikonsumsi, termasuk juga di antaranya menanam (produksi). Di lain sisi, ada yang berpendapat bahwa tindakan tegas BNN itu tidaklah merefleksikan tujuan dari dibuatnya undang-undang narkotika tersebut. Kedua sisi ini akan dibahas dalam kajian yang melihat kasus ini dan mengupasnya dengan pandangan dari filsafat hukum.

Utilitarianisme

Pandangan yang diperkenalkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill adalah sebuah teori etik yang menyatakan bahwa keadilan adalah seberapa banyak orang yang merasa senang dari sebuah tindakan. Singkat kata hukum tidak ada kaitannya dengan moralitas karena yang lebih ditekankan adalah keadilan yang didasarkan kepada seberapa banyak orang yang senang karena hukum bersifat rasional.
ADVERTISEMENT
Beranjak dari pandangan ini, seharusnya dapat ditinjau terkait reaksi masyarakat terkait permasalahan pada kasus ini. Sepanjang masyarakat menerima tindakan yang dilakukan oleh Fidelis, maka itulah hukum, yaitu masyarakat yang merasa Fidelis tidak seharusnya dihukum karena menanam ganja untuk pengobatan istrinya. Selama tidak dapat dibuktikan bahwa Fidelis menjual ataupun mengonsumsinya untuk merusak tubuhnya, maka Fidelis tidak sepantasnya ditangkap walaupun memenuhi unsur pasal tertentu. Hukum positif harus selalu digunakan secara rasional dan memperhatikan tujuan dari dibuatnya undang-undang tersebut sehingga undang-undang tersebut tidak salah arah dan salah sasaran.

Sociological Jurisprudence

Filsafat hukum secara sosiologi ingin menyampaikan bahwa hukum bukan hanya sekadar normatif atau peraturan tertulis karena hukum berkembang beriringan dengan sosial. Salah satu karakteristik paling kuat dari filsafat hukum di abad ke-20 adalah adanya pendekatan sosiologi kepada hukum.
ADVERTISEMENT
Pada perkembangannya sampai dengan saat ini dapat terlihat bahwa pandangan ini sudah memudar eksistensinya. Hal ini dikarenakan para yuris hanya berpatokan kepada apa yang tertulis pada buku teks ataupun peraturan tertulis yang dilahirkan oleh negara tanpa memperhatikan secara komprehensif mengenai arti dibalik peraturan tertulis tersebut. Artinya dengan mazhab ini diharapkan para yuris tidak hanya dibatasi oleh peraturan saja tetapi terdapat gejala-gejala sosial yang perlu diperhatikan.

Realisme

Esensi dari realisme adalah mengenai norma yang bukan realita sesungguhnya. Realitasnya adalah perasaan dan bila ada norma yang timbul dari perasaan bukan berarti norma itu menjadi kenyataan pula. Realisme menyatakan bahwa hukum penuh dengan ketidakpastian, kepastian hukum hanya dapat timbul dari kontrak sosial dan akhirnya kepastian tersebut merupakan hal baru. Pengalaman atau pendekatan empiris tidaklah realitas sesungguhnya karena pengalaman tidak memperhatikan perasaan yang sedang dirasakan.
ADVERTISEMENT
Seperti dalam kasus ini ketika Fidelis menanam ganja untuk pengobatan istrinya yang mengalami penyakit yang dapat disembuhkan dengan ganja, hukum positif secara tegas melarang itu dan memang Fidelis memenuhi unsur dari pasal tersebut. Hukum positif tersebut muncul karena adanya pengalaman buruk di situ, adanya pengalaman rusaknya generasi bangsa karena narkoba dan jumlah korban akibat mengonsumsi ganja. Namun, peraturan berdasarkan empiris ini tidak memperhatikan atau melihat perasaan dari Fidelis.