Konten Media Partner

‘Mandela Effect’ dan Bagaimana Pikiran Menipumu

6 Maret 2018 16:28 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Berpikir (Foto: rMeghann/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Berpikir (Foto: rMeghann/Pixabay)
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu yakin tentang suatu hal dan merasa mengingatnya dengan baik, padahal suatu hal tersebut salah--atau bahkan tidak pernah terjadi? Jika ya, kamu telah mengalami suatu fenomena yang dikenal dengan istilah Mandela Effect.
ADVERTISEMENT
Awal Mula
Mengapa dinamakan Mandela--seperti nama seorang pahlawan apartheid?
Ya, karena fenomena ini pertama kali muncul di internet ketika banyak orang yakin dan percaya secara luas bahwa Nelson Mandela telah meninggal di penjara pada 1980-an. Padahal, Mandela meninggal baru 4 tahun yang lalu alias pada Desember 2013. Mereka yang percaya Mandela telah wafat bahkan mengklaim mengingat klip pemakamannya di TV.
Bagaimana kekeliruan ini bisa terjadi secara kolektif?
Nelson Mandela (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Nelson Mandela (Foto: Wikimedia Commons)
Hal ini memunculkan beberapa teori konspirasi, sekaligus pseudosains (sains palsu). Di antaranya, dunia paralel. Penganut teori ini mengklaim bahwa perbedaan muncul dari pergerakan antara realitas paralel (multiverse). Hal ini didasarkan pada teori bahwa di setiap alam semesta, versi alternatif dari kejadian dan objek akan selalu ada. Intinya, mereka percaya bahwa di dunia paralel, Mandela sudah mati sejak 1980-an.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, kita juga (mungkin) sebenarnya sudah mati di dunia paralel. Bahkan, dunia mungkin sudah pernah kiamat. Atau dengan kata lain, kita berada di dunia yang baru (mungkin kalau kamu pernah nonton film Sci-Fi sejenis atau anime Mirai Nikki akan paham dengan apa yang dimaksud).
Teori lain adalah mesin waktu. Sejak zaman dulu, masih banyak orang yang percaya bahwa dunia memiliki penjelajah waktu, yang bisa kembali ke masa lalu, untuk mengubah masa depan. Jadi, penganut teori ini, berpendapat bahwa Mandela memang seharusnya sudah mati saat itu, namun seorang penjelajah waktu berhasil mengubah masa lalu sehingga Mandela masih hidup hingga 2013.
Selain dua teori itu, klaim lain mengatakan bahwa distorsi diakibatkan oleh serangan spiritual yang terkait dengan setan, sihir, atau bisa juga alien. Tentu saja, semua hal tersebut hanyalah pendapat tidak berdasar yang tidak perlu dipercaya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Pendapat Sains?
Konsultan Paranormal, Fiona Broome, menciptakan istilah "Mandela Effect" untuk menjelaskan kesalahan absolut kolektif ini. Kesalahan kolektif ini sebenarnya sering terjadi, bukan hanya pada kasus Mandela.
Sebagai contoh, ketika kita merasa bahwa yang benar adalah Kit-Kat (produk camilan cokelat), ternyata kita salah. Kitkat, itulah yang benar. Tanpa tanda setrip (-). Demikian juga, ketika kita mengira ucapan ratu jahat di Snow White yang berkata: “Mirror, mirror on the wall...”, ternyata salah. Kenyataannya, dia tak pernah berkata demikian, yang benar adalah: “Magic mirror on the wall...
Jadi, mengapa versi yang salah yang kita ingat?
Ilustrasi Sel otak (Foto: Thinstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sel otak (Foto: Thinstock)
Psikolog menjelaskan Mandela Effect melalui memori dan efek sosial--terutama memori palsu. Ini melibatkan kekeliruan dalam mengingat kejadian atau pengalaman yang belum pernah terjadi--atau distorsi ingatan yang ada. Pembuatan secara tak sadar ingatan palsu ini disebut konfabulasi. Dalam arti lebih luas, konfabulasi adalah pengisian kekosongan ingatan dengan cerita yang tidak benar, tapi juga tidak sepenuhnya bohong.
ADVERTISEMENT
Nah, inilah yang sebenarnya terjadi pada kasus Mandela. Ya, Mandela memang pernah dipenjara pada era 1980-an. Namun, yang mungkin banyak tidak diketahui orang adalah bahwa Mandela telah dibebaskan pada 1990. Memang tidak sepenuhnya bohong, tapi ada cerita yang tidak benar: cerita tentang kematian Mandela.
Kenangan salah juga terjadi dalam beberapa cara. Misalnya, paradigma Deese-Roediger dan McDermott yang menunjukkan bagaimana kita mempelajari daftar kata-kata yang mengandung item yang terkait erat--seperti "tempat tidur" dan "bantal" (dua kata tersebut adalah nomina/kata benda)--ternyata membuat kita menghasilkan interpretasi salah atas kata-kata yang terkait, namun tidak satu golongan, seperti "tidur" (verba/kata kerja).
Ketidaktepatan ingatan juga bisa timbul dari apa yang dikenal sebagai "source monitoring errors". Ini adalah contoh di mana banyak orang gagal membedakan antara kejadian nyata dan imajiner.
ADVERTISEMENT
Profesor psikologi AS, Jim Coan, dengan menggunakan prosedur "Lost in the Mall", membuat eksperimen singkat. Dia menceritakan tentang kejadian di masa kecil ketika saudaranya pernah tersesat di pusat perbelanjaan. Dengan sedikit detail tambahan, Coan membuat saudara laki-lakinya merasa ingat bahwa dia memang pernah mengalami kejadian tersebut. Padahal tidak pernah.
Psikolog kognitif dan ahli memori manusia, Elizabeth Loftus, menerapkan teknik serupa pada sampel yang lebih besar. Hasilnya, 25 persen peserta gagal mengenali bahwa kejadian tersebut palsu. Jumlah yang cukup tinggi.
Hindari Hoaks
Ilustrasi hoax (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hoax (Foto: Thinkstock)
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa banyak contoh Mandela Effect yang disebabkan oleh apa yang disebut "schema driven errors". Skema disusun dengan ‘paket’ pengetahuan yang mengarahkan ingatan. Dengan cara ini, skema memudahkan pemahaman materi, namun tetap bisa menghasilkan distorsi.
ADVERTISEMENT
Kesalahan seseorang kemudian bisa menjadi bagian dari kesalahan kolektif. Apalagi dengan adanya internet yang bisa memperkuat proses kekeliruan ini dengan cara mengedarkan informasi palsu. Atau biasa kita sebut Hoaks.
Dengan penyebaran hoaks, sebagian besar Mandela Effect terjadi akibat kesalahan memori dan kesalahan informasi sosial. Fakta bahwa manusia sering menyepelekan ketidakakuratan menunjukkan bahwa manusia kerap melakukan perhatian selektif untuk menghasilkan kesimpulan yang salah.
Inilah mengapa manusia begitu mudah mengklik berita yang mengundang perhatian dengan judul yang bombastis alias clickbait, mempercayainya begitu saja, dan terjadilah Mandela Effect-Mandela Effect berikutnya.