Paradoks 'Kucing Schrodinger', Masalah Terbesar Dunia Kuantum

Konten Media Partner
22 Februari 2018 15:39 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kucing Schrodinger (Foto: Youtube.com/SciShow)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kucing Schrodinger (Foto: Youtube.com/SciShow)
ADVERTISEMENT
Dunia Kuantum
Sebelum mengetahui apa sih ‘Kucing Schrodinger’ itu, kamu perlu berkenalan dengan dunia kuantum, sebagai permulaan.
ADVERTISEMENT
Dunia kuantum adalah dunia probabilitas, tempat banyak kemungkinan. Sekaligus tempat berbagai paradoks terjadi.
Dunia kuantum dipelajari dalam fisika kuantum, suatu cabang ilmu fisika yang mempelajari partikel-partikel dasar penyusun alam semesta. Jika kita mengira bahwa atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak bisa dipecah lagi, dunia kuantum ada dalam skala yang lebih kecil dari ukuran atom.
Bisa dibayangkan, kan? Kalau kamu pernah menonton ‘Ant Man’, yang sempat terjebak dalam ‘dunia kuantum’, seperti itulah gambaran mudahnya.
Partikel-partikel dalam dunia kuantum selalu berperilaku tak lazim. Itulah mengapa, dalam dunia kuantum, hukum fisika klasik, semacam hukum Newton atau sejenisnya, tidak bisa berlaku. Hukum fisika kuantum hanya bisa dijabarkan dalam bentuk persamaan matematika tingkat lanjut.
ADVERTISEMENT
Erwin Schrodinger dan ‘Kucing’-nya
Salah satu misteri terbesar dalam dunia kuantum adalah eksperimen imajiner atau khayalan yang dilakukan Erwin Schrodinger (1887-1961), fisikawan Austria sekaligus Bapak Fisika Kuantum, yaitu ‘kucing Schrodinger’ yang dicetuskan pada tahun 1935.
Eksprimen tersebut tidak menggunakan kucing sungguhan. Entah bagaimana kucing menjadi ‘alat’-nya, namun yang pasti, eksperimen ini hanya diungkapkan secara teoritis.
Schrodinger mengisahkan mengenai seekor kucing yang diletakkan di sebuah kotak tertutup bersama sebuah botol berisi racun sianida. Jika ada aktivitas peluruhan radioaktif, racun tersebut akan jatuh dan membunuh si kucing.
Aktivitas radioaktif tersebut diatur oleh hukum fisika kuantum yang hanya berisi probabilitas--antara meluruh dan tidak meluruh--atau disebut dengan kondisi ”superposisi”.
Otomatis, kucing di dalam kotak itu juga dalam kondisi superposisi, yakni mengalami keadaan hidup dan mati dalam waktu bersamaan. Satu-satunya jalan untuk memastikan bahwa kucing tersebut hidup atau mati adalah dengan membuka kotaknya. Masalahnya, kondisi superposisi ini sangat sensitif terhadap lingkungan luar sehingga setiap usaha mengamati atau mengukur dengan pasti kondisi kucing tersebut akan merusak keadaan kuantumnya.
Kucing Schrodinger (Foto: Youtube.com/poETheeds)
zoom-in-whitePerbesar
Kucing Schrodinger (Foto: Youtube.com/poETheeds)
Gambaran mudahnya, jika ada pohon tumbang di sebuah hutan atau ada spesies baru yang lahir hari ini, pohon tersebut tidak bisa dikatakan tumbang dan spesies baru itu bisa dikatakan ada, sampai pengamatan terjadi (ada manusia yang melihatnya). Jadi, memang dalam dunia nyata tidak ada kucing yang ‘setengah hidup-setengah mati’, namun selama kotak tidak terbuka (tidak ada yang mengamati), persentase hidup dan mati si kucing adalah 50 persen alias sama besar (hidup dan mati secara bersamaan).
ADVERTISEMENT
Jika kita ganti ‘kucing’ dengan ‘fungsi gelombang’, akan melahirkan banyak tafsir, salah satunya teori Many-Worlds Interpretation (MWI). Menurut teori tersebut, jika kita buka kotak dan kucing masih hidup, probabilitas ‘kucing mati’ tidak menghilang, tetapi mewujud di dunia paralel sebagai dampak dari percabangan superposisi.
Inilah paradoks Kucing Schrodinger yang menjadi masalah terbesar dunia kuantum.
Terpecahkan?
Pada tahun 2012, Serge Haroche (68) dari Perancis dan David Wineland (68) dari Amerika Serikat memenangkan Hadiah Nobel Fisika. Mereka berhasil menemukan metode eksperimen untuk mengamati dan mengontrol partikel kuantum.
Mereka telah berhasil ”menangkap” Kucing Schrödinger tanpa merusak kondisi kuantumnya. Bagaimana caranya?
Mereka--secara terpisah--menemukan metode untuk mengisolasi partikel-partikel kuantum, yang memungkinkan seseorang mengamati, menghitung, dan bahkan memanipulasinya. Selama ini, mengamati partikel kuantum tunggal, dan kemudian mengendalikan perilakunya, adalah sesuatu yang dianggap mustahil.
ADVERTISEMENT
”Partikel-partikel tunggal itu tidak mudah diisolasi dari lingkungan sekitarnya dan mereka akan kehilangan berbagai properti kuantum yang misterius,” ungkap panitia Hadiah Nobel 2012. Meski begitu, fisikawan masih sering menggunakan cara-cara setiap interpretasi dengan kucing Schrödinger sebagai langkah untuk menggambarkan dan membandingkan ciri, kekuatan, dan kelemahan masing-masing interpretasi.
Pernah Menjadi Google Doodle
Pada 12 Agustus 2013, Google Doodle merayakan hari jadi ke-126 pencetus paradoks kucing Schroginger, Erwin Schrodinger.
Dia lahir di Vienna, Austria, pada 1887. Pada 1933, Schrodinger meraih Hadiah Nobel Fisika.
Begini ilustrasi paradoks kucing Schrodinger, versi Google Doodle: