Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten Media Partner
Pertama Kali: Astronom Temukan Isi Void, Ruang Kosong di Alam Semesta
20 Maret 2018 17:11 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
ADVERTISEMENT
Alam semesta sangat luas. Terdiri dari miliaran galaksi yang seakan saling terhubung, membentuk semacam jejaring rumit antargalaksi. Kita menyebutnya jejaring kosmos.
ADVERTISEMENT
Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dalam jejaring kosmos ini. Termasuk semacam celah atau ruang-ruang kosong di alam semesta, seperti lubang dalam sebuah keju, yang disebut Void.
Jika kamu melihat gambar di atas, filamen biru tersebut merepresentasikan materi dalam alam semesta (termasuk materi gelap/materi yang belum diketahui), sementara lubang-lubang hitam tersebut merepresentasikan void.
Void terlihat seperti Lubang Hitam, tapi berbeda. Lubang Hitam--sebenarnya bukanlah sebuah lubang--adalah materi padat yang memiliki gaya gravitasi superbesar, yang mampu menarik apapun di dekatnya, termasuk cahaya.
Sementara Void adalah ruang kosong superbesar dalam alam semesta. Tidak ada satu pun galaksi di dalam void. Sejatinya, ruang kosong sebesar itu bisa diisi ratusan hingga ribuan galaksi.
Void dalam ruang angkasa terjadi karena perluasan alam semesta. Perluasan yang telah terjadi sejak alam semesta terbentuk akhirnya menghasilkan ruang di antara filamen.
ADVERTISEMENT
Namun, apa yang ada di dalam void?
Bertahun-tahun, pertanyaan tersebut menjadi misteri. Namun untuk pertama kalinya, para astronom--dengan menggunakan metode baru--berhasil mengintip ke dalam ‘celah’ misterius ini.
Ruang kosong void dideteksi lewat pengamatan Cosmic Microwave Background (CMB). CMB adalah sisa radiasi elektromagnetik yang ditinggalkan oleh Epoch of Recombiniation sekitar 380.000 tahun setelah Big Bang. Bisa dikatakan, CMB adalah salah satu cahaya pertama yang muncul di alam semesta.
Berdasarkan pengamatan tersebut, void ternyata berkorelasi dengan suhu. Daerah dengan suhu yang lebih panas berhubungan dengan filamen, sementara daerah dengan suhu yang dingin terkait dengan void.
Penelitian pertama yang menggunakan peta CMB untuk mempelajari rongga kosmis ini dipimpin oleh David Alonso dari Oxford University di Inggris. Tim peneliti telah memetakan 774 ‘rongga’ ke CMB untuk mempelajari sifat-sifat gas yang mengapung di dalam void.
ADVERTISEMENT
Mereka menggunakan data dari Baryon Oscillation Spectroscopic Survey (BOSS) untuk mensurvei gelombang suara yang bergetar ketika alam semesta masih cukup dini. Gelombang tersebut masih dapat dideteksi di seluruh alam semesta sebagai fluktuasi reguler yang normal.
Cara ini juga dapat mengungkap lokasi seluruh void di alam semesta. Mereka kemudian membandingkan energi foton (partikel yang mewakili kuantum cahaya atau radiasi elektromagnetik) dari CMB dalam setiap ‘celah’ terhadap tekanan elektron. Semua itu dimodelkan demikian untuk menyimpulkan sifat gas di dalam void.
Mereka menemukan bahwa tekanan di dalam void lebih rendah daripada rata-rata keseluruhan tempat di alam semesta. Tidak banyak materi dan tidak banyak aktivitas dalam ruang kosong tersebut.
Selain itu, ditemukan pula materi lain--sebuah petunjuk bahwa terdapat gas di dalam void yang mungkin lebih hangat dari yang kita perkirakan--yang mungkin terkait dengan pembentukan galaksi.
ADVERTISEMENT
Penemuan tersebut bisa menjadi berita besar. Pasalnya, peneliti baru saja menemukan bahwa ‘angin’ dari lubang hitam supermasif bisa membentuk seluruh galaksi. Itu artinya galaksi bisa saja terbentuk di dalam void, meski jarak void dapat mencapai miliaran tahun cahaya.
Seperti apa yang dikatakan Christopher Crocker yang dilansir dari ScienceAlert, "Jika temuan ini bisa dicermati lagi, bisa menjadi tanda bahwa ‘jet kuat’ dari lubang hitam supermasif memompa energi menuju gas intergalaksi dan membantu pembentukan galaksi."
Penelitian yang telah dipublikasikan di Physical Review D ini masih tetap membutuhkan pengamatan yang lebih mendalam dengan teleskop yang lebih canggih untuk memverifikasi data.