Konten Media Partner

Psikopat dan Pengondisian Budaya

13 Maret 2018 15:56 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Psikopat (Foto: fi.wikipedia.org)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Psikopat (Foto: fi.wikipedia.org)
ADVERTISEMENT
Apa Itu Psikopat?
Psikopat bukan lagi istilah asing dalam telinga kita. Kalau kamu melihat film-film thriller, kamu akan mengira bahwa psikopat adalah orang yang suka menyiksa orang lain, dan senang melihat orang yang disiksa tersebut menderita secara fisik dan batin.
ADVERTISEMENT
Padahal, konsep tersebut kurang tepat. Psikopat, asal kamu tahu, bisa ada di sekelilingmu. Bisa ada pada pribadi yang kamu merasa kenal baik. Atau kalau kamu tidak menyadarinya, bisa saja itu kamu.
Psikopat, pada kenyataannya, adalah orang yang manipulatif dan mudah mendapatkan kepercayaan orang lain. Namun, di balik kesannya yang biasa-biasa saja--atau bahkan kerap mempesona--terdapat sifat yang minim empati, tanpa rasa bersalah, dan tanpa penyesalan.
Pada akhirnya, memang ada seperangkat ciri tertentu dari seorang psikopat. Pesona superfisial (kedangkalan), rasa egois, perilaku licik, dan kurangnya empati. Ciri-ciri tersebut, sebagian atau seluruhnya, mungkin ada pada dirimu.
Namun, apakah benar bahwa kamu 100% adalah seorang psikopat?
Untungnya, tidak begitu. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Abnormal Psychology telah menunjukkan perbedaan berbasis negara antara psikopat. Hal tersebut memungkinkan jika perbedaan budaya di setiap negara akan mempengaruhi karakteristik psikopat.
ADVERTISEMENT
Perbedaan Ciri Psikopat di AS dan Belanda
Hannibal Lecter (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Hannibal Lecter (Foto: Wikimedia Commons)
Ketika "rasa tidak berperasaan" dan "kurangnya empati" merupakan ciri khas psikopat Amerika, psikopat Belanda lebih dikenal karena "tidak bertanggung jawab" dan "gaya hidup parasit". Hal ini menunjukkan bahwa pengkondisian sosial berperan dalam membentuk ekspresi sifat psikopat.
Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Bruno Verschuere, seorang profesor psikologi forensik di Universitas Amsterdam, mengukur tingkat psikopati dalam dua sampel. Dengan menggunakan Psychopathy Checklist Revised (PCL-R) yang diciptakan psikolog Kanada Robert D. Hare pada 1970, riset dilakukan kepada 7.450 individu dari AS dan Belanda.
Daftar tersebut menilai 20 tanda yang menggambarkan psikopat, termasuk pesona yang tidak masuk akal dan dangkal, kurangnya penyesalan atau kesalahan, impulsif, tidak bertanggung jawab, dan kegagalan untuk menerima tanggung jawab atas tindakan seseorang. Tim kemudian menggunakan analisis jaringan untuk menghitung skor psikopat dan mengetahui karakteristik yang paling umum terjadi pada masing-masing kelompok.
ADVERTISEMENT
Selain "tidak berperasaan" dan "kurang berempati", psikopat Amerika sering menunjukkan tanda-tanda "pengalaman emosional yang dangkal/kurang". Sebaliknya, para psikopat Belanda "tidak bertanggung jawab" dan "parasit", namun "kurangnya pengalaman emosional" adalah salah satu karakteristik perifer (jarang muncul) mereka yang lebih banyak.
Mengapa Ada Kemungkinan Perbedaan Karakteristik Psikopat di Setiap Budaya?
Pennywise (Foto: The Sun UK)
zoom-in-whitePerbesar
Pennywise (Foto: The Sun UK)
Salah satu penjelasan yang mungkin untuk perbedaan ini adalah bahwa ada perbedaan cara profesional menilai sifat psikopat di kalangan pelaku dan populasi psikiatri di AS dan Belanda. Namun, para periset berpikir bahwa kemungkinan besar perbedaan ini berawal dari proses yang disebut pengondisian budaya.
Inti dari pengondisian budaya adalah bagaimana orang-orang di pemerintahan, media, dan pendidikan membentuk apa yang diterima secara kultural dan sosial dalam masyarakat tertentu. Ini mendukung sebuah teori yang mengatakan bahwa kondisi mental tertentu ditentukan secara budaya--atau paling tidak dipengaruhi.
ADVERTISEMENT
Skizofernia, salah satu contohnya. Penelitian pada tahun 2004 membuktikan adanya perbedaan karakteristik pengidap skizofernia--bergantung pada budaya negara tersebut yang cenderung ‘kolektivis’ atau ‘individualis’. Pengidap skizofernia di Amerika terlihat seperti ancaman, sementara mereka yang berada di India terlihat lebih menyenangkan.
Penelitian selanjutnya akan berusaha mengklarifikasi karakteristik psikopat dalam budaya lain dan memberikan cara baru untuk menilai psikopat pada tingkat umum.
Jika ciri psikopat mungkin berbeda di setiap budaya, menurutmu, bagaimana karakteristik psikopat dalam budaya Indonesia?