Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten Media Partner
Stephen Hawking, Albert Einstein, dan Sumbangsih Mereka untuk Sains
14 Maret 2018 17:14 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
ADVERTISEMENT
Hari ini, dunia terkejut dengan kabar duka: Stephen Hawking meninggal dunia. Uniknya, hari ini juga merupakan hari lahir Albert Einstein yang ke-139, tepatnya 14 Maret 1879.
ADVERTISEMENT
Hari kelahiran Einstein dan hari kematian Hawking ini juga merupakan peringatan Pi Day atau Hari Pi. Kamu pasti ingat kan, jika mengukur luas lingkaran atau tabung harus menggunakan Pi? Nah, Pi adalah konstanta matematika yang berhubungan dengan lingkaran yang memiliki nilai 3,14.
Menariknya lagi, Einstein dan Hawking meninggal di usia 76 tahun.
Kebetulan? Mungkin ya, mungkin tidak.
Tapi yang pasti, Hawking dan Einstein adalah dua fisikawan genius yang terkenal dengan teori-teori terkait Relativitas dan Lubang Hitam. Keduanya memang berada dalam dua generasi yang berbeda, namun sama-sama memberikan sumbangsih yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan, khususnya sains.
Einstein, Teori Relativitas Khusus, dan Teori Relativitas Umum
Teori Relativias Khusus pertama kali dicetuskan Einstein pada 1905. Teori tersebut menjelaskan perilaku objek dalam ruang dan waktu.
ADVERTISEMENT
Einstein menetapkan bahwa hukum fisika sama untuk semua pengamat yang tidak memiliki percepatan dan kecepatan cahaya dalam ruang hampa tidak bergantung pada gerak semua pengamat. Inilah teori relativitas khusus.
Teori ini memperkenalkan kerangka baru dalam dunia fisika dan mengemukakan konsep baru tentang ruang dan waktu.
Einstein menghabiskan 10 tahun untuk mencoba memasukkan percepatan dalam teori tersebut. Maka, terbentuklah teori relativitas umum pada 1915. Di dalam teori tersebut, dia mengatakan bahwa benda masif menyebabkan distorsi di luar angkasa, yang terasa sebagai gravitasi.
Einstein menemukan bahwa ruang dan waktu terjalin menjadi satu rangkaian yang dikenal sebagai ruang-waktu. Peristiwa yang terjadi bersamaan dengan satu pengamat bisa terjadi pada waktu yang berbeda dengan pengamat yang lain.
ADVERTISEMENT
Meski terlihat rumit, teori ini bisa dipahami dengan cukup sederhana. Pertama, tidak ada kerangka ‘acuan’ mutlak terkait waktu (relatif). Kedua, cepat rambat cahaya di ruang hampa adalah sama untuk semua pengamat. Ketiga, tidak ada yang mengalahkan kecepatan cahaya.
Jika kamu menonton film Interstellar (2014), kamu akan mengerti bahwa waktu memang bersifat relatif, bisa memanjang atau memendek, tetapi tidak bisa mundur.
Sebagai contoh, ketika kamu berada di sebuah planet antahberantah yang begitu jauh selama satu jam saja--dengan kala rotasi dan revolusi yang lebih besar), dari pengamatan di Bumi, kamu sudah menghabiskan waktu di planet tersebut selama bertahun-tahun. Dengan kata lain, satu jam di planet tersebut sama dengan bertahun-tahun di Bumi.
Contoh lain yang lebih sederhana adalah ketika sekarang kamu melihat cahaya Matahari, apa yang kamu lihat adalah cahaya dari 7 menit yang lalu. Cahaya tersebut ketika pertama kali memancar dari Matahari butuh waktu sekitar 7 menit untuk sampai ke bumi dan mata kita.
ADVERTISEMENT
Bahkan, cahaya bintang yang kamu lihat pada malam hari adalah cahaya dari masa lalu, bisa ratusan, ribuan, atau jutaan tahun lalu. Tergantung dari jarak bintang tersebut ke Bumi. Bisa saja, bintang yang kamu lihat saat ini sebenarnya sudah tidak ada--meledak dalam peristiwa Supernova.
Hawking, Lubang Hitam, dan ‘A Brief History of Time’
Einstein, dengan teori relativitas umum-nya memang memperkirakan keberadaan Lubang Hitam. Meski begitu, Einstein bukanlah penemu Lubang Hitam.
Karl Schwarzschild menujukkan eksistensi Lubang Hitam dengan ‘Radius Schwarzschild’--pengukuran sebarapa padat benda untuk menjadi Lubang Hitam. Jauh sebelum itu, John Michell, ilmuwan Inggris, telah memperkirakan adanya ‘bintang hitam besar’ dengan gaya gravitasi yang kuat.
Uniknya, hingga 1967, 12 tahun setelah kematian Einstein, belum ada istilah ‘Black Hole’ atau Lubang Hitam. Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh ahli fisika Amerika Serikat, John Archibald Wheeler, pada 1968.
ADVERTISEMENT
Stephen Hawking, semasa hidupnya memang terkenal sebagai ilmuwan peneliti lubang hitam. Meski dia menderita penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) yang melumpuhkan kaki, tangan, dan bibirnya sejak usia 21 tahun, namun otaknya tidak pernah ‘mati’ karena penyakitnya tersebut.
Salah satu karyanya yang paling cemerlang adalah Hawking’s Equation atau Persamaan Hawking. Formula ini melibatkan kecepatan cahaya (c), konstanta Newton (G), dan variabel lain yang disebut Radiasi Hawking.
Radiasi Hawking diperkenalkan pada 1974 ketika dia memprediksi Lubang Hitam yang ‘menguap’ setiap saat. Radiasi Hawking memengaruhi "menguapnya" massa lubang hitam ke lingkungan sekitarnya--yang menyebabkan lubang hitam mati. Rumus tersebut kelak akan ditulis di atas nisan kuburnya.
Terkait Lubang Hitam, Stephen Hawking pernah mengemukakan bahwa Lubang Hitam adalah pintu menuju universe lain. Menurutnya, Lubang Hitam bukanlah sebuah penjara dan tidak akan menyimpan semua materi yang ditelannya.
ADVERTISEMENT
Namun, apa yang ada di dalam Lubang Hitam masih menjadi misteri besar. Mungkin saja, di dalamnya terdapat ‘tesseract’, materi lima dimensi yang mengatur ruang dan waktu, seperti pada film Interstellar (2014). Namun, apapun itu, Hawking meyakini ada jalan keluar dari Lubang Hitam.
“Jika suatu hari, kamu terjebak di dalam Lubang Hitam, jangan menyerah. Karena pasti ada jalan keluar,” kata Hawking dengan nada bercanda--walau dia tidak sedang bercanda. Senada seperti motto hidup Hawking, akan selalu ada harapan.
Selain Lubang Hitam, Hawking juga dikenal dengan pemikiran-pemikirannya dalam bidang fisika kuantum, terutama mengenai teori kosmologi dan gravitasi kuantum.
Stephen Hawking juga membuat buku A Brief History of Time yang diterbitkan pada 1988. Dalam buku tersebut, Hawking mencoba menjawab pertanyaan awam tentang alam semesta--dari awal eksistensinya hingga kemungkinan berakhirnya.
ADVERTISEMENT
Meski Hawking memantapkan posisinya sebagai ateis, Hawking menerbitkan A Briefer History of Time yang menjawab pertanyaan awam tentang peran Tuhan dalam penciptaan alam semesta--sejarah hingga masa depan.
Kisah hidup Hawking dan cerita romansa dengan istri pertamanya sudah difilmkan pada 2014 dengan judul The Theory of Everything. Film yang membawa Eddie Redmayne--yang memerankan Stephen Hawking--meraih Piala Oscar 2015 sebagai Aktor Terbaik.
Pada akhirnya, kita memang layak berterima kasih kepada Hawking--juga kepada Einstein--atas sumbangsihnya pada ilmu pengetahuan, khususnya terkait alam semesta, yang kemudian menjadi sosok penting dalam perkembangan dunia. Selamat jalan, Stephen Hawking!