Konten dari Pengguna

Teknologi Pemindaian 3D sebagai Upaya Pengungkapan Keanekaragaman Hayati

Endah Dwijayanti
Peneliti di bidang Biosistematika dan Evolusi Mamalia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
9 Oktober 2024 15:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Endah Dwijayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penulis:
Endah Dwijayanti (Kelompok Riset Mamalia, Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi – BRIN)
ADVERTISEMENT
Alamsyah Elang Nusa Herlambang (Kelompok Riset Herpetofauna, Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi – BRIN)
Kemajuan teknologi pemindaian 3D telah membuka peluang baru dalam penelitian biologi, khususnya dalam penggunaan spesimen museum untuk studi sistematika, evolusi, dan konservasi spesies. Teknologi ini memungkinkan penciptaan citra 3D yang sangat detail dari organisme, yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti, akademisi, dan pendidik. Model digital 3D, yang sering disebut sebagai "spesimen virtual," tidak hanya digunakan untuk identifikasi spesies, tetapi juga untuk berbagi data dengan ilmuwan di seluruh dunia dan meningkatkan keterlibatan publik melalui program edukatif. Semua ini berperan penting dalam mendukung upaya konservasi spesies.
Model 3D yang realistis menambah nilai ilmiah dari koleksi spesimen fisik di museum, yang selama berabad-abad menjadi alat utama dalam studi sistematika, taksonomi, dan anatomi. Biasanya, spesimen fisik di museum memungkinkan ilmuwan mempelajari spesies melalui pengamatan visual, pengukuran morfometri, dan analisis genetik. Sekarang, banyak museum sejarah alam di seluruh dunia telah mendigitalisasi koleksi mereka, sehingga memperluas aksesibilitas dan jangkauan ilmuwan terhadap koleksi tersebut. Model 3D sangat berguna ketika akses terhadap spesimen fisik terbatas oleh peraturan hukum atau biaya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, pemindaian 3D di lapangan memungkinkan ilmuwan untuk membuat model 3D dari organisme hidup di habitat aslinya, tanpa harus memindahkannya. Sebagai contoh, para ilmuwan telah berhasil melakukan pemindaian 3D pada beberapa spesies katak di Filipina dan reptil di Siprus dalam keadaan hidup. Meskipun masih ada tantangan yang dihadapi, pencapaian ini menunjukkan potensi besar teknologi pemindaian 3D dalam penelitian biologi dan konservasi.
Teknik Pencitraan 3D
Dalam penelitian hewan, terdapat beberapa teknik pencitraan 3D yang umum digunakan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu teknik yang efektif adalah pemindaian Tomografi Terkomputasi (CT-Scan), yang memungkinkan pemindaian detail bagian dalam tubuh organisme di laboratorium yang terkendali. Namun, CT-Scan tidak cocok untuk hewan hidup dan memerlukan peralatan yang mahal.
Contoh hasil pemindaian Tomografi Terkomputasi (CT-Scan) pada ikan jenis Tamanka siitensis. Sumber foto: https://news.umich.edu/scientists-ct-scanned-thousands-of-natural-history-specimens-which-you-can-access-for-free/ , credit gambar : University of Michigan Museum of Zoology
Teknik lainnya adalah pemindaian laser, di mana cahaya diproyeksikan ke permukaan tubuh organisme, dan data yang dipantulkan diukur untuk menghasilkan citra 3D. Metode ini memiliki akurasi tinggi dan bahkan dapat menangkap warna permukaan. Namun, teknik ini bisa memakan waktu, terutama untuk objek besar, sehingga kurang efektif untuk memindai organisme yang bergerak.
ADVERTISEMENT
Contoh hasil pemindaian tengkorak rusa menggunakan Teknik pemindaian laser (https://www.artec3d.com/cases/my-engineering-3d-scanning-deer-antlers )
Fotogrametri 3D merupakan teknik ketiga yang juga banyak digunakan. Teknik ini menggabungkan banyak gambar 2D dari berbagai sudut untuk membentuk model 3D. Fotogrametri 3D sangat fleksibel, dapat diterapkan pada berbagai jenis organisme, mulai dari hewan kecil hingga mamalia besar, dan bahkan dapat digunakan pada hewan hidup serta di lapangan. Namun, kualitas hasilnya sangat bergantung pada faktor-faktor seperti resolusi kamera, pencahayaan, dan perangkat lunak yang digunakan.
Teknik pemindaian 3D dengan metode fotogrametri 3D (https://digitallife3d.org/gear )
Dengan menggabungkan berbagai teknik ini—seperti pemindaian laser, fotogrametri 3D, dan CT-Scan—para peneliti dapat meningkatkan akurasi dan aplikasi model 3D dalam studi hewan. Pendekatan integratif ini membuka peluang baru untuk menciptakan arsip digital yang komprehensif, yang berfungsi sebagai sumber daya penting bagi studi ilmiah, pendidikan, dan konservasi di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Tantangan Riset berbasis 3D di Indonesia
Keunggulan Indonesia dalam potensi keanekaragaman hayati tentunya menjadi nilai tambah dalam dunia penelitian. Potensi ini dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi pemindaian 3D dalam mempelajari keanekaragaman hayati Indonesia. Namun, tentu saja tidak mudah mewujudkan hal tersebut karena berbagai tantangan yang akan dihadapi, diantaranya dari segi sumber daya hingga saat ini sumber daya manusia yang mampu melakukan pemindaian 3D pada makhluk hidup masih sangat sedikit. Sumber daya berupa alat pemindaian 3D juga belum banyak tersedia di Indonesia, terutama alat yang khusus digunakan untuk spesimen makhluk hidup. Dari segi penyimpanan data, tentunya data 3D memerlukan ruang penyimpanan dan pengolahan data yang cukup besar, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan secara personal, perlu adanya pusat penyimpanan data juga pengelolaan datanya. Yang tidak kalah penting juga, data digital yang sudah tersimpan perlu diatur penggunaannya agar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, misalnya dibuat kategori pemanfaatan untuk public atau untuk penelitian, dengan proses bisnis yang jelas sehingga tidak ada penyalahgunaan data. Harapannya, jika semua tantangan ini dapat diatasi dengan baik, pemanfaatan sumber daya kehati di Indonesia dapat meningkat dengan tajam seiring dengan upaya konservasinya di alam melalui pemanfaatan teknologi 3D ini.
ADVERTISEMENT