Konten dari Pengguna

Penanaman Agroforestri Pangan dan Tantangan Menuju Swasembada yang Berkelanjutan

Eko Margana
Pemerhati Pangan dan Pertanian di Pangan Institute
6 Februari 2025 11:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eko Margana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional, Eko Margana. Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
foto: Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional, Eko Margana. Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman bersama Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni melaksanakan penanaman Agroforestri Pangan secara serentak di 17 provinsi di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan kering melalui penanaman padi lahan kering dan Tanaman Serbaguna atau Multipurpose Tree Species (MPTS). Penanaman agroforestri tidak hanya sekadar meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga berfungsi untuk melestarikan lingkungan dan memberdayakan masyarakat melalui peran serta masyarakat hukum adat dalam mengelola kawasan hutan.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang terus berjuang menuju swasembada pangan, Indonesia harus cermat dalam memilih strategi yang tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga menjaga keberlanjutan alam. Upaya yang dilakukan melalui penanaman padi gogo di lahan hutan sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan hasil pangan adalah langkah yang progresif. Dalam implementasinya, program ini menunjukkan bahwa ada potensi besar dalam pemanfaatan sekitar 500.000 hektare lahan yang dapat dimanfaatkan untuk tumpang sari dengan tanaman pangan.
Selain tanaman pangan, pengembangan tanaman energi juga harus menjadi fokus dalam upaya mencapai swasembada energi terbarukan. Tanaman seperti nyamplung, kemiri sunan, dan kepuh memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan baku energi terbarukan seperti bioetanol dan biodiesel. Sumber daya ini harus dimaksimalkan, mengingat potensi biomasa yang dimiliki hutan Indonesia sangat melimpah dan dapat memberikan manfaat ganda: sebagai penghasil energi dan sebagai solusi untuk rehabilitasi lahan kritis.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, pemanfaatan tanaman energi di lahan non-produktif akan membantu Indonesia tidak hanya dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan ketahanan energi yang ramah lingkungan.
Namun, selain optimasi lahan dan penanaman tanaman pangan, kita harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, jika kita melihat pencadangan lahan di kawasan hutan yang potensi luasnya mencapai 23,2 juta hektare, penting bagi pemerintah untuk melakukan langkah hati-hati dalam memanfaatkan lahan tersebut. Pengelolaan hutan yang baik, yang mencakup rehabilitasi dan pemanfaatan lahan non-produktif, menjadi kunci agar tidak terjadinya deforestasi yang bisa menyebabkan bencana alam.
foto: Areal Lahan Persawahan di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dok Pribadi
Keseimbangan Antara Pembangunan dan Pelestarian Hutan
Meskipun penanaman agroforestri pangan menjadi solusi untuk ketahanan pangan, kita tak bisa mengabaikan perlunya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian hutan. Hutan yang kita miliki bukan hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga berfungsi sebagai penyangga ekosistem yang sangat penting. Keberadaan hutan yang lestari sangat berperan dalam mengatur iklim, menyerap karbon, serta melindungi keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, pemanfaatan kawasan hutan harus mengutamakan fungsi ekologis hutan dan tidak merusak daya dukung lingkungan.
ADVERTISEMENT
Program perhutanan sosial yang diterapkan dalam penanaman agroforestri ini merupakan sebuah langkah untuk memberi manfaat langsung kepada masyarakat melalui pemberdayaan mereka sebagai pengelola kawasan hutan. Kehati-hatian dalam menetapkan area yang dapat dimanfaatkan adalah langkah penting untuk menghindari dampak negatif seperti kerusakan ekosistem atau kerugian bagi masyarakat lokal.
Namun, di balik peluang besar tersebut, ada tantangan dalam mengelola pemanfaatan lahan ini secara adil dan bijaksana. Salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah praktik moral hazard seperti penguasaan lahan (land banking) atau perampasan lahan (land grabbing) yang merugikan masyarakat adat atau masyarakat setempat. Untuk itu, pengawasan yang ketat, transparansi dalam proses perizinan, serta keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan.
ADVERTISEMENT
Program ekstensifikasi lahan harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan. Dukungan yang adil dan merata akan memastikan bahwa hasil dari pemanfaatan hutan tidak hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi juga membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Penanaman agroforestri pangan di Indonesia merupakan langkah maju dalam upaya mencapai swasembada pangan dan energi. Namun, untuk memastikan keberlanjutan program ini, penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian hutan. Keberhasilan dari program ini akan bergantung pada bagaimana sektor pertanian dan kehutanan bekerja bersama dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang ekosistem hutan, serta penerapan teknologi dan mekanisasi pertanian yang tepat, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih mandiri dan berkelanjutan dalam hal pangan dan energi. Keberhasilan program ini tidak hanya akan dirasakan oleh generasi saat ini, tetapi juga oleh generasi yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh: Eko Margana (Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional)