Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Greysia/Apriyani: Melawan Pandemi Menciptakan Anomali
21 Mei 2022 9:54 WIB
Tulisan dari Eneng Siti Sondari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan di negeri orang, selalu menjadi pengalaman yang penuh haru. Baik menyaksikan langsung atau melalui layar televisi, setiap alunan nada Indonesia Raya seperti memiliki daya magis dua kali lipat lebih besar daripada saat bergema di luar tanah air.
Kesempatan untuk mendengar Indonesia Raya dikumandangkan di luar negeri salah satunya datang dari ajang olah raga. Bagi Indonesia, sudah tentu olah raga favorit yang dinilai paling berprestasi mengharumkan nama bangsa adalah bulu tangkis.
ADVERTISEMENT
Dampak Pandemi
Tahun 2020 seharusnya menjadi tahun penyelenggaraan pesta olah raga terbesar, yaitu Olimpiade, di Tokyo, Jepang. Karena pandemi, tuan rumah terpaksa melakukan banyak penyesuaian agar pergelaran tersebut dapat tetap terlaksana dengan aman, meski harus mengundurnya ke tahun 2021. Akibatnya, anggaran yang dikeluarkan Pemerintah Jepang untuk Olimpiade meningkat tajam sebagai konsekuensi penerapan protokol kesehatan.
Pandemi juga berpengaruh terhadap penghitungan poin kualifikasi Olimpiade dan terhadap persiapan atlet menjelang Olimpiade itu sendiri. Sejumlah turnamen bulu tangkis berkelas Super 300 ke atas terpaksa dibatalkan. Padahal, saat itu sejumlah atlet bulu tangkis Indonesia sedang dalam performa terbaiknya.
Saat awal pandemi, pasangan ganda campuran Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti baru saja menjuarai turnamen paling bergengsi berkelas Super 1.000, All England, Maret 2020. Ditambah lagi, pasangan ini sebelumnya juga berhasil menjadi juara pada dua turnamen berkelas Super 750, yaitu Denmark Open dan French Open, secara back-to-back, Oktober 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Tak tanggung-tanggung, lawan yang mereka kalahkan di final kedua turnamen itu adalah dua ganda campuran Tiongkok peringkat pertama dan ke-2 dunia yang selalu menjadi penjegal langkah mereka selama ini. Praveen/Melati sukses menyudahi permainan lawan dengan aksi yang sensasional, perpaduan antara jump smash dan drop shot Ucok, panggilan Praveen, serta pertahanan dan kelincahan Melati di depan net. Siapapun yang mengikuti perjalanan Praveen/Melati saat itu, pasti optimis bahwa mereka berpeluang besar memboyong medali emas Olimpiade Tokyo.
Meskipun tak sepesat Praveen/Melati, performa ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, saat itu juga sedang menunjukkan peningkatan. Pada gelaran Indonesia Masters, Januari 2020, pasangan yang menduduki ranking ke-8 dunia tersebut berhasil membukukan gelar pertama mereka. Di final, mereka mengalahkan pasangan Korea Selatan berperingkat ke-6 dunia yang sedang naik daun, Kim So Yeong/Kong Hee Yong, dua game langsung.
ADVERTISEMENT
Prestasi mereka berlanjut di Spain Masters, Februari 2020. Mereka meraih predikat juara setelah mengalahkan juara Eropa, Stoeva bersaudara, melalui pertarungan sengit dengan skor 18-21, 22-20 dan 21-17.
Sayangnya, pandemi mengacaukan kesinambungan ritme kesiapan fisik dan mental atlet menjelang Olimpiade. Dengan banyaknya turnamen yang dibatalkan, grafik permainan atlet banyak yang mengalami penurunan. Tapi, hal tersebut tidak berlaku bagi Greysia/Apriyani dan beberapa anomali lainnya di Olimpiade Tokyo.
Anomali Olimpiade 2020
Olimpiade 2020 cabang olah raga bulu tangkis betul-betul menyisakan banyak kejutan dengan terhentinya sejumlah pemain unggulan di babak-babak awal. Adalah Kevin Cordon , pemain tunggal putra Guatemala yang tiba-tiba menjadi perhatian dunia. Bagaimana tidak, meski berasal dari negara yang tidak familiar dengan bulu tangkis, Kevin ternyata mampu berbicara banyak di Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Pemain kidal yang saat itu berperingkat ke-59 tersebut sukses melangkah sampai ke semifinal. Di laga perebutan posisi ke-3, ia dikalahkan oleh jagoan kita, Anthony Sinisuka Ginting, sehingga medali perunggu menjadi milik Indonesia. Meski tidak meraih medali, Kevin Cordon telah membuat Guatemala bangga.
Menariknya, prestasi tersebut tidak terlepas dari campur tangan anak bangsa. Pelatih Kevin, Muamar Qadafi, adalah alumnus PB Djarum yang telah berpengalaman menjadi pelatih di beberapa negara di benua Amerika.
Selanjutnya, siapa sangka, sektor ganda putra Indonesia yang dianggap paling berpeluang, ternyata mendapat sandungan yang tidak terduga. Dua ganda putra utama kita yaitu Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan harus menelan pil pahit lantaran terhenti langkahnya oleh pasangan yang sama dari Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik. Padahal, di atas kertas, kedua pasangan tersebut masih unggul jauh dalam rekor pertemuan mereka dengan Aaron/Soh. Begitu juga dengan nasib Praveen/Melati, yang terhenti di perempat final.
ADVERTISEMENT
Kondisi serupa juga dialami beberapa atlet dari negara lain. Kento Momota, pemain tunggal putra peringkat pertama, misalnya. Ia harus mengakui kekalahan dari pemain non unggulan, Heo Kwang Hee, di babak ke-2. Kemudian ada Ng Ka Long Angus yang dijegal Kevin Cordon, juga di babak ke-2.
Lalu, harapan itu muncul dari Greysia/Apriyani. Bermain sebagai pasangan non-unggulan, sedari babak awal mereka ternyata mampu melibas lawan mereka dengan pertarungan yang memukau. Jika melihat draw pertandingan, hampir tidak akan ada yang menyangka mereka bisa lolos ke final. Pasalnya, mereka ditantang oleh lawan-lawan berat, seperti Yuki Fukushima/Sayaka Hirota.
Mereka juga bermain sangat impresif di laga final melawan pasangan Tiongkok yang berstatus unggulan ke-2, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan. Entah latihan seperti apa yang mereka lakukan selama libur turnamen saat pandemi, sehingga unggulan ke-2 yang biasanya bermain ngotot tersebut seperti tersihir oleh semangat membara ganda putri kita.
ADVERTISEMENT
Terima kasih bulu tangkis.