Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
'Kampung Wisata' di Buffor Zone KEK Tanjung Lesung Punya Potensi Tapi Sayang
8 Februari 2018 8:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Engkos Kosasih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandeglang – Kampung Patikang merupakan salah satu kampung yang berada di Desa Citeureup, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang. Sekitar 30 Kepala Keluarga (KK) menetap di kampung tersebut. Mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai nelayan.
ADVERTISEMENT
Berada di buffer zone (wilayah penyangga) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, Kampung Patikang dinilai memiliki potensi menjadi kampung wisata. Sayangnya, sebagian besar warga di Kampung Patikang hidup dalam kondisi ekonomi kekurangan. Bahkan tidak sedikit, tempat tinggal warga yang tak layak huni.
“Seperti halnya di taman wisata alam Mangrove Jakarta Utara agar warganya bisa sejahtera, apalagi ini berada di wilayah penyangga KEK Tanjung Lesung,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Putri Gundul Desa Citeureup, Deden, saat berbincang dengan Banten Hits, Minggu (5/11/2017).
Rumah warga di Kampung Patikang berdiri di atas rawa dengan tanaman Mangrove yang tumbuh hingga ke sekelilingnya. Musim hujan dan air laut pasang menjadi kekhawatiran warga. Pasalnya, permukiman dengan rumah yang terbuat dari material kayu dengan pondasi umpak tersebut kerap menjadi langganan banjir.
ADVERTISEMENT
Jembatan terbuat dari kayu dan bambu bekas bagan nelayan tanpa pegangan menjadi sarana warga untuk beraktivitas, terutama saat musim hujan.
“Pikarunyaen lamun usim hujan, sendalna sok dijingjing bae ku sabab ledok (kasihan kalau musim hujan, sandal dilepas karena becek) makanya warga sukarela bikin jembatan,” kata Ujang Uta, salah seorang warga.
Sulitnya mendapat air bersih menjadi salah satu persoalan yang hingga kini masih dihadapi warga. Hanya sebuah sumur di dekat sawah yang menjadi andalah warga mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ujang mengaku, warga yang tidak memiliki jamban di dalam rumah terpaksa Buang Air Besar (BAB) di sebuah jamban yang dibuat dari bambu di jembatan.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau BAB ya di jamban itu,” tuturnya.
Sumber : Bantenhits.com