Kampanye Pengurangan Plastik Sebatas Slogan

Enis Fauziah
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
21 Juni 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Enis Fauziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Botol plastik menumpuk (sumber : https://pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Botol plastik menumpuk (sumber : https://pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, kampanye pengurangan plastik semakin gencar disuarakan di berbagai belahan dunia. Slogan-slogan hijau dan ramah lingkungan bertebaran di mana-mana, dari pusat perbelanjaan hingga media sosial. Terdapat Beberapa orang mungkin merasa skeptis/tidak percaya terhadap kampanye tersebut, menganggapnya hanya sebagai upaya kosong untuk membuat orang merasa lebih baik tanpa tindakan nyata yang berarti, Sebagian orang mungkin merasa prihatin terhadap dampak lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan plastik, namun merasa tidak yakin apakah kampanye tersebut akan efektif dalam mencapai tujuannya. Juga terdapat Beberapa individu mungkin merasa tidak tertarik atau acuh terhadap kampanye tersebut, menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak relevan atau tidak penting dalam kehidupan sehari-hari mereka. Namun, di balik gemerlap kampanye ini, seberapa seriuskah upaya pengurangan plastik dilakukan? Mari kita telaah beberapa praktik dan realitas yang terjadi di lapangan.
ADVERTISEMENT
1. Ganti Kantong, Masalah Tak Hilang
Banyak toko ritel besar dengan bangga mengumumkan bahwa mereka tidak lagi menyediakan kantong plastik gratis. Sebagai gantinya, mereka menawarkan kantong belanja kain atau tas plastik berbayar yang katanya lebih ramah lingkungan. Tapi apa benar ini solusi? Tas kain tersebut sering kali dibuat dari bahan sintetis yang proses produksinya justru menghasilkan lebih banyak emisi karbon. Dan jika tas tersebut digunakan hanya sekali atau dua kali, dampak lingkungannya bisa lebih buruk daripada kantong plastik sekali pakai.
2. Botol Plastik: Larangan Setengah Hati
Beberapa negara dan kota telah melarang penggunaan botol plastik sekali pakai di tempat-tempat umum. Sebuah langkah yang tampaknya progresif, bukan? Namun, di sisi lain, minuman dalam kemasan botol plastik tetap mendominasi rak-rak supermarket. Sementara perusahaan-perusahaan besar memamerkan botol-botol daur ulang mereka, kenyataannya hanya sebagian kecil dari plastik ini yang benar-benar didaur ulang. Sisanya? Masih berakhir di lautan atau tempat pembuangan air.
ADVERTISEMENT
3. Sedotan Plastik: Simbol Semu Perubahan
Sedotan plastik sering kali dijadikan kambing hitam dalam kampanye pengurangan plastik. Banyak restoran dan kafe yang kini beralih menggunakan sedotan kertas atau bahkan tanpa sedotan sama sekali. Langkah ini terlihat keren di media sosial, tapi bagaimana dengan gelas, tutup, dan kemasan lainnya yang masih terbuat dari plastik? Mengganti sedotan hanyalah langkah kecil yang tidak menyentuh inti masalah dari polusi plastik yang jauh lebih besar.
4. Produk Ramah Lingkungan: Antara Kenyataan dan Pencitraan
Banyak perusahaan yang kini menawarkan produk "ramah lingkungan" sebagai alternatif plastik. Tapi seberapa hijau produk-produk ini sebenarnya? Banyak yang hanya melakukan greenwashing, atau menciptakan ilusi ramah lingkungan tanpa perubahan signifikan pada praktik produksinya. Misalnya, mengganti plastik dengan bioplastik yang konon lebih cepat terurai, padahal dalam kondisi tertentu bioplastik ini membutuhkan waktu yang sama lama untuk terurai seperti plastik konvensional.
ADVERTISEMENT
5. Kesadaran Konsumen: Antara Trend dan Tanggung Jawab
Kesadaran konsumen akan dampak plastik terhadap lingkungan memang meningkat. Namun, apakah ini benar-benar berakar pada tanggung jawab atau sekadar mengikuti tren? Banyak yang bangga membawa tas belanja sendiri atau menggunakan tumbler untuk kopi mereka, tetapi tidak memikirkan kebiasaan konsumsi lainnya yang masih bergantung pada plastik. Aksi-aksi kecil ini sering kali lebih bersifat simbolis ketimbang mencerminkan perubahan gaya hidup yang holistik dan berkelanjutan.
Kampanye pengurangan plastik memang penuh dengan slogan-slogan menarik dan tampak menjanjikan. Namun, di balik semua itu, upaya yang dilakukan sering kali hanya setengah hati dan lebih berfokus pada pencitraan daripada solusi nyata. Jika kita benar-benar ingin mengurangi dampak plastik terhadap lingkungan, diperlukan komitmen yang lebih serius dan perubahan sistemik yang mendalam. Ini berarti harus ada tanggung jawab kolektif dari pemerintah, perusahaan, dan individu untuk mengambil tindakan yang lebih substansial dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Sebuah kisah yang mirip dengan Kampanye Pengurangan Plastik, Sebatas Slogan adalah gerakan Save the Bees atau "Selamatkan Lebah". Ini adalah kampanye global yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian lebah dan keanekaragaman hayati. Save the Bees juga dapat menghadapi kesulitan dalam menerjemahkan kesadaran publik menjadi tindakan nyata. Banyak orang mungkin mendukung ide untuk menyelamatkan lebah, tetapi mereka mungkin tidak selalu tahu cara terbaik untuk berkontribusi atau mungkin tidak memiliki motivasi yang kuat untuk mengubah kebiasaan mereka.
Oleh karena itu, seperti kampanye pengurangan plastik, penting untuk tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga memberikan solusi praktis dan mendorong perubahan perilaku yang berkelanjutan.
Jadi, mari kita berhenti hanya berpuas diri dengan slogan-slogan hijau dan mulai bertindak nyata untuk masa depan bumi yang lebih bersih dan sehat. Kampanye pengurangan plastik harus lebih dari sekadar kata tapi, harus menjadi gerakan yang meresap ke dalam setiap aspek kehidupan kita. Hanya dengan begitu, kita bisa melihat perubahan yang berarti dan berdampak.
ADVERTISEMENT