Konten dari Pengguna

Geopolitik: Perang Informasi di Dunia Maya & Weaponization of Information

Enrico Marwa
Mahasiswa Amikom Yogyakarta, S1 Hubungan Internasional.
21 November 2023 17:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Enrico Marwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi kemenangan Donald Trump pada pemilu 2016 (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi kemenangan Donald Trump pada pemilu 2016 (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada awal tahun 2015, dunia menyaksikan tanda-tanda campur tangan operasi spionase Rusia yang mencurigakan terhadap proses dan hasil pemilihan presiden AS tahun 2016. Serangkaian peristiwa penting dalam perang cyber ini mencakup peretasan server Democratic National Convention (DNC) di awal tahun 2015, penetrasi agen spionase Rusia ke komputer DNC pada bulan Juni 2016, dan bocornya data dari server kampanye DNC yang diunggah melalui WikiLeaks pada pertengahan tahun 2017. Serangkaian operasi spionase Rusia ini mencerminkan weaponization of information, di mana paradigma tren cyber-warfare telah berubah dari penggunaan malware untuk merusak infrastruktur menuju manipulasi informasi untuk campur tangan melalui subversi.
ADVERTISEMENT
Perang Informasi di Dunia Maya: Arena Baru Persaingan Geopolitik
Cyberspace kini telah menjadi domain penting dalam strategi militer, bersanding dengan empat domain konvensional lainnya: darat, laut, udara, dan angkasa. Ketergantungan yang tinggi pada sistem komputer dan jaringan internet dari berbagai pihak, mulai dari negara, entitas non-negara, hingga sektor militer dan korporat, telah memunculkan pergeseran dari warfare kinetik (fisik) menjadi warfare non-kinetik (informasi). Pemilihan presiden AS 2016 bukan hanya kasus cyber-warfare atau weaponization of information, tetapi juga mencerminkan dinamika dalam konteks domestik AS yang terkait erat dengan doktrin strategis Rusia: active measure doctrine, yang bertujuan untuk mempengaruhi opini publik melalui subversi. Weaponization of information dalam konteks ini bertujuan untuk memanipulasi persepsi publik melalui penggunaan cyberspace untuk menyebarkan disinformasi, yang mengakibatkan penurunan kredibilitas institusi demokrasi, menggugah subversi internal, dan memicu polarisasi politik yang ekstrem.
ADVERTISEMENT
Cyberspace: Arena Strategis dalam Dinamika Geopolitik Kontemporer dan Ancaman Weaponization of Information
Geopolitik, pada intinya, adalah cara untuk memahami dinamika global. Konsep geopolitik telah berkembang dari hubungannya dengan geografi ke dimensi lain seperti cyberspace. Cyberspace telah menjadi arena penting dalam mengatur kebijakan geopolitik, di mana negara-negara bersaing untuk mengendalikan konten, operasi, dan evolusi jaringan negara lain. Pentingnya cyberspace sebagai instrumen strategis dalam merumuskan kebijakan geopolitik semakin meningkat karena ketergantungan yang terus tumbuh terhadap jaringan informasi. Namun, hal ini juga meningkatkan kerentanan terhadap subversi dan degradasi yang menjadi ancaman serius dalam konteks geopolitik kontemporer.
Perang Informasi: Intervensi Rusia pada Pemilihan Presiden AS 2016 - Strategi, Infiltrasi, dan Dampak Terhadap Narasi Politik
ADVERTISEMENT
Pertarungan informasi dalam Pemilihan Presiden AS 2016 merupakan contoh konkret dari adu strategi antara pihak Rusia dan AS. Investigasi Departemen Kehakiman AS terhadap campur tangan Rusia menunjukkan adanya dua operasi informasi signifikan. Dalam operasi pertama, sejumlah warga Rusia dan tiga perusahaan dari negara tersebut, termasuk Internet Research Agency, terlibat dalam kampanye media sosial yang mendukung kandidat presiden Donald J. Trump serta merusak citra kandidat lainnya. Dalam operasi kedua, agen intelijen Rusia menyusup ke komputer-komputer yang terkait dengan Kampanye Clinton dan berhasil mencuri sekitar 20.000 email dari server Komite Nasional Demokrat. Tindakan-tindakan ini menciptakan siklus berita yang merugikan kandidat Clinton, mengganggu pesan politiknya, dan menciptakan keraguan dalam pikiran para pemilih menjelang pemilihan presiden. Respons Amerika Serikat terhadap situasi di cyberspace selama Pemilihan Presiden AS 2016 penting karena merupakan bagian dari apa yang bisa disebut sebagai konflik netwar, yang menekankan strategi dan manipulasi informasi dalam ranah siber.
ADVERTISEMENT
Perang Dunia Maya: Politik, Keamanan, dan Dampaknya Terhadap Pemilihan Presiden AS 2016
Pemilihan Presiden AS 2016 menyoroti pentingnya respons terhadap keadaan di cyberspace. Perang dunia maya ini, berbeda dengan konflik antara dua negara, melibatkan banyak aktor, termasuk aktor non-negara seperti hacker amatir hingga kelompok terorganisir dengan tujuan spesifik. Peran keamanan dunia siber dalam memitigasi konflik, mencegah spionase, dan mengelola ketegangan antarnegara di dunia maya menjadi sangat penting. Kerja sama antar negara dan lembaga internasional dalam menetapkan aturan, norma, prinsip, dan prosedur di ruang siber menjadi krusial dalam mengurangi ketidakpastian saat ini.
Kesimpulannya, pemilihan presiden AS 2016 memperlihatkan bagaimana cyberspace telah menjadi arena strategis bagi negara-negara untuk saling bersaing dalam mendefinisikan dan mengamankan kepentingan geopolitik mereka. Konflik informasi, manipulasi, dan intervensi di dunia maya menjadi bagian integral dari dinamika politik kontemporer, memperlihatkan pentingnya pengaturan yang lebih ketat dan kerjasama global dalam menanggapi ancaman yang terus berkembang di dunia siber.
ADVERTISEMENT