Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
SEFT potensi atasi kecemasan dan stres di kala pandemi
14 Oktober 2020 9:12 WIB
Tulisan dari Era widianingsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 sudah berjalan 8 bulan lamanya, sejak diumumkan Maret 2020. Berdasarkan data dari situs resmi satgas penanggulangan Covid-19 jumlah orang terkonfirmasi positif per 10 Oktober 2020 berjumlah 328.952, sembuh 251.481 dan meninggal 11.765. Kondisi pandemi telah menyebabkan berbagai masalah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah masalah psikologi, berupa kecemasan dan stres.
ADVERTISEMENT
Masalah Psikologi Muncul
Kasus pertama diumumkan presiden Jokowi pada Maret 2020. Sejak itu media cetak maupun media elaktronik tidak pernah lepas dari pemberitaan terkait kasus Covid-19 di Indonesia. Setiap hari tim gugus tugas mengumumkan penambahan kasus terkonfirmasi positif. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan virus Covid-19. Dengan PSBB pergerakan masyarakat dibatasi dengan cukup ketat. Hal tersebut ternyata menimbulkan berbagai masalah psikologis pada masyarakat. Masalah psikologis yang muncul di masyarakat berupa kecemasan, depresi dan trauma. Hal tersebut dapat dilihat pada aksi borong masker, sembako, handsanitizer pada awal pandemi Covid-19 sehingga menyebabkan harga masker melonjak tinggi.
Menurut dr. Lahargo, rasa cemas akan memberikan respon pada tubuh untuk cepat melakukan perlindunganuntuk memastikan keamanan. Reaksi cemas akan memberikan respon positif dan baik apabila dirasa dan direspon sewajarnya. Namun apabila sesorang meresponnya secara berlebihan atau reaktif akan menyebabkan gangguan cemas (ANSIETAS). Kecemasan dapat ditandai dengan gejala khawatir, takut mati, jantung berdebar, perut mual, kepala pusing, kulit terasa gatal dan gangguan tidur.
ADVERTISEMENT
Kondisi masyarakat
Menurut perhimpunan dokter spesialis kedokteran jiwa pada awal pandemi masalah psikologis mencapai lebih dari 75%. Setelah sempat menurun pada bulan Juli, pada bulan agustus mengalami peningkatan kembali. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya kembali jumlah orang yang terkonfirmasi positif. Masalah psikologis yang muncul diantaranya kecemasan, depresi dan trauma. Tingkat kecemasan berada pada besaran 64,3 %, depresi 62% dan trauma 75%. Bahkan 44% dari 62% orang yang yang mengalami depresi memiliki pemikiran lebih baik mati. Data tersebut dihitung dari 4010 responden di 34 provinsi yang melakukan pemeriksaan swamandiri melalui situs www.PDSKJI.org Dari total responden 71 % berjenis kelamin perempuan dan 29 % laki-laki. Persentase masalah psikologis tertinggi berada pada provinsi Jawa Barat yaitu 26,79%. Masalah psikologis terbanyak ditemukan pada kelompok usia 17-29 tahun dan >60 tahun.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Sistem PJJ mulai diberlakukan Kementrian pendidikan dan kebudayaan pada bulan Maret 2020. Sistem tersebut dilakukan dalam upaya mencegah penularan virus Covid-19 pada anak-anak. Guru berusaha menyampaikan materi semenarik mungkin dengan memanfaatkan aplikasi baik yang disediakan kemendikbud maupun yang beredar secara umum. Hal tersebut dilakukan dengan harapan motivasi belajar anak-anak tetap terjaga. Namun ternyata tidak cukup mengatasi kebosanan anak-anak dengan sistem PJJ. Nuzulia Rahma Tristinarum pada republika.co.id menjelaskan anak butuh bersosialisasi dengan teman-temannya. Dengan demikian motivasi dan semangat belajar anak tetap terjaga.
Selama pandemi, para orang tua "dipaksa" menjadi guru. Sementara tidak semua orang tua memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk pelajaran anak-anak sekolah. Orangtua juga belum tentu memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya. Pengamat pendidikan Doni Koesoema pada sindonews.com mengatakan selama PJJ anak-anak mengalami kekerasan fisik dan verbal di dalam rumah tangga. Mirisnya telah ada kasus anak berusia 8 tahun yang meninggal dunia akibat PJJ. Anak tersebut menerima beberapa pukulan dari ibu kandungnya karena sulit diajarkan saat belajar daring (online). Hal ini menunjukan tingkat kecemasan dan stres yang dialami beberapa orang tua cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
Terapi Spiritual emotional freedom technique (SEFT)
Menurut Zainudin, SEFT adalah perpaduan teknik yang menggabungkan antara spiritualitas berupa doa, keikhlasan, dan kepasrahan, yang mampu membangkitkan harapan, percaya diri pada seseorang serta mampu menyelesaikan masalah psikis dan fisik yang dialami seseorang. Dalam SEFT beberapa teknik terapi yang terangkum dan dipraktikkan secara sederhana, terapi tersebut meliputi do’a, NLP (Neuro Linguistic Programming), hypnotherapy, visualisasi, meditasi, relaksasi, imagery dan desensitisasi. SEFT dikembangkan dari Emotional Freedom Technique (EFT), oleh Gary Craig. Metode ini populer di Amerika, Eropa, dan Australia sebagai solusi untuk mengatasi berbagai masalah fisik, emosi, serta performa kerja.
Potensi SEFT
Wardatul Adawiyah dan Ni’matuzahroh telah membuktikan bahwa terapi spritual emotional freedom tehnique mampu menurunkan tingkat stres akademik pada siswa sekolah menengah atas di pondok pesantren. Desmaniarti dan Nani juga telah membuktikan bahwa metode ini dapat menurunkan tingkat stres pasien kanker serviks. Dalam praktek SEFT, aspek spiritual khususnya aspek khusuk, ikhlas dan pasrah, serta keyakinan kepada Tuhan harus lebih ditekankan untuk hasil yang optimal. Berdasarkan penelitian yang ada bukan tidak mungkin terapi ini dapat digunakan untuk menurunan tingkat stres, kecemasan bahkan depresi. Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh suatu Lembaga Optimasi Kecerdasan di daerah Bogor, menyatakan bahwa metode ini telah mereka praktekan kepada pasien anak yang memiliki keluhan seperti sulit fokus, kecanduan gadget dan malas belajar. Hasilnya dengan terapi SEFT masalah tersebut dapat diatasi. Metode ini dapat diterapkan pada anak-anak maupun orang dewasa. Dengan demikian SEFT sangat potensial untuk mengatasi masalah psikologis yang terjadi di masyarakat di masa pandemi saat ini.
ADVERTISEMENT