Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Swamedikasi Menyebabkan Penggunaan Obat Tidak Rasional, Benarkah Demikian?
14 Juni 2022 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Erfika Mayla Kristia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) mendefinisikan swamedikasi pada No.919/MENKES/PER/X/1993 sebagai upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri untuk mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Makna dari peraturan pengobatan yang dimaksud dalam permenkes tersebut adalah upaya pasien untuk mencari tahu mengenai informasi obat yang sesuai dengan keluhan penyakitnya dengan bertanya pada apoteker. Akan tetapi, pengobatan sendiri dapat menjadi sumber masalah terkait obat (Drug related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya.
ADVERTISEMENT
Data yang didapatkan dari hasil riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 di bahasan farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional memberikan data sebanyak 35,2% dari 294.959 Rukun Tetangga (RT) di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi dengan rata – rata sediaan obat yang disimpan hampir 3 macam. Proporsi RT yang menyimpan obat keras sebanyak 35,7% dan antibiotika 27,8%. Dari data tersebut didapatkan 81,9% RT menyimpan obat keras dan 86,1% RT menyimpan antibiotik yang diperoleh tanpa resep. Kejadian ini memberikan gambaran bahwa swamedikasi yang dilakukan di masyarakat masih menunjukkan adanya ketidak rasionalan dalam pemberian obat oleh tenaga kesehatan.
Kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi dari tenaga kesehatan, menyebabkan masyarakat menggunakan antibiotik tanpa supervisi tenaga kesehatan. Sehingga hal ini dapat memicu terjadinya masalah kesehatan baru, seperti resistensi bakteri.Pemikiran yang salah pada masyarakat dan banyaknya masyarakat yang membeli antibiotik secara bebas tanpa resep dokter mendorong terjadinya masalah resistensi antibiotik.
ADVERTISEMENT
Swamedikasi bila dilakukan dengan benar akan memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kesehatan masyarakat secara nasional di suatu negara. Keberhasilan swamedikasi ini tentunya harus mendapat dukungan penuh dari semua pihak baik pasien maupun tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan khususnya dokter dan apoteker berperan penting terhadap kerasionalan pemberian terapi kepada pasien. Apalagi apoteker sebagai pemegang penuh terhadap pemberian informasi penggunaan obat kepada pasien harus mampu memberikan arahan dengan benar, lengkap, dan semudah mungkin dipahami agar tidak terjadi medication error. Maksud rasional di sini adalah apabila pasien menerima obat yang tepat untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terjangkau baik untuk individu maupun masyarakat (WHO, 1985).
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, swamedikasi yang salah akan menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan bahkan menimbulkan permasalahan yang fatal. Kesalahan swamedikasi ini dipicu oleh beberapa hal, antara lain diagnosa penyakit yang salah, kesalahan penggunaan dosis obat, kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai obat, serta keterlambatan penanganan penyakit karena menganggap penyakit tersebut adalah penyakit biasa bukan kronik.
Sebagaimana paparan di atas, swamedikasi ini layaknya pedang bermata dua. Apabila dilakukan secara tepat akan mendatangkan manfaat, sebaliknya jika penerapannya salah akan mendatangkan sesuatu yang fatal. Maka dari itu, swamedikasi sebaiknya tidak dilakukan oleh masyarakat yang minim pengetahuannya mengenai obat. Apalagi di era sekarang ini banyak sekali layanan online untuk konsultasi kepada dokter secara langsung sehingga penyakit yang dialami bisa didiagnosis secara tepat. Selain itu, konsultasi kepada apoteker mengenai penggunaan obat juga sudah dapat diakses dengan mudah melalui online. Tentunya bukan menjadi alasan lagi bagi masyarakat untuk tidak menerima pelayanan dan akses kesehatan secara mudah, bukan?
ADVERTISEMENT
Referesi :
Atmaja, Dewi Susanti, and Aprillia Rahmadina. "Penggunaan Obat Rasional (POR) dalam Swamedikasi pada Tenaga Kesehatan di STIKES Sari Mulia Banjarmasin." Jurnal Pharmascience 5.2 (2019).
Modul Penggunaan Obat Rasional 2011
Peraturan Menteri Kesehatan No. 919 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep