Berbahasa dalam Politik

Erfin Suprapto
Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
2 Desember 2021 21:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erfin Suprapto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Editing by Erfin
zoom-in-whitePerbesar
Editing by Erfin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap orang berbahasa sehari-harinya tapi belum tentu mereka memahami secara teori apa itu bahasa, namun saya yakin mereka tahu pasti fungsi bahasa, ya, salah satunya untuk berkomunikasi di lingkungan masyarakatnya. Dengan berbahasa kita bisa berinteraksi sosial, dengan bahasa kita bisa mendapatkan pengetahuan, bahkan dengan bahasa pun kita bisa mendapatkan kekuasaan. Hubungan antar individu, kelompok, budaya maupun bangsa dijalin dengan bahasa. Ya, meskipun setiap budaya dan bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda, namun pada hakekatnya bahasa adalah alat pemersatu.
ADVERTISEMENT
Melalui sastra kita bisa keliling dunia, hanya dengan membaca karya sastra dari berbagai negara. Sekarang ini sudah banyak karya sastra luar negeri yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Setiap negara memiliki ciri khas dan sejarah sastranya masing-masing.
Lalu bagaimana bahasa bisa untuk mendapatkan kekuasaan? Misalnya saja dalam konteks politik. Bahasa sebagai alat berpolitik dengan tujuan mendapatkan kekuasaan, mendapatkan simpati dari masyarakat, dan sebagainya. Aktor politik biasanya memiliki retorika yang baik, cara berbahasa mereka sangat indah untuk memengaruhi. Idealnya seharusnya pada praktiknya sesuai apa yang telah diucapkannya. Tidak jarang juga aktor politik menghalalkan segala cara demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. Berbahasa yang culas serta saling menjatuhkan pihak-pihak yang dianggap kompetitor.
Meminjam pendapat Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan yang sudah menjadi rumusan klasik “Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.” Jika tujuannya sudah tercapai, mendapatkan kekuasaan, aktor politik dapat menjadi nakhoda dalam sebuah sistem pemerintahan. Menuntun, mengarahkan, bahkan memaksa berbagai pihak yang dijejali sebuah peraturan.
ADVERTISEMENT
Tingkat berbahasa dan pengalaman dalam berpolitik menentukan simpatisan masyarakat. Pertarungan bahasa antar aktor politik mencerminkan bagaimana pengalaman mereka dalam berbahasa. Tidak hanya hebat dalam mengambil simpatisan masyarakat, harusnya berbahasa mereka diwujudkan dengan praktik untuk menuntun ke arah yang lebih baik dalam sistem pemerintahan. Sudah seharusnya para aktor politik memegang amanah kepercayaan dari masyarakat bukan hanya bualan manis di awal.