Konten dari Pengguna

Mempertimbangkan Pengiriman Pekerja Migran ke Arab Saudi

Dr. Erianto N, SH. MH.
Atase Hukum KBRI RIYADH
19 Desember 2024 10:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr. Erianto N, SH. MH. tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengiriman kembali PMI ke Arab Saudi. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pengiriman kembali PMI ke Arab Saudi. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Wacana untuk membuka kembali pengiriman PMI (Pekerja Migran Indonesia) ke Arab Saudi dimunculkan kembali oleh Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, H.E. Faisal bin Abdullah Al-Amudi dalam pertemuan dengan Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra pada awal Desember 2024 dengan alasan PMI terbanyak di Arab Saudi berasal dari negara-negara non-muslim seperti India, Thailand, dan Filipina. "Akan lebih baik jika tenaga kerja yang masuk ke Arab Saudi juga berasal dari mitra negara-negara muslim,". Menanggapi permintaan tersebut, Menko Yusril menyatakan akan mendalami lebih lanjut sementara Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding meminta Arab Saudi memberi jaminan kenaikan gaji dan perlindungan sebelum membuka kembali izin pengiriman PMI.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia sejak 1 Juli tahun 2015 melalui Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 memberlakukan penghentian dan pelarangan penempatan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan timur tengah didasari pertimbangan banyaknya permasalahan yang menimpa TKI dan lemahnya jaminan perlindungan di negara negara kawasan timur tengah sehingga penghentian dan pelarangan pengiriman sudah sejalan dengan amanat PP Nomor 3 Tahun 2013 tentang perlindungan TKI di luar negeri di mana penghentian dan pelarangan dilakukan dengan alasan antara lain, keselamatan TKI atau jabatan / pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan dan kesusilaan yang detail disebut antara lain pelacur, penari erotis.
Meskipun PP Nomor 3 Tahun 2013 telah dicabut dengan PP Nomor 59 Tahun 2021 namun terkait penghentian atau melarang penempatan PMI untuk negara tertentu masih juga diatur dalam hal negara tujuan tidak memiliki peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing, tidak memiliki perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan dan pemerintah Indonesia dan tidak memiliki system jaminan asuransi sosial melindungi pekerja asing. Dalam PP Nomor 59 Tahun 2021 tidak menyinggung permasalahan utama yang terjadi di timur tengah sebagaimana ditulis PP Nomor 3 Tahun 2013 berupa pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan dan kesusilaan yang detail disebut antara lain pelacur, penari erotis. Sampai saat ini 80 % PMI penghuni penjara adalah terkait kasus asusila dan banyaknya laporan PMI korban prostitusi.
ADVERTISEMENT
Meskipun dalam PP Nomor 59 Tahun 2021 secara tegas menyebut PP Nomor 3 Tahun 2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku namun dengan tidak adanya ketentuan mencabut turunan PP Nomor 3 Tahun 2013 dimaksud maka secara teori hukum perundang-undangan keberadaan Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tetaplah berlaku sampai ada pencabutan dengan aturan setingkat dan pengiriman pekerja penggunaan perorangan masih dilarang sampai sekarang.
Realitas Pekerja Penggunaan Perseorangan di Arab Saudi
Ilustrasi deportasi. Foto: Shutter Stock
Pengaturan terkait penempatan tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia sebenarnya sudah cukup jelas sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan PMI yang mensyaratkan seorang calon PMI harus memiliki izin suami, sertifikat kompetensi, keterangan berbadan sehat, paspor, perjanjian penempatan kerja dan perjanjian kerja. Sementara Arab Saudi melalui peraturan ketenagakerjaannya berupa Keputusan Raja Nomor M/51 1426 H yang beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Raja Nomor M/134 1440 H sangat tegas menyebutkan antara lain, tidak boleh mendatangkan pekerja non saudi untuk tujuan kerja tanpa persetujuan kementerian, orang non Saudi tidak boleh bekerja dan tidak boleh diberikan izin untuk bekerja kecuali setelah mendapatkan izin kerja dari kementerian dengan syarat masuk negara secara legal dan diizinkan untuk bekerja, memiliki kompetensi profesional atau kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan negara, memiliki kontrak kerja antara pemberi kerja dengan pekerja yang tidak hanya melingkupi pekerjaan industrial, komersial, pertanian, keuangan dan lainnya namun termasuk jasa pembantu rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada data resmi Imigrasi Arab Saudi pada KBRI Riyadh ada sekitar 350.000 lebih PMI resmi di Arab Saudi dengan 70% bekerja pengguna jasa perorangan sebagai pembantu rumah tangga, sementara pekerja tidak resmi bisa dua kali lipat jumlah tersebut yang tidak terdata, datang menggunakan visa ziarah, visa umrah dan visa lainnya selain visa kerja namun akhirnya mereka salah gunakan untuk bekerja. Meskipun Indonesia maupun Arab Saudi sudah sama sama memiliki aturan ketat terkait pengiriman dan perekrutan tenaga kerja namun realitasnya sangat banyak PMI yang bekerja di Arab Saudi tidak memenuhi persyaratan yang diatur masing masing negara terutama pembantu rumah tangga.
Meskipun kebijakan moratorium pengiriman TKI/PMI pada pengguna perseorangan sejak tahun 2015 belum dicabut namun realitasnya PMI sebagai pembantu rumah tangga terus berdatangan secara ilegal yang diketahui ketika PMI bermasalah, melapor meminta pendampingan KBRI atau KJRI karena mengalami eksploitasi fisik, psikis atau seksual berupa bekerja tidak sesuai janji, tidak digaji berbulan bahkan bertahun, disiksa, dilecehkan, diperkosa dalam keluarga, tidak diberi makan, bahkan dijual ke tempat prostitusi yang hampir semua mengaku datang dengan visa ziarah melalui calo tidak resmi karena tergiur iming-iming gaji besar datang ke kampung termasuk meninggalkan uang sekitar 4-5 juta kepada keluarga. Pengurusan semua administrasi pemberangkatan dilakukan oleh calo tanpa ada pembekalan, menanyakan kemampuan yang penting sehat tanpa sepengetahuan dinas ketenagakerjaan setempat. Setelah berhasil melewati Imigrasi baik Indonesia ataupun Arab Saudi tanpa ada kecurigaan akan bekerja ilegal, sesampainya di Arab Saudi pun PMI dijemput langsung perorangan atau majikan di bandara tanpa sepengetahuan kementerian ketenagakerjaan Arab Saudi maupun pihak perwakilan Indonesia, tanpa ada kontrak kerja. Terjadinya pembiaran aturan oleh pemerintah Indonesia maupun oleh Arab Saudi dalam hal bekerja perorangan sebagai pembantu rumah tangga secara ilegal menunjukkan bahwa aturan masih sebatas di atas kertas, masih jauh dari fungsi seharusnya sehingga eksploitasi fisik, psikis dan seksual kepada PMI Indonesia di Arab Saudi terus terjadi.
ADVERTISEMENT
Merujuk realitas yang terus terjadi sampai hari ini di mana pihak perwakilan pun tidak bisa berbuat banyak karena sudah seperti “tukang cuci piring kotor” terus kedatangan PMI bermasalah sejak dari hulu di Indonesia ditambah kurang tegasnya penegakan hukum di Arab Saudi. Karena itu permintaan Arab Saudi agar Indonesia mengirim kembali PMI khususnya pembantu rumah tangga dengan dalil “sesama muslim” perlu dipertimbangkan apabila penegakan hukum kedua negara belum dilakukan secara adil. Wallahualam.