Konten dari Pengguna

Aktualisasi Diri pada Caleg yang Gagal

Eric Arsand
Mahasiswa Universitas Mercu Buana, Fakultas Psikologi
14 Juli 2024 8:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eric Arsand tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi stres.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi stres. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu merupakan sebuah aktivitas yang sudah tidak asing lagi dilakukan oleh negara untuk masyarakat Republik Indonesia dalam memilih siapa pemimpin negara atau presiden dan anggota dewan yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan pemilu pun harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pada tahun 2024 ini, dilaksanakan kembali pemilu untuk memilih presiden termasuk anggota legislatif. Anggota legislatif inilah yang sering disebut sebagai calon legislatif yang berarti calon anggota lembaga legislatif seperti DPR dan DPRD pada tiap provinsi dan kabupaten/kota yang mewakili dari sebuah partai politik (Martaria, 2014). Banyak sekali masyarakat yang tertarik menjadi seorang caleg entah itu dari kaum muda maupun kaum yang telah berumur, bahkan dari berbagai profesi seperti ART, artis sampai dengan pengusaha karena Caleg merupakan sebuah karir yang cukup menggoda bagi semua kalangan masyarakat. Tetapi, untuk berkompetisi dalam pemilu, seorang caleg harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, sebaiknya seorang caleg telah memiliki pola pikir yang baik untuk menerima kemenangan maupun kekalahan. Tetapi bagaimanakah jadinya apabila seorang caleg mengalami kegagalan dalam pemilu?
ADVERTISEMENT
Fenomena caleg yang gagal banyak menjadi sorotan. Media memberitakan caleg yang gagal dalam pemilu legislatif melakukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan norma (Martaria, 2014). Respon kekecewaan para caleg terhadap kegagalan ini adalah berbeda-beda, ada caleg yang dapat menerima kegagalannya tetapi ada juga yang menjadi stres berat karena gagal dalam pemilu (Martaria, 2014). Di samping itu, kita sering menemui di berita bahwa tidak sedikit yang sampai pada tahap gangguan mental seperti depresi, insomnia serta stress berat setelah menerima hasil yang tidak memuaskan dari pemilu.
Gangguan Depresi Sampai Pada Psikotik Pada Para Calon Legislatif yang Gagal
Tidak sedikit caleg yang gagal dalam pencalonan mengalami dampak yang luar biasa terhadap kondisi psikis mereka. Gejala-gejala yang dialami seperti stres yang berat sehingga munculnya perubahan suasana hati yang disebabkan perasaan tidak terima atas kekalahan dalam pemilu, munculnya rasa malu, stres terhadap pengembalian modal atau faktor ekonomi dan finansial. Stres kemudian berubah menjadi depresi dengan sering melamun, mengurung diri di rumah, tidak pernah kumpul-kumpul dengan warga sekitar seperti biasanya, menutup diri, hingga muncul perasaan dendam dengan tim suksesnya yang janjinya akan memenangkan tetapi pada akhirnya gagal dalam pencalonan (Astrika, 2014).
ADVERTISEMENT
Dari depresi yang dialami para caleg gagal tersebut akan menjadi semakin berat apabila munculnya gejala halusinasi yang diasosiasikan dengan suasana hati penderita yang mendalam sehingga menjadi gangguan psikosis. Kondisi gangguan psikosis yang lebih parah bisa saja terjadi jika kekalahan yang dialami berturut-turut atau berkali-kali, di mana tuntutan atau tekanan dari luar/orang terdekat sangat besar, sementara diri sendiri tidak mampu menangani atau menyeimbangkan (Astrika, 2014).
Penanganan Kondisi Psikologis Calon Legislatif yang Gagal
Fenomema kegagalan pada sebagian caleg menunjukan bahwa popularitas tidak cukup untuk memperolah dukungan rakyat, ketika rakyat memiliki peningkatan kesadaran politik maka berbagai strategi pemenangan seolah-olah tidak ada hasil yang maksimal. Faktor utama yang memengaruhi caleg yang gagal untuk bangkit yaitu faktor
ADVERTISEMENT
dan dukungan sosial. Adapun reaksi yang timbul ketika tidak terpilih yaitu emosi negative. Emosi negatif yang muncul diantaranya kecewa, menyesal, sedih, marah tanpa kejelasan, sakit hati, iri, malu, bingung dan hampa (Fayed et al, 2021). Upaya untuk memahami dan mengatasi depresi yang dialami oleh caleg yang gagal melibatkan berbagai pendekatan yang berpusat pada individu dan pertumbuhan pribadi.
Dalam kasus caleg yang gagal, penting untuk memberikan lingkungan yang mendukung dimana mereka merasa didengar dan dipahami. Pentingnya dukungan dan dorongan dalam proses pertumbuhan pribadi, memberikan dorongan dan keyakinan bahwa mereka memiliki potensi untuk berkembang dan mengatasi rintangan yang dihadapi. Selain dukungan sosial yang diberikan, para caleg yang mengalami gangguan mental yang serius seperti depresi bahkan sampai skizofrenia, dapat langsung dirujuk kepada para profesional seperti psikiater maupun psikolog agar mendapatkan penanganan khusus seperti interverensi psikoterapi maupun obat-obatan yang dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Penerapan Aktualisasi Diri Menurut Carl Rogers
Carl Rogers yang merupakan seorang psikolog humanistik asal Amerika yang terkenal dengan teori kepribadian dan pendekatan terapi kejiwaan yang berpusat pada klien (clien self-centered) menyatakan bahwa aktualisasi diri adalah proses dinamis di mana individu terus menerus berkembang untuk mewujudkan potensi penuh mereka. Agar aktualisasi diri dapat terjadi, dukungan sosial sangat penting, menurut Rogers (Feist & Feist, 2010). Oleh sebab itu, dukungan dari keluarga serta teman-teman para caleg yang gagal tersebut akan menjadi sebuah support system bagi para caleg yang gagal dan dukungan tersebut akan sangat berarti bagi kehidupan para caleg yang telah gagal agar penerimaan diri mereka tetap baik setelah menerima hasil yang gagal dari sebuah pemilu.
ADVERTISEMENT
Carl Rogers berpikir bahwa manusia pada dasarnya termotivasi untuk berkembang dan menjadi diri mereka yang terbaik (Rahman, 2017). Menurut Rogers, orang yang memiliki konsep diri yang konstan dan positif adalah mereka yang mencapai aktualisasi diri (Felita et al, 2016). Akan tetapi, kegagalan memiliki kekuatan untuk mengikis rasa percaya diri ini dan membawa perubahan psikologis yang tidak diinginkan. Ketidaksesuaian antara harapan yang mereka miliki untuk diri mereka sendiri dan fakta bahwa mereka tidak berhasil sebagai kandidat dapat menyebabkan tekanan psikologis yang serius. Oleh sebab itu, penerapan aktualisasi pada caleg yang telah gagal sangatlah penting untuk menghindarkan mereka dari gangguan mental seperti depresi.
Dengan cara menerapkan aktualisasi diri sewaktu pemilu maupun setelah mendapatkan hasilnya meskipun gagal. Para caleg dapat melakukannya dengan cara seperti memotivasi diri untuk memperbaiki diri setelah kegagalan, serta berpikir positif akan diri sendiri sehingga tidak mengikis kepercayaan pada diri sendiri. Aktualisasi diri dapat membuat para caleg tersebut memiliki keselarasan antara pengalaman individu, konsep diri dan perilaku seseorang, hal inilah yang disebut oleh Rogers sebagai kongruensi, sehingga caleg yang menerapkan aktualisasi diri setelah kegagalan tersebut dapat ikhlas serta menerima kegagalan yang telah dialaminya sehingga menjadikannya sebuah pertahanan diri (defense mechanisme) dari gangguan mental seperti depresi, kecemasan bahkan sampai skizofrenia.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Fayed, A., Gilang, M., Murdiana, S., & Nur, H. (2021). Resiliensi Calon Anggota Legislatif yang Tidak Terpilih dalam Pemilihan Legislatif Tahun 2019. jurnal Psikologi Talenta, 1(1), 79-91.
Feist, J. & Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian edisi 7. Salemba Humanika: Jakarta.
Felita, P., Siahaja, C., Wijaya, V., Melisa, G., Chandra, M., & Dahesihsari, R. (2016). Pemakaian media sosial dan selfconcept pada remaja. Manasa, 5(1), 30-41.
Luisa Astrika.2014. Fenomenologi Calon Legeslatif (Caleg) Depresi Karena Kalah Dalam Pemilu, Politika vol. 5, no. 2, 1-5.
Martaria Rizky Rinaldy. 2014. Pengalaman Caleg Muda Yang Gagal Menjadi Anggota Leigslatif Pada Pemilu 2014, Psikovidya vol. 22, 101-105
Rahman, F. (2017). Kesadaran Dan Kecerdasan Spiritulitas. Tasamuh: Jurnal Studi Islam, 9(2), 377-420.
ADVERTISEMENT
Oleh:
Eric A. Arsand
Rizky Saputra
Laila Meiliyandrie Indah Wardani
Mahasiswa Fak. Psikologi, Universitas Mercu Buana, Jakarta.