Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Para Pemuda Perindu Surga
18 Juni 2018 17:13 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Erick Yusuf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gempuran media terhadap anak-anak muda semakin sengit. Media mengekspos betapa anak-anak muda--mulai sejak dari anak usia dini--dianggap semakin mengkhawatirkan. Dengan tema abadi yang berulang, namun dalam kemasan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Setiap zaman termasuk “zaman now”, berbicara tentang anak muda dalam “angle industry” media yang sama yaitu yang laku dijual. Seperti seks dari mulai usia anak SD, pornografi pemerkosaan, kekerasan, plonco-ploncoan, tawuran, bunuh-bunuhan, bullying, mabuk, narkoba, dan sebagainya.
Walhasil gambaran atau image anak-anak muda khususnya di Indonesia ini negatif. Repotnya ketika itu terus-menerus di blow up media, jadi seakan-akan memang itulah prototype anak muda. Harus seperti itu kalau mau disebut anak muda gaul.
Apalagi jika kita dengarkan bahasan-bahasan tentang “Indonesian family under attack” atau “negeri tanpa ayah” dari pakar-pakar parenting atau ketahanan keluarga. Seirama dengan kajian tentang konspirasi global industry seks dan narkoba yang difokuskan untuk menyerang anak-anak generasi muda harapan bangsa. Parah.
ADVERTISEMENT
Modernisme memang kerap kali diterjemahkan lain bahasanya oleh para pemuda. Coba saja lihat, anak muda yang baik-baik cenderung tertib disebut anak mama. Pemuda masjid atau rohis-rohis dibilang katro dan sok suci. Gak asyik, kurang rock n’ roll.
Ruh anak muda itu dinamis, aktif, bergaul, dan penuh dengan ekspresi kemudaan. Ketika bahasa modern, kontemporer atau kekinian muncul seringkali diterjemahkan dengan melepas norma-norma budaya yang cenderung membosankan dan bahkan norma agama yang sangat membatasi serta penuh larangan.
Perayaan besar keagamaan adalah aksesori, ibadah adalah ritual upacara, dan doa tidak ada lagi dalam keseharian, dia hanya ada di tempat yang sakral. Karena itu kerap kali para da'i berupaya mengemas dakwahnya masuk ke dalam bahasa remaja. Dulu Uje (almarhum Ustaz Jefri Al Bukhari) sangat fenomenal. Diikuti oleh da'i yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan saya sendiri pun dengan Lembaga iHAQi berupaya dari tahun 2000-an untuk berdakwah dengan cara yang unik dan berbeda. Dari mulai membuat kaos dakwah, tausiyah multimedia, dakwah on the street, nasyid jazz, dan sebagainya.
Dengan tema “Islamic lifestyle” dan dakwah kreatif agar nilai-nilai dakwah agama dapat sampai dengan kemasan kekinian atau yang sesuai dengan spirit anak-anak muda.
Zaman berganti, generasi x pun telah bergeser menjadi generasi milenial. Bahasanya tentu mempunyai kemasan yang lain lagi. Namun tetap dengan tantangan masalah-masalah yang sama.
Hal yang menarik para pemuda milenial ini, mungkin dikarenakan informasi yang sangat terbuka “open source” terhadap apapun itu, baik kebaikan maupun keburukan, atau mereka sudah muak melihat kebobrokan generasi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kisah lalu berulang kembali sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang muak melihat kemaksiatan orang sekelilingnya, juga Rasulullah SAW gerah melihat kebodohan dan kemungkaran yang dilakukan masyarakat jahiliyah dahulu. Mereka mencari Tuhannya dengan cara yang berbeda-beda.
Begitu pula para pemuda milenial mencari Tuhannya, Allah SWT juga dengan cara dan bahasa yang berbeda.
Para milenialis ini tidak menyukai ceramah-ceramah satu arah, doktrin-doktrin, apalagi judgemental bahwa ini dosa itu neraka tanpa ada kata yang menyejukkan, kalimat yang merangkul, yang memahami, mengerti tentang apa persoalan yang sedang mereka hadapi.
Mereka lebih menyukai guru yang bersahabat, yang tidak perlu cium tangan tapi bisa diajak ngopi bareng, ngobrol santai sambil berceloteh kata bijak, guru yang bersahabat atau sahabat sebagai guru yang dapat menyelipkan nasihat dalam canda tawanya. Ustaz gaul dalam arti memang bisa “bersama” mereka, bergaul dengan mereka. Sama bahasanya, sama gayanya.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah masa berganti hari. Dalam dakwah keliling saya beberapa tahun belakangan ini, bahkan sampai pelosok-pelosok negeri, saya melihat sebuah asa.
Para du'at dan da'i muda mulai menjamur dengan kemasan dan style yang berbeda-beda. Ada yang mengemas dakwahnya dengan olahraga kekinian. Skateboard dulu baru nanti ngaji. Riding jalan-jalan naik motor lalu buka pengajian.
Ada banyak komunitas dakwah anak-anak muda. Dari mulai ODOJ (one day one juz), hijabers yang fenomenal, teras dakwah, pemuda hijrah, pejuang subuh, santridelik, pejuang mahar, bersih-bersih masjid, komunitas film islami, belum rohis-rohis masjid dengan berbagai aktivitas unik mulai jazz Ramadan, juga komunitas dongeng islami yang berkeliling mendongeng ke anak-anak bahkan sampai abang becak.
ADVERTISEMENT
Ada yang konsisten setiap pekan bagi-bagi nasi bungkus dan banyak lagi nama komunitas dengan berbagai fokus dan kegiatannya. Dari mulai sport, science, art. Juga para asatidz-nya, dengan gaya kupluk, ada yang dengan t-shirt kekinian.
Sekaligus juga seakan tak mau kalah, kalangan yang biasa dicitrakan sebagai orang yang jauh dari agama dikarenakan akrab dengan dugem (dunia gemerlap malam) yaitu para pesohor, artis, dan selebrita. Juga berbondong-bondong ikut hijrah, mengisi bahkan membuat pengajian-pengajian artis.
Dengan kekuatan share di media sosialnya ini menjadi dorongan inspirasi yang dahsyat untuk para penggemar dan simpatisannya. Bayangkan banyak artis atau salah satunya ada yang rajin setiap pekan berkeliling dakwah mengajak para penggemarnya masuk masjid dan ikut berhijrah sebagaimana sang artis yang kini telah berhijrah. Sangat menggembirakan.
ADVERTISEMENT
Sehingga hari ini banyak sekali program-program inspirasi anak muda bertebaran di berbagai media. Salah satunya program Selebriti Hijrah di kumparan. Ayo cari hehe.
Pendulum dunia bergerak, bisakah antum merasakannya? Bahwa izzah islam telah hadir. Ya sebentar lagi, muslim yang diremehkan sebagai buih-buih di lautan itu akan berubah menjadi ombak yang besar yang siap menenggelamkan kemaksiatan.
Semangat mereka, anak-anak muda itu adalah harapan kita. Ayo ikut naik ke dalam lokomotif dan gerbong-gerbong mereka. Mereka adalah para pemuda yang merindukan surga .
Dengannya mimpi-mimpi dan harapan akan kebangkitan kebaikan akan tegak setegak-setegaknya, dengannya mimpi dan harapan tentang hari esok yang lebih baik akan semakin dekat sedekat-dekatnya. Insya Allah.
ADVERTISEMENT
Erick Yusuf
MUI PUSAT Komisi Seni Budaya, pimpinan pesantren kreatif iHAQi, Dewan Pembina MES DKI
Instagram @erickyusuf_ihaqi – twitter @erickyusuf – Facebook : @erickyusuf