Konten dari Pengguna

Pelanggaran Etika Pejabat Publik Korupsi Bupati Probolinggo Puput Tantriana

Erika Abia Natasya
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
7 Desember 2021 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erika Abia Natasya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena kasus pidana korupsi seperti yang kita ketahui bukanlah suatu hal yang tabu di Indonesia. Berbagai kasus korupsi kerap dilakukan pada sektor manapun dan pihak manapun, tidak terkecuali oleh para pejabat publik. Baru-baru ini kita ketahui bahwa adanya salah satu kasus korupsi di Indonesia yang menyangkut suap jual-beli jabatan yang dilakukan oleh Puput Tantriana selaku Bupati Probolinggo yang dinonaktifkan.
Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Kumparan.com
Semua berawal dari kemunduran agenda Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tahap II di Kabupaten Probolinggo yang seharusnya diselenggarakan pada tanggal 27 Desember 2021.
ADVERTISEMENT
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, mengatakan "Kabupaten Probolinggo terhitung sebanyak 252 kepala desa dari 24 kecamatan telah menyelesaikan masa tugasnya sejak tanggal 9 September 2021." katanya di Gedung Juang KPK, Sabtu (04/09/2021)
Akibat dari hal tersebut, kursi jabatan kepala desa mengalami kekosongan sementara dan untuk mengatasinya, para pejabat dari ASN Pemkab Probolinggo dengan usulan camat dipilih sebagai kepala desa.
Namun dalam prosesnya, terdapat persyaratan khusus bahwa nama yang diajukan oleh camat harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu berupa paraf dari Hasan Aminuddin yaitu salah satu Anggota DPR RI dan juga merupakan suami dari Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
"Selain itu juga, terdapat tarif bagi setiap calon kepala desa untuk membayar sebesar Rp20 juta serta upeti berupa penyewaan tanah kas desa sebesar Rp5 juta per hektar" Ujar Karyoto lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Buntut panjang tindakan yang dilakukan Bupati Probolinggo tersebut, dengan dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan, KPK mengadakan operasi tangkap tangan (OTT) kepada Bupati Puput Tantriana, Hasan Aminudin, serta beberapa pihak lainnya yang terlibat. Para pemberi diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999, sedangkan para penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999.
Kasus yang melibatkan sepasang suami istri Puput Tantriana dan Hasan Aminudin tersebut merupakan gambaran nyata dari aktivitas politik yang melibatkan hubungan keluarga untuk meraup keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya untuk melanggar standar etika pejabat publik yang seharusnya menjadi landasan dalam bertindak, berperilaku, dan melayani masyarakat dengan penuh tanggung jawab. Dengan kata lain, Puput Tantriana melanggar sumpah jabatan demi kepentingan pribadi
ADVERTISEMENT
Korupsi tentu saja akan sangat memberikan dampak negatif yang besar, dimana kepentingan dan kebutuhan kita sebagai masyarakat akan sulit terpenuhi karena para aparatur negara cenderung mementingkan kepentingan pribadinya. Terlebih jika kita sebagai masyarakat sudah membentuk persepsi bahwa korupsi menjadi "budaya" dalam pemerintahan yang pada akhirnya akan mengurangi rasa kepercayaan kita sebagai masyarakat terhadap pemerintahan.
Kasus yang melibatkan Puput Tantriana memberi dampak kerugian yang besar baik kepada pemerintah maupun kepada kita sendiri sebagai masyarakat. Kita melihat bahwa rendahnya integritas para pejabat publik yang ada di tata kelola pemerintahan ini dalam mentaati etika dan norma-norma yang berlaku. Sangat disayangkan pejabat publik yang dipercaya oleh masyarakat tidak selalu memainkan perannya secara bertanggung jawab tanpa menilai akibat dari perbuatan tersebut dapat berdampak pada kita semua.
ADVERTISEMENT