Konten dari Pengguna

Teater Sekolah Solusi Pembelajaran Drama di Sekolah

Erika Fibriyanti
Seorang mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14 Desember 2020 6:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erika Fibriyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Drama adalah cerita mengenai konflik dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila drama juga lazim disebut seni konflik. Drama merupakan pernyataan dari kemauan manusia dalam menghadapi tantangan atau komposisi dalam kehidupannya. Pertentangan atau clash antar kecenderungan-kecenderungan manusia yang bersifat opoposional. Drama bisa saja pelaku, ciri lakuan, tempat, waktu, dan tema berbeda-beda. Tetapi semua itu senantiasa ada dalam konflik. Hal itu sesuai dengan kenyataan bahwa lakon berakhir pada perjuangan manusia yang berkaitan dengan motif. Kebutuhan kecenderungan maupun harapan insan yang bernama manusia, perjuangan inilah yang lebih lanjut mampu mengetengahkan konflik dalam berbagai bentuk sehingga menjadi landasan pengembangan nilai dramatiknya (Ikhsan dalam Aminudin, 1990).
ADVERTISEMENT
Aristoteles (dalam Aminudin, 1990), menyebutkan drama adalah imitation of life in action (imitasi kehidupan dalam aksi). Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan pula adanya unsur inti dalam drama, yaitu; lakuan. Sehingga dapat dirumuskan pula bahwa drama adalah suatu cerita dalam bentuk ucapan yang diproyeksikan melalui dialog dan lakuan dalam pentas yang disajikan untuk penonton.
Poerwadarminta (dalam Thomsom, 2010) mencatat istilah drama berasal dari Eropa, dan dapat diartikan dengan beberapa istilah, yaitu; (a) cerita sandiwara yang mengharuskan lakon sedih, (b) merupakan kiasan peristiwa menyedihkan atau mengerikan. Drama bertolak dari sebuah bentuk cerita dituliskan sebelum dilakonkan. Jadi drama dapat disebut sebagai naskah dan ada juga yang menganggapnya sebagai lakon.
Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya, diwujudkan dalam suatu karya seni pertunjukan ditunjang oleh unsur gerak, suara, bunyi, dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan tentang kehidupan manusia. Teater berasal dari kata Yunani theatron yang berarti panggung tempat pertunjukan dan kemudian dinamakan teater. Tempat pertunjukan itu mungkin berupa lapangan terbuka (outdoor) atau stadion, akhirnya mencakup sebuah gedung (indoor). Pengertian teater secara etimologi adalah gedung pertunjukan (auditorium). Teater adalah cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan acting atau seni peran di depan penonton dengan menggunakan ucapan, gestur, mimik, musik, tari, dan lain sebagainya. Pengertian teater secara luas adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak, misal; wayang orang, ketoprak, ludruk, dagelan, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Keseimbangan antara dua aspek tersebut menjadi awal tumbuh berkembangnya kesadaran bahwa masyarakat tentang arti penting teater atau drama dalam dinamika sosial. Bukan hanya sarana penghibur semata, melainkan sekaligus menjadi media pendidikan. Di sisi lain, teater atau drama juga tumbuh dengan kepekaan membaca kondisi sosial masyarakat membaca tanda-tanda zaman, untuk kemudian diendapkan dalam pementasan teater atau drama. Degan demikian tidak hanya keterwakilan dan rasa memiliki yang ada dalam benak dan hati penonton ketika menikmati pertunjukan. Tetapi juga teater dan drama dalam arti keberadaan dan perbuatan berperan vital dalam proses reposisi terhadap kedudukan dan fungsi teater atau drama dalam masyarakat dilakukan secara bijak.
Secara umum penelitian terkait pembelajaran di sekolah banyak yang mengarah pada strategi pembelajaran di kelas, sementara penelitian terkait penerapan permbelajaran drama hingga mampu dipentaskan secara lengkap sebagaimana teater memiliki proses yang lebih luas dan kompleks.
ADVERTISEMENT
Dalam pembelajaran drama tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai baik secara kelompok, maupun individu. Pembelajaran sastra di sekolah khususnya drama merupakan suatu pelajaran memerlukan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berencana. Terdapat anggapan bahwa pembelajaran sastra dan bahasa di sekolah harus seimbang, agar pemahaman siswa terhadap kedua bidang tersebut dapat berjalan dengan baik. Untuk memungkinkan guru dapat mengajarkan kesusastraan dengan baik, para calon atau guru saat ini harus memiliki keterampilan bersastra. Hal ini dimaksudkan agar para siswa memeroleh pengalaman sastra melalui daya ekspresi maupun daya apresiasi. Kegiatan latihan drama juga dapat melalui teater sekolah, dengan ini dapat memberikan ruang bagi perkembangan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara lebih strategis.
Teater sekolah menjadi wadah bagi keberlangsungan seni di sekolah. Hal-hal yang terkait kepengurusan teater sekolah secara sederhana dan mudah, tidak akan menjadi problema bagi pembelajaran drama. Guru dituntut mampu membina teater sekolah sebagai upaya menciptakan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang kreatif, ekspresif, dan bergairah. Tidak lagi menjadikan pembelajaran drama sebagai bagian dari materi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang menjemukan bagi dirinya dan terutama bagi siswa. Melalui teater sekolah siswa dapat pula melakukan tahapan langkah-langkah pementasan drama, semua hal yang terkait mulai dari persiapan hingga pementasan drama dapat dipelajari secara mendalam melalui kelompok pementasan masing-masing. Hal demikian sulit ditemukan jika pembelajaran drama hanya semata diterapkan oleh guru di ruang kelas saat pembelajaran berlangsung. Keterbatasan waktu, ruang, dan juga usaha yang seadanya dilakukan oleh guru, tidak akan cukup menjadikan pembelajaran drama dapat berlangsung sesuai yang diharapkan kurikulum sekolah. Bentuk pembelajaran drama yang diterapkan pada teater sekolah, sangat tergantung pada upaya seluruh pihak di sekolah yang mengadakan atau pembentuk teater sekolah.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran drama dalam kompotensi, tidak mengharuskan siswa untuk melakukan pentas secara besar-besaran. Namun sangat tergantung pada kapasitas dari kondisi dan dukungan yang tersedia di sekolah. Kompetensi pementasan drama meliputi; (1) Pengetahuan, hal yang berhubungan istilah drama seperti blocking, casting, acting, monolog, apilog, dan lainnya. Kemampuan pelengkap bukan untuk dihafal mati-matian, namun semuanya akan direfensikan ke dalam pementasan. (2) Sikap adalah bentuk abstrak yang merupakan dampak psikologi bermain drama. Siswa setelah bermain drama diharapkan memiliki sikap tanggung jawab terhadap perannya, jujur, dan ada keseimbangan emosional. (3) Keterampilan ekspresi yaitu inti pementasan drama, dalam kelas siswa akan bermain ekspresi sejalan dengan kreativitas masing-masing. Dari sini bakat bermain peran mereka akan menunjukan seluruh kemampuan dirinya berekspresi ditandai oleh kemampuan memainkan tokoh sejalan dengan teks, arahan sutradara dan daya kreativitasnya.
ADVERTISEMENT
Pada saat membahas drama tentu kita juga mempelajari banyak hal, salah satunya adalah bermain peran, sosiodrama, demonstrasi, pemodelan, dan lain sebagainya yang diwujudkan dalam pementasan drama. Pembelajaran ini memerlukan kerja kolektif hingga kolaborasi dengan bidang seni lainnya. Drama mencakup dalam dua bidang seni, yaitu seni bahasa dan juga seni pertunjukan.