Strategi Kemnaker untuk Atasi Gelombang PHK Massal

Mahasiswi Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Malang
Konten dari Pengguna
8 Desember 2022 11:10
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erika Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber : pexels.com
Saat ini perekonomian Indonesia sedang berada di fase tidak baik-baik saja, di mana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melanda di berbagai sektor, seperti sektor transportasi, hotel dan pariwisata, restoran/rumah makan, olahraga, perdagangan, garmen, digital platform dan lain sebagainya. Banyak perusahaan yang melakukan PHK massal diantaranya seperti Shopee Indonesia, LinkAja, Tokocrypto, Ruangguru, TaniHub, SiCepat, Mamikos, JD.ID, Zenius, Xendit, Lummo, Pahamify, Mobile Premier League, Indosat Ooredoo Hutchison, dan sejumlah perusahaan lainnya. Isu terhangat saat ini berasal dari sektor digital platform di mana PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) mengumumkan keputusan untuk merumahkan karyawannya sebanyak 1.300 orang yang setara dengan 12% dari total keseluruhan karyawan yang dimiliki. Kejadian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami pada perusahaan garmen di mana jumlah tenaga kerja yang terdampak PHK mengalami peningkatan yang cukup drastis. Mengutip data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sejumlah 79.316 karyawan dari 11 perusahaan kehilangan pekerjaannya karena PHK massal ini, bahkan jumlah karyawan garmen yang mengalami PHK bisa lebih dari 79.316 orang. Jumlah ini meningkat hingga mencapai kisaran 30-50% dibanding dengan tahun sebelumnya.
Pihak manajemen PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) mengumumkan mengambil keputusan PHK ini dengan berat hati agar perusahaan ini mampu mandiri secara financial dan tumbuh secara sustainable dalam jangka waktu yang lama dengan memfokuskan diri pada layanan sesuai permintaan, electric commerce dan financial technology. Sedangkan pihak manajemen PT Garmen mengumumkan untuk memulangkan karyawannya dikarenakan permintaan order garmen mengalami penurunan selama periode akhir 2022 sehingga PHK tidak bisa terelakkan lagi, hal ini dilakukan agar PT Garmen dapat terus mempertahankan perusahaannya dari gempuran minimnya permintaan dan efek covid-19 yang masih ada serta akibat dari ancaman resesi global yang diperkirakan akan semakin meluas pada 2023.
Mengatasi maraknya isu PHK di tanah air Kementerian Ketenagakerjaan telah menyiapkan langkah antisipasi berupa mengurangi upah dan fasilitas karyawan tingkat atas, mengurangi jam pekerja, membatasi/menghapuskan kerja lembur, mengurangi hari kerja, dan merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu, sedangkan PHK merupakan keputusan terakhir apabila hubungan perusahaan dengan pekerja tidak mampu untuk dipertahankan lagi. Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 151 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja." Maksudnya adalah PHK merupakan pilihan terakhir yang dilakukan perusahaan setelah semua alternatif telah dilakukan namun tidak mendapatkan hasil.
Kementerian Ketenagakerjaan melakukan koordinasi lintas Kementerian/Lembaga, Dinas Ketenagakerjaan, serta mitra terkait guna memantau perkembangan isu PHK di Indonesia. Dari hasil koordinasi, didapati PHK telah mengusik hampir ke seluruh sektor yang ada di tanah air, walaupun semua pihak telah berupaya untuk menghindari PHK dan mengupayakan PHK sebagai upaya terakhir dari suatu permasalahan hubungan industrial. Namun tetap saja ada berbagai hal yang menyebabkan hal ini terjadi, seperti banyaknya teknologi pengganti tenaga manusia, minimnya permintaan sehingga perusahaan tidak mampu untuk membayar gaji pekerja dan lain sebagainya. Padahal PHK tidak serta merta dapat dilakukan begitu saja, melainkan harus memiliki alasan yang jelas mengenai mengapa PHK ini perlu untuk dilakukan. Menurut Pasal 151 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi "PHK baru menjadi pilihan apabila perusahaan yang bersangkutan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 tahun yang dibuktikan dengan keuangan perusahaan selama 2 tahun berturut-turut." apabila PHK tetap dilakukan maka perusahaan yang melakukannya terindikasi telah melanggar ketentuan ini dan melakukan tindakan secara sepihak. Seluruh pihak yang bersangkutan seperti pemerintah dan pekerja yang terdampak PHK berhak mengetahui laporan keuangan perusahaan sehingga mereka dapat mengetahui apakah keuangan perusahaan tersebut sedang mengalami penurunan dan PHK adalah keputusan terbaik yang harus dilakukan.
Alasan PHK semakin banyak bukan karena dampak dari pandemi Covid-19 yang masih berlangsung tetapi juga disebabkan oleh transformasi bisnis di era digital dan geopolitik global yang turut menyebabkan melemahnya daya beli di berbagai negara tujuan ekspor produk Indonesia. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk mengurangi gelombang PHK yang timbul dengan melakukan perubahan Undang-Undang yang semula menggunakan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang menjelaskan mengenai "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat." digantikan dengan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2021 mengenai mekanisme PHK dan besaran kompensasi PHK yang berisikan bahwa " Pasal 37 (PERATURAN BARU)
  • Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Pemerintah harus mengupayakan agar Pemutusan Hubungan Kerja tidak terjadi.
  • Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
  • Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.
  • Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.
Pasal 38 (PERATURAN BARU)
Dalam hal Pekerja/Buruh telah mendapatkan surat pemberitahuan dan tidak menolak Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha harus melaporkan Pemutusan Hubungan Kerja kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 39 (PERATURAN BARU)
  • Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.
  • Dari Ketiga pasal tersebut dapat di simpulkan bahwa mekanisme PHK sudah jelas adanya.
  • Para pekerja yang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mendapatkan uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Ketenagakerjaan. Serta para pekerja juga mampu mencairkan dana dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai dan juga memberikan bantuan melalui kartu prakerja dan telah ditetapkan pula dalam PP No.35 Tahun 2021 Pasal 40 ayat 1 yang berbunyi "Dalam hal pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima."
Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
SAMA
Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan
sebagai berikut:
SAMA
(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  • cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  • biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat di mana Pekerja/Buruh diterima bekerja; dan
  • hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PHK massal ini memberikan dampak yang besar bagi masyarakat diantaranya yakni hilangnya mata pencaharian warga, angka kemiskinan yang bertambah, memicu peningkatan angka kejahatan, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, pemerintah dihimbau untuk segera memperbaiki perekonomian Indonesia yang sedang mengalami penurunan dan memberikan upaya yang serius dan tepat untuk mencegah terjadinya gelombang PHK massal. Sosialisasi mengenai pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga harus ditingkatkan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi angka pengangguran, kemiskinan dan menurunkan tingkat PHK agar dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.
Baca Lainnya
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020