Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pandemi Tidak Menjadikan Bullying Punah
24 Juli 2023 19:32 WIB
Tulisan dari Erkam Pramana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bullying atau perundungan, seperti menjadi bukti petuah lama yang berbunyi,”Sejarah akan terulang kembali.” Tindakan yang identik terjadi pada pelajar itu selalu ada di setiap generasi. Keberadaannya menghadirkan ketakutan bagi korban dan menunjukan sisi superioritas dari pelaku.
ADVERTISEMENT
Tindakan bullying sendiri terjadi di berbagai tempat dalam lingkup komunitas tertentu, termasuk sekolah. Tempat yang seharusnya menghadirkan rasa nyaman untuk belajar dan berkembang bagi pelajar. Justru berbalik menyiksa secara fisik ataupun psikis bagi pelajar tertentu.
UNICEF mengungkapkan, 41 persen pelajar berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami perundungan setidaknya beberapa kali dalam satu bulan. Besaran angka itu didapat dari studi Program Penilaian Pelajar Internasional atau Bahasa Inggrisnya Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018. Hal tersebut diperkuat dengan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwa di antara tahun 2016 – 2020 mereka menerima sebanyak 480 aduan perundungan yang terjadi pada pelajar. Lalu berapa jumlah pelajar yang mengalami perundungan, tetapi belum ataupun tidak diadukan? Bisa jadi lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Perundungan yang terjadi pada pelajar di sekolah cukuplah beragam. Mulai dari secara verbal dengan cara menggosip, menegejek, dan memaki. Lalu, secara psikologis dalam bentuk intimidasi, diskriminasi, dan mengabaikan. Setelah itu ada juga dengan bullying fisik, seperti tindakan menampar, mencubit, dan memukul. Dan terakhir yang sejalan dengan perkembangan zaman adalah cyberbullying.
Virus Covid-19 yang merebak di awal tahun 2020, berpengaruh cukup besar terhadap berbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali pendidikan. Perubahan cepat pun terjadi, dimana pembelajaran di sekolah ditiadakan, pembelajaran jarak jauh secara daring dilakukan sebagai bentuk solusi alternatif yang dipilih. Hal tersebut dijalankan demi keamanan dan keselamatan pelajar dari ancaman pandemi yang sedang terjadi.
Di balik pro dan kontra pembelajaran secara daring. Pandemi rasanya seperti obat untuk tindakan bullying yang terjadi di sekolah. Pelajar yang belajar dari rumah dan tidak diperbolehkan keluar rumah untuk hal yang tidak penting, menjadikan interaksi antara sesamanya berkurang. Dan tentu seharusnya berakibat pada turunnya angka bullying.
ADVERTISEMENT
Namun, dua tahun pandemi yang berdampak pada budaya dan perilaku masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Khususnya dunia pendidikan yang seharusnya dibuat lupa apa itu tindakan bullying, ternyata tidak demikian. Pandemi tidak membuatnya menjadi punah. Tindakan tersebut masih ditemui di dalam ataupun di luar sekolah.
Justru dengan adanya pandemi, bullying seperti virus Covid-19 yang terus bermutasi. Ketika perundungan tradisional tidak dapat dilakukan. Cyberbullying menjadi mutasi terbaru dari tindakan yang tidak terpuji itu. Contoh kasusnya pun beragam, mulai dari mengeluarkan seseorang dari grup tanpa alasan yang jelas, menyebarkan foto ataupun video yang dirasa mengandung aib di media sosial, menghujat dan menghina di room chat ataupun saat bermain game online, menyebarkan informasi yang merusak reputasi, dan masih banyak lagi tindakan lainnya.
ADVERTISEMENT
Tindakan cyberbullying tersebut, salah satunya dapat dilihat dari kasus yang menimpa seorang anak di Tasikmalaya. Ia dipaksa untuk menyetubuhi seekor kucing dan direkam oleh pelaku perundungan. Lalu, videonya disebarkan melalui media sosial, hingga ia depresi, sakit, dan berujung meninggal dunia.
Tindakan bullying yang terjadi pada pelajar tidak hanya berdampak secara fisik, melainkan juga psikis. Dimana psikis itu sendiri mempunyai hubungan dengan mental. Mental sendiri mempunyai kaitan yang cukup erat dengan logika dan emosi yang dimiliki seseorang. Ketika mentalnya terganggu ataupun sakit, tentu akan sangat mempengaruhi dari tumbuh dan kembangnya sebagai seorang pelajar.
Dampak secara umum yang dialami oleh korban bullying dapat kita kenali dalam bentuk depresi, rendah tingkat percaya diri, prestasi, dan kehadiran di kelas, menurunnya kecerdasan, sulit dalam mengambil keputusan, dan kemampuan bersosialisasi yang rendah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dampak dari bullying tidak hanya akan dirasakan oleh korban, pelaku dan saksi dari tindakan tersebut akan mengalami hal yang sama, terutama dalam hal kedirian dan sikap. Dilansir kemenpppa.go.id, secara rinci, bagi pelaku perundungan akan memiliki tingkat rasa percaya diri yang terlampau tinggi, mudah marah, mendukung tindakan kekerasan, agresif, sikap toleransi yang rendah, dan masih banyak lagi. Sedangkan, dampak terhadap saksi adalah adanya asumsi tindakan itu diterima secara sosial, sehingga mempunyai kemungkinan bergabung dengan pelaku, ataupun hanya diam menyaksikan.
Seiring dengan kesadaran kesehatan mental yang mulai tumbuh dan booming di masyarakat. Maka tentu, hal tersebut juga menjadi momentum untuk menumbuhkan rasa sadar bahwa tidak selayaknya tindakan bullying dilakukan. Kesadaran pada setiap individu tentu akan berdampak kepada masyarakat. Sehingga tidak hanya berpangku tangan, bahwa perundungan akan punah dengan terbiasanya kita dengan pandemi.
ADVERTISEMENT
Selain adanya kesadaran bersama untuk tidak melakukan bullying, perlu adanya tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, terkhususnya di sekolah. Hal tersebut dapat dimulai dengan melakukan promosi ketika kegiatan masa orientasi sekolah kepada siswa, guru, dan semua yang ada di lingkungan belajar. Ditindaklanjuti dengan menunjuk salah satu siswa menjadi duta kesehatan mental guna menjadi promotor dan fasilitator bagi teman-temannya, karena mereka paling dekat dengan tindakan bullying. Membuka kanal pengaduan berkaitan dengan tindakan tersebut, ataupun menerapkan hukuman alternatif. Dari secara fisik maupun kata-kata yang menghakimi bagi pelaku, ke pengembangan poin pelanggaran dan hukuman yang mengarah pada ranah disiplin bagi pelajar yang melakukan tindakan perundungan.
Sehingga, bullying yang selalu menjadi momok dari generasi ke generasi secara bertahap dapat berkurang dan punah. Pelajar dapat belajar secara maksimal di sekolah, untuk pada akhirnya mempersiapkan diri mengemban amanah di masa depan. Dan tentunya lembaga pendidikan humanis yang memanusiakan manusia terbukti memang benar adanya.
ADVERTISEMENT