Konten dari Pengguna

Ancaman Resesi Global 2023, Indonesia Termasuk Kebal?

ERMA MUMTAHANAH
Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Malang
29 Oktober 2022 20:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ERMA MUMTAHANAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Resesi global diprediksi akan menyerang di berbagai negara pada tahun 2023 mendatang. Faktor pemicu munculnya isu ini adalah banyaknya negara di dunia yang telah mengalami inflasi dengan naiknya tingkat ekonomi dan daya beli masyarakat namun tidak seimbang. Hal ini menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat seluruh dunia. Apalagi pada 3 tahun terakhir seluruh dunia sedang mengalami pandemi Covid-19 yang sampai sekarang masih belum diketahui kapan akan reda.
ADVERTISEMENT
Dampak dari pandemi ini yang mengakibatkan perekonomian di dunia terguncang, khususnya di Indonesia. Dapat dilihat dari lemahnya daya beli akibat kesulitan finansial yang berakibat pada masalah ekonomi yang serius seperti bertambahnya tumpukan utang. Banyak petinggi dunia yang mengatakan bahwa Covid-19 akan berakhir, namun disusul perang Ukraina-Rusia yang tak kunjung usai mengakibatkan perekonomian di beberapa negara maju ikut melemah. Kebijakan negara maju dapat mempengaruhi negara berkembang. Untungnya perkiraan pertumbuhan ekonomi di Indonesia cukup kuat sebesar 5,5% di tahun ini.
Grafik Pertumbuhan Ekonomi tahun 2014-2022 | Sumber : foto buatan sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Grafik Pertumbuhan Ekonomi tahun 2014-2022 | Sumber : foto buatan sendiri
Inflasi yang tinggi
Tingginya inflasi yang terjadi di berbagai negara disebabkan oleh suplai barang yang menurun namun jumlah permintaan yang terus meningkat, terlebih lagi dunia sedang diterpa oleh badai pandemi Covid-19 yang terjadi pada dua tahun kemarin. Belum lagi pandemi selesai sudah dihadapkan dengan adanya perang Rusia-Ukraina. Dari adanya perang ini menimbulkan disrupsi yang berdampak negatif terhadap kestabilan pasokan barang pokok secara global. Akibatnya, harga barang pokok mengalami lonjakan harga dan terus mendorong inflasi naik.
ADVERTISEMENT
Mengutip pada CNBC Indonesia, negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, tingkat inflasi sudah menyentuh 8,3% per Agustus tahun ini. Amerika yang menjadi poros utama perekonomian dunia akan memberikan dampak negatif bagi negara-negara lain khususnya negara berkembang jika sampai terjadi inflasi yang tinggi. Tingginya inflasi di Indonesia mengakibatkan masyarakat harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli kebutuhan pokok hidupnya, sehingga menyebabkan daya beli dan tabungan masyarakat sangatlah menurun, apalagi pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Dikutip dari laman Kementerian Keuangan.go.id, inflasi Indonesia pada Agustus tahun ini sebesar 4,69% dimana telah mengalami penurunan dibandingkan pada Juli kemarin yang sebesar 4,94%. Hal ini menjadi salah satu keberhasilan menekan angka inflasi.
Suku bunga naik di berbagai negara
ADVERTISEMENT
Untuk meredam tingginya inflasi membuat bank sentral menaikkan suku bunganya. Jika suku bunga sudah dinaikkan untuk melindungi nilai mata uang, namun akan membebani para debitur dan menyebabkan kredit macet. Yang jika terus menerus terjadi bahkan dalam angka besaran, perbankan bisa mengalami gulung tikar atau kolaps. The Federal Reserve (The FED) diperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga 3-4% di AS yang mana menjadi suku bunga tertinggi di AS. Dengan ditingkatkannya suku bunga dapat menekan inflasi, namun hal ini di beberapa daerah tidak bisa mencegah terjadinya resesi global.
Grafik Inflasi Amerika pada tahun 2019-2021 | Sumber : foto buatan sendiri
Permintaan masyarakat akan berkurang dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara akan semakin lambat. Jika suku bunga terus dinaikkan untuk mengendalikan inflasi, Bank Dunia memperkirakan bahwa resesi yang besar di tahun 2023 bakal terjadi. Kenaikan suku bunga ini juga membuat Produk Domestik Bruto global akan semakin lambat hingga 0,5% pada tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
Di tengah kondisi yang serba tidak pasti ini, nilai suku bunga meningkat dan nilai tukar rupiah melemah, indonesia masih tetap bertahan. Anggaran Pendapatan Belanja Negara masih bekerja dengan baik, defisit bisa ditekan, hingga pembiayaan utang juga berkurang.
Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri dalam acara Indonesia Knowledge Forum XI tahun ini mengatakan bahwa kondisi perekonomian yang ada di Indonesia terbilang masih cukup kuat, jika nanti pada tahun mendatang akan terjadi resesi global. Seandainya pada tahun mendatang mengalami penurunan, dampak terhadap guncangan global ekspor Indonesia, tidak terlalu besar.
Namun demikian, yang terjadi di lingkungan masyarakat sudah mengalami kepanikan. Menurut Widarta pengamat ekonomi sekaligus dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Widarta MM, masyarakat tidak perlu panik membeli yang artinya membeli semua kebutuhan pokok dengan jumlah besar dan menyimpannya untuk stok tahun depan. Masyarakat harus lebih bijak dalam mengatur jumlah konsumsi permintaan pada tahun ini. Hal inilah yang masyarakat perlukan dalam mengendalikan belanjanya untuk mengantisipasi terjadinya resesi di tahun selanjutnya. Karena jika harga sudah mulai merangkak naik masyarakat perlu waspada dan berantisipasi dengan membuat daftar prioritas yang dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyatakan bahwa potensi Indonesia dalam terkena resesi global cukup kecil. Dikarenakan neraca perdagangan Indonesia di tahun ini mengalami surplus dan aktivitas manufaktur Indonesia terus meningkat sehingga kedua faktor ini menjadi penyelamat bagi Indonesia dari jurang resesi global. Meskipun begini, Menteri Keuangan Sri Mulyani selalu mengingatkan pada pemerintah Indonesia untuk tetap waspada dalam mengambil setiap kebijakan baik moneter maupun fiskal untuk menghindari resesi.
Dengan suku bunga yang dinaikkan untuk mencegah terjadinya resesi juga membuat pertumbuhan perekonomian dunia semakin lambat bahkan juga turun. Meskipun diprediksi Indonesia tidak berdampak sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun mendatang nanti, pemerintah harus dan perlu mengambil kebijakan yang mengantisipasi pada kemungkinan krisis global.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari sisi moneter, Bank dan perusahaan harus tetap menjaga kinerja mereka, sehingga diharapkan membantu menambah tingkat konsumsi masyarakat, ekspor produksi hingga menghindari terjadinya krisis finansial. Pemerintah Indonesia bisa memberikan kebijakan intensif moneter seperti Pelonggaran Kuantitatif. Kebijakan ini digunakan untuk memberikan kelonggaran likuiditas bank jika membeli surat berharga jangka panjang. Gunanya untuk meningkatkan Jumlah Uang Beredar sehingga mendorong tingkat kenaikan pinjaman dan investasi.
Selain kebijakan ini, pemerintah juga harus menggalakkan upaya antisipasi terjadinya resesi global melalui sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk selalu ditingkatkan. Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah sebanyak 64,2 juta pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah berasal dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Yang mana berarti daya serap tenaga kerja Usaha Mikro Kecil Menengah sangatlah besar sebanyak 117 juta pekerja. Usaha Mikro Kecil Menengah juga sangat berkontribusi terhadap perekonomian nasional atau Produk Domestik bruto sebanyak 61,1%.
ADVERTISEMENT
Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga menilai bahwa Usaha Mikro Kecil Menengah menjadi salah satu sektor yang sangat berperan penting dalam membentengi perekonomian Indonesia terhadap resesi global. Karena nantinya resesi pasti sulit untuk mencari pekerjaan bahkan tidak ada lowongan pekerjaan baru bagi pengangguran, jadi lebih baik untuk menambah dan mengelola lapangan pekerjaan melalui Usaha Mikro Kecil Menengah.
Dari data yang ada, ternyata Indonesia mempunyai potensi basis yang kuat dari banyaknya jumlah tenaga kerja yang diserap. Basis usaha sektor ekonomi ini yang menjadi bukti bahwa Indonesia akan kebal dalam menghadapi krisis global. Oleh karena itu, pemerintah dapat memberikan kebijakan untuk meningkatkan jumlah kapasitas Usaha Mikro Kecil Menengah yang ada di Indonesia supaya bisa menjadi usaha menengah.
ADVERTISEMENT