Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Maju dan Merdeka: Refleksi HUT RI ke 75 Perspektif Perempuan
9 Agustus 2020 7:56 WIB
Tulisan dari Erni Juliana Al Hasanah N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemerdekaan bukan hanya hak segala bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD 1945). Kemerdekaan juga hak perempuan dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Tapi, sebelum menuntut hak, selalu ada kewajiban yang harus dipenuhi sehingga terbangun keseimbangan antara hak dan kewajiban.
ADVERTISEMENT
Sebentar lagi Indonesia akan genap berusia 75 tahun, memasuki usia senja untuk seorang manusia, tapi tidak demikian untuk sebuah negara besar seperti Indonesia. Karena pandemi Covid-19, HUT RI ke-75 akan dirayakan dengan suasana berbeda dari tahun sebelumnya.
Untuk menyambut hari kemerdekaan RI, pemerintah telah mengeluarkan ketentuan untuk tetap bisa melaksanakan perayaan sekaligus mensyukuri kemerdekaan di tengah kasus Covid-19 yang masih tinggi di Indonesia. Perayaan kemerdekaan harus dibatasi dari segi acara maupun kehadiran para undangan. Perayaan kemerdekaan dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Tema besar yang diusung dalam peringatan HUT RI ke-75 adalah “Indonesia Maju”. Untuk merealisasikan tema besar ini, peringatan HUT RI harus dilihat dari berbagai perspektif, salah satunya dari perspektif perempuan.
ADVERTISEMENT
Belum lama ini (6/8/2020), Pusat Studi Islam Perempuan Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dalam ITB AD kerjasama dengan Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) angkatan 59, menggelar Seminar Nasional Daring dengan tema “Maju dan Merdeka: Refleksi HUT RI ke-75 dalam Perspektif Perempuan.
Pada kesempatan tersebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan bahwa seminar ini menjadi momen untuk memaknai dan mengisi kemerdekaan melalui bingkai kesetaraan gender, khususnya dalam upaya untuk bangkit dari dampak pandemi Covid-19.
Sejarah membuktikan, perempuan memegang peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia maupun dalam mengisi kemerdekaan baik melalui buah pikir, semangat dan partisipasinya dalam pembangunan nasional. Karena itu sudah seharusnya perempuan aktif mengisi kemerdekaan dengan cara berdaya secara ekonomi, memiliki akses pendidikan, berpartisipasi dalam kegiatan politik, dan terlibat aktif dalam pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Makna kemerdekaan harus meliputi semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam relasi gender dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku. Jika belum ada ketentuan yang memenuhi syarat kemerdekaan seperti ini maka sangat diperlukan adanya ketentuan (undang undang) baru yang mampu memenuhinya.
Keterlibatan perempuan di bidang politik menjadi keniscayaan sebagai jalan untuk mencapai perbaikan yang diinginkan. Bila hak-hak perempuan dalam bidang politik tidak terpenihi maka akan sulit untuk mewujudkan hak-hak perempuan dalam bidang lainnya seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Tafsiran terhadap makna kemerdekaan tidak boleh dilepaskan dari keadilan relasi antara laki-laki dan perempuan, karena tanpa keadilan relasional tidak mungkin akan lahir kemerdekaan yang sesungguhnya. Keadilan tidak akan bisa terbangun tanpa berangkat dari kesetaraan.
ADVERTISEMENT
Kemerdekaan dalam persfektif keadilan gender memerlukan kebijakan afirmatif, seperti adanya keharusan kuota 30 persen dalam bidang politik, yang sebenarnya bila dilihat dari kepentingan agregasi belum mencerminkan keadilan karena pada faktanya antara laki-laki dan perempuan secara kuantitatif relatif sama bahkan ada kecenderungan perempuan lebih banyak dari laki-laki.
Kemerdekaan tidak hanya ditafsirkan sebagai bentuk kebebasan dari penjajahan (kolonialisme) tapi juga dari segala bentuk manifestasi kehendak dan keinginan untuk mendominasi satu sama lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu perempuan harus maju dan merdeka. i
Dalam konteks pandemi Covid-19, jika kita belajar dari pengalaman para pemimpin di berbagai negara, terbukti pemimpin perempuan lebih berhasil dalam menyelelamatkan negaranya dari bahaya pandemi seperti Selandia Baru, Jerman dan Taiwan. Ini membuktikan bahwa di masa krisis dibutuhkan tampilnya pemimpin perempuan, karena secara psikologis perempuan lebih punya kesabaran, empati, dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan yang akan berdampak fatal jika dihadapi tanpa kesabaran dan kehati-hatian.
ADVERTISEMENT
Maka makna kemerdekaan dalam perspektif perempuan saat ini bahwa perempuan dan laki-laki harus memiliki peran, posisi, kesempatan, serta akses yang sama dalam proses dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Di bidang ekonomi Perempuan perlu mandiri, dapat melakukan berbagai kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk menambah penghasilan dan pendapatan, baik bagi dirinya sendiri ataupun keluarganya.
Di bidang pendidikan, perempuan juga harus memiliki kemerdekaan untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan minat dan kecenderungannya tanpa ada paksaan dari pihak lain. Dibidang politik kebebasan berpendapat, menyampaikan pemikiran, aspirasi, serta partisipasinya dalam berbagai ranah kehidupan harus murni dari kemauan perempuan sendiri.
Perempuan harus mandiri dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat maju dan berdaya. Tapi, yang perlu dicatat bahwa kemandirian hanya akan bisa diperoleh jika perempuan memiliki kemampuan dasar yang memadai. Artinya, pendidikan (juga kesehatan) merupakan hal yang tak bisa ditawar.
ADVERTISEMENT
Untuk memperoleh kemerdekaan dalam berbagai bidang sebagai hak perempuan, kemajuan menjadi kewajiban yang harus dimiliki dengan cara terus-menerus belajar dan memahami setiap situasi yang dihadapi. Tanpa adanya kemajuan, kemerdekaan hanya akan menjadi angan-angan.
Erni Juliana Al Hasanah Nasution
Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan ITB AD Jakarta
Alumni PPRA 59 Lemhannas RI (IKAL ’59)