Mengurai Masalah Pendidikan di Masa Pandemi

Erni Juliana Al Hasanah N
Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
Konten dari Pengguna
6 Juli 2020 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erni Juliana Al Hasanah N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pendidikan Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pendidikan Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah tersiar video Presiden Joko Widodo yang “marah” di hadapan menteri-menteri, berseliweran isu akan terjadi reshuffle. Yang paling banyak disorot, selain menteri yang menangani kesehatan dan ekonomi, juga pendidikan. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dikelola perguruan tinggi dan sekolah-sekolah banyak menjadi sorotan karena di lapangan masih ditemukan kendala-kendala insfrastruktur, terutama terkait ketersediaan alat dan jaringan internet. Akibatnya, masih ada beberapa siswa/mahasiswa, bahkan sekolah yang tidak mampu menyelenggarakan PJJ.
ADVERTISEMENT
PJJ menjadi tantangan yang banyak disorot publik karena terkait langsung dengan kepentingan masyarakat dan menyangkut masa depan mutu pendidikan generasi mendatang. Selain itu, karena pejabat yang menangani (Menteri Nadiem Makarim) dianggap punya keahlian di bidang tehnologi digital yang seharusnya bisa mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam PJJ yang berbasis daring (dalam jaringan).
Tapi, jika yang menjadi hambatan infrastruktur dan ketersediaan alat komunikasi, apa yang bisa dilakukan Nadiem?
Jadi, kalau banyak kalangan mengritik kinerja para Menteri, termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, maka faktor yang mempengaruhinya tidak tunggal. Banyak hal, tidak semata karena sang menteri.
Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, memberi rapor merah pada Nadiem. Tidak ada masalah. Toh ada juga kalangan yang mengapresiasi langkah-langkahnya seperti penghapusan ujian nasional, memperkenalkan konsep “merdeka belajar” dan lain-lain yang memang masih butuh pembuktian realisasinya di lapangan.
ADVERTISEMENT
Soal rapor menteri, menurut penulis, tergantung melihatnya dari perspektif mana. Di era pandemi COVID-19 ini, apa sih yang tidak negatif. Bidang-bidang lain selain pendidikan juga menunjukkan data yang negatif. Tapi, kalau kita hanya melihat dari sisi negatif, rasanya tidak adil. Dalam kondisi normal saja, banyak masalah yang menimpa dunia pendidikan. Apalagi di era pandemi. Oleh karena itu, mungkin akan lebih baik jika kita mencoba melihatnya secara proporsional.
Adanya COVID-19, diakui atau tidak, membuat kita sadar bahwa kita kurang siap dalam menghadapi kejadian luar biasa. Dalam situasi seperti ini, ada tantangan yang memaksa kita lebih kreatif. Dibutuhkan inovasi-inovasi baru agar dunia pendidikan tetap survive. Kita patut bersyukur karena tuntutan keadaan, ada mahasiswa (kolaborasi ITS dan Unair, Surabaya) yang berhasil menciptakan robot untuk memudahkan proses sterilisasi ruangan perawatan COVID-19. Bahkan ada siswa (SMK Muhammadiyah 7, Gondanglegi, Malang, Jawa Timur) yang mampu menciptakan bilik disinfektan untuk membasmi virus korona.
ADVERTISEMENT
Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa, meskipun ada kalangan yang menentang dengan menggelar demonstrasi di sejumlah tempat, menurut penulis kebijakan tersebut patut diapresiasi. Sangat tidak tepat jika UKT harus dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Dalam situasi pandemi ini, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sangat rentan terkena damapak COVID-19. 95% biaya PTS dari uang kuliah mahasiswa. Manakala aksi mahasiswa yang menuntut penurunan UKT 50%, atau bahkan sampai gratis, tentu akan membuat PTS kolaps.
Apalagi jumlah mahasiswa yang kuliah di PTS jauh lebih besar dari PTN. Berdasarkan Data BPS tahun 2015 jumlah mahasiswa yang kuliah di PTS sebanyak 3.938.308 dan PTN sebanyak 1.958.111.
Dengan kebijakan penyesuaian UKT di masa pandemi COVID-19, akan ada dana bantuan UKT untuk 410 ribu mahasiswa yang belum menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP). Mayoritas akan diberikan untuk mahasiswa PTS dikarenakan kebijakan sebelumnya (keringanan UKT) adalah untuk PTN. Kebijakan memperioritaskan PTS dianggap sudah tepat. Kebijakan terkait keringanan UKT ini diatur dalam Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, yang antara lain mengatur cicilan, penundaan, dan penurunan UKT.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa dapat mengajukan cicilan UKT bebas bunga (0 persen) dengan jangka waktu pembayaran cicilan disesuaikan kemampuan ekonomi mahasiswa. Juga dapat mengajukan penundaan pembayaran UKT. Mahasiswa juga dapat mengajukan penurunan biaya dan jumlah UKT baru disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa.
Demikian juga dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), ada kebijakan afirmasi dan kinerja untuk sekolah swasta. Sebelumnya, kedua komponen ini hanya diperuntukan untuk sekolah negeri. Sekarang bisa mencakup swasta dan negeri. Targetnya bukan hanya sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) dan sekolah berkinerja baik, tapi dialihkan untu semua sekolah yang terdampak COVID-19 di seluruh Indonesia.
Banyak yang meragukan kemampuan Menteri Nadiem. Banyak yang mempertanyakan bagaimana pendidikan kita bisa bangkit dari keterpurukan sebagai dampak COVID-19. Dengan mengurai masalah-masalah yang dihadapi dunia pendidikan di masa pandemi, sebagai sosok yang lahir dari dunia penuh inovasi, Nadiem masih memiliki kesempatan untuk membuktikan kemampuannya dalam menanggulangi masalah-masalah tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk membuktikan itu, diperlukan langkah-langkah konkret yang dampaknya bisa dirasakan secara langsung baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Agar Indonesia bisa segera bangkit dari keterpurukan dunia pendidikan, terlebih jika PPJ diperpanjang sampai akhir tahun 2020, maka perlu ada kebijakan yang lebih adaptif, yang bisa membuat semua siswa dan mahasiswa bisa belajar efektif.
Di antara langkah mendesak yang perlu ditempuh adalah pelatihan untuk guru dalam menangani PJJ. Selama ini, baik guru, murid, maupun orang tua, dibuat susah dengan program PPJ ini. Dengan adanya ketrampilan guru, plus penambahan fasilitas yang memadai, penulis yakin PJJ akan bisa dijalankan dengan lebih baik.
Bagaimana Pendidikan kita bisa bangkit keluar dari masa pandemi ini adalah PR kita bersama. Dalam situasi seperti ini kita perlu energi positif untuk dapat berpikir jernih, kalau hanya melihat dari sisi kurangnya, tentu banyak sekali kekurangan. Tapi, kalau kita melihat sisi positifnya, penulis yakin, semua kesulitan akan ditemukan jalan keluarnya.
ADVERTISEMENT
---
Oleh : Erni Juliana Al Hasanah N
Dosen Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB – AD) Jakarta