Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Balai Harta Peninggalan, Sebagai Peninggalan Zaman Kolonial
30 September 2024 11:08 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Erniwati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah Balai Harta Peninggalan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kedatangan Pemerintah Belanda pada tahun 1596.
Benar memang, bahwa Balai Harta Peninggalan (BHP) merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda. Dimana saat itu Pemerintah Belanda punya tujuan awal yaitu untuk berdagang.
ADVERTISEMENT
Nah, jadi bagaimana sejarah terbentuknya BHP ini? Berikut penjelasannya yang saya kutip dari laman kemenkumham khususnya laman ahu.go.id.
Terbentuknya Perusahaan Belanda Hindia Timur (VOC)
Perdagangan Pemerintah Belanda tidak selalu berjalan mulus, karena seiring berjalannya waktu, Pemerintah Belanda juga mendapat tekanan dari pesaing dari Cina, Inggris dan Portugis yang mempunyai armada-armada yang lebih besar.
Maka untuk menghadapi persaingan, Pemerintah Belanda kemudian membentuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Belanda Hindia Timur.
Dengan pembentukan VOC tersebut, Pemerintah Belanda mendapatkan kesuksesan dan terus melakukan perluasaan daerah perdagangan, yang salah satunya adalah melalui peperangan.
Bertambah luasnya daerah kekuasaan maka bertambah juga daerah perdagangan yang pada akhirnya berbanding lurus dengan jumlah orang belanda yang meninggal dalam peperangan.
ADVERTISEMENT
Terbentukan Balai Harta Peninggalan (Wees En Boedel Kamer)
Nah karena banyaknya orang-orang atau prajurit Belanda yang meninggal di medan perang, maka Pemerintah Belanda mulai menyadari bahwa perlu ada kepengurusan harta kekayaan dari orang-orang tersebut.
Oleh sebab itu, Guna mengurus harta kekayaan dari orang yang meninggal tersebut, dan demi kepentingan para ahli warisnya yang berada di Belanda, pada pada tanggal 1 Oktober 1624 dibentuklah sebuah lembaga yang diberi nama Wees En Boedel Kamer atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Balai Harta Peninggalan (BHP) yang berkedudukan di Jakarta.
Untuk menjangkau wilayah Indonesia yang sangat luas, setelah BHP Jakarta dibentuk, maka menyusul dibentuk lagi BHP Medan, Semarang, Surabaya dan Makasar. Bahkan di hampir tiap-tiap Karesidenan / Kabupaten pada waktu itu dibentuk BHP yang merupakan Kantor Perwakilan.
ADVERTISEMENT
Status BHP Pasca Kemerdekaan RI
Pasca kemerdekaan Indonesia, keberadaan Balai Harta Peninggalan tetap ada berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yaitu “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Dalam perjalanannya, kehadiran BHP di Indonesia mengalami masa pasang surut, yakni dengan adanya penghapusan BHP Ujung Pandang dan perwakilan-perwakilannya dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 12 Oktober 1964 Nomor J.A.10/11/24.
Kemudian pada tahun 1976 oleh Menteri Kehakiman yang pada waktu itu dijabat oleh Mochtar Kusumaatmadja, dirasa perlu untuk membentuk kembali BHP Ujung Pandang dan perwakilan-perwakilannya, sehingga dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 23 Oktober 1976 No. J.S.4/9/1 akhirnya dibentuk kembali BHP Ujung Pandang dan perwakilan-perwakilannya.
ADVERTISEMENT
Seiring perubahan politik dan sistem hukum di Indonesia, keberadaan seluruh kantor Perwakilan BHP kemudian dihapus, sehingga semua tugas teknis di Perwakilan dikembalikan/diserahkan kepada BHP yang membawahinya.
Dengan demikian saat ini hanya ada 5 (lima) BHP di Indonesia, yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar, dan masing-masing meliputi wilayah kerja di daerah tingkat I dan tingkat II.
Wilayah Kerja BHP di Indonesia
Adapun wilayah kerja dari BHP yang ada berdasarkan Penetapan Menteri Kehakiman No. 2272/D.H.P.2 tanggal 20 September 1995 adalah sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
Organisasi Dan Tata Kerja BHP
BHP berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Hukum dan perundang-undangan melalui Direktorat Perdata.
BHP wajib menyampaikan laporan kepada Drijen Hukum dan Perundang-undangan melalui Direktur Perdata dan tembusan laporan disampaikan kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
Tata Kerja BHP sendiri menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik internal, satuan organisasi dibawah Dapartemen Kehakiman (masa itu) atau Direktorat Jenderal, dan instansi eksternal.
Peraturan yang mengatur mengenai BHP adalah peraturan perundang-undangann mengenai hukum keluarga yang termuat dalam Buku I KUH Perdata (KUHPer/BW), ketentuan-ketentuan tentang pendirian maupun instruksi BHP, peraturan rumah tangga atau peraturan jabatan, peraturan keuangan untuk mengatur pelaksanaan pengurusan terhadap segala uang yang berada dalam pengurusan BHP dan peraturan-peraturan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sesuai Permenkumham No. M-01.PR.07.10 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Dapartemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
BHP merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) berada di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di bawah Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, tetapi secara teknis bertanggung jawab langsung pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) melalui Direktur Perdata.
Struktur Organisasi BHP berdasarkan Kepmenkeh No. M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja BHP adalah sebagai berikut.
Susunan Organisasi BHP terdiri dari:
Ketua;
Sekretaris;
Anggota Teknis Hukum;
Seksi Harta Peninggalan Wilayah I;
Seksi Harta Peninggalan Wilayah I;
Seksi Harta Peninggalan Wilayah III;
Sekretaris dibantu oleh Kepala Subbagian Tata Usaha yang dibantu oleh:
Kepala Urusan Keuangan;
Kepala Urusan Kepegawaian;
Kepala Urusan Umum;
ADVERTISEMENT
Pengawasan Pelaksanaan Tugas BHP
Pengawasan pelaksanaan tugas BHP berada di bawah Subdirektorat Harta Peninggalan dan Kurator Negara (Subdit HPKN) Direktorat Perdata, Pada Ditjen AHU.
Salah satu tugas subdit HPKN adalah penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pelaksanaan tugas BHP serta menerima pendaftaran Kurator dan Pengurus serta penyiapan penerbitan surat bukti pendaftaran kurator dan pengurus.