Konten dari Pengguna
Soal Pajak Badan 20% Untuk UMK, Hoax atau Fakta?
21 September 2025 15:56 WIB
·
waktu baca 6 menit
Kiriman Pengguna
Soal Pajak Badan 20% Untuk UMK, Hoax atau Fakta?
Pajak Badan 20% untuk UMK, Hoax atau Fakta? Bagaimana sebenarnya ketentuan perhitungannya?Erniwati
Tulisan dari Erniwati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Soal Pajak Badan 20% untuk UMK, Hoax atau Fakta?

Pajak memang seakan selalu punya moment dan tempat dalam menakut-nakuti masyarakat. Begitu kira-kira yang saya pikirkan siang ini, ketika salah seorang rekan saya datang dengan wajah panik.
ADVERTISEMENT
Sambil memasang wajah sedikit bingung, ia mempertanyakan kok bisa Pajak badan untuk badan usaha itu sampai 20%. Lalu bagaimana nasib para pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang katanya penggerak utama roda perekonomian bangsa?
Ah menarik sekali untuk dibahas, dan tangan saya jadi gatal untuk menuliskannya. Tanpa bermaksud negatif, mungkin sedikit tulisan ini nanti hanya akan menggambarkan sedikit tentang ketentuan pajak yang dimaksud. Pun sedikit masukan pada para pejabat berwenang.
Perhitungan Pajak Badan
Jadi ceritanya ada narasumber dari kantor pajak yang datang memberikan materi kepada sejumlah pelaku UMK di kantor saya. Biasa kami berkolaborasi untuk mengedukasi Masyarakat, khususnya pelaku UMK di sini. Mulai dari materi pendaftaran PT Perorangan (badan), perlindungan Merek (KI) hingga kewajiban perpajakan.
ADVERTISEMENT
Namun kali ini, materi pajak ini seketika menjadi momok menakutkan bagi sejumlah pelaku UMK yang hadir. Niat mereka awalnya ingin mendaftar PT Perorangan untuk pengembangan usaha, namun begitu mendengar pajak badan 20% seketika balik kanan, ragu dan memutuskan mundur.
Oleh sebab itu, mari kita bahas bagaimana sih sebenarnya perhitungan pajak badan yang 20% ini, dan apakah ini fakta atau hoax?
Jawabannya ini Adalah fakta, dan realita. Jadi saya tegaskan ini bukanlah hoax yang ditiupkan untuk menakut-nakuti Masyarakat, melainkan kenyataan yang harus dihadapi para pelaku UMK.
1. Badan Usaha Yang Baru Berdiri
Untuk badan usaha yang baru berdiri (tahun pertama) maka dapat memilih apakah akan menggunakan pengenaan pajak pasal 31E atau Pasal 17 atau PP 55 dengan tarif 0,5%. Biasanya pengusaha UMK baru akan lebih memilih tarif 0,5% karena sangat memberikan keringanan dalam periode membangun usaha di tahap awal.
ADVERTISEMENT
Namun keringanan ini bukan juga tanpa syarat, ada ketentuannya juga seperti :
- PT berlaku 3 tahun sejak berdiri
- CV berlaku 4 tahun sejak berdiri
- Koperasi berlaku 4 tahun sejak berdiri
- Perorangan 7 tahun sejak berdiri
Untuk contoh perhitungannya dapat digambarkan sebagai berikut
Pedagang cilok (UMK) bisa pakai PP 23 Tahun 2018 → tarif 0,5% dari omzet bruto (bukan dari laba), dengan ketentuan jika
• Berlaku kalau omzet ≤ Rp4,8 miliar/tahun.
• Pajak dihitung dari total penjualan, bukan dari keuntungan bersih.
Cara Perhitungannya Adalah :
1. Omzet rata-rata per hari: Rp500.000
2. Omzet per bulan: Rp500.000 × 30 = Rp15.000.000
3. Omzet setahun: Rp15.000.000 × 12 = Rp180.000.000
ADVERTISEMENT
Hitung pajak:
PPhFinal=0,5%×Rp180.000.000=Rp900.000/tahun
PPh Final = 0,5% x Rp180.000.000 = Rp900.000/tahun
Atau kalau mau dibayar bulanan:
Rp15.000.000 × 0,5% = Rp75.000/bulan
2. Badan usaha dengan Operasional lebih dari 5 Tahun
Sementara untuk yang sudah beroperasional di atas ketentuan tadi (3-5 tahun), perhitungan nya tidak bisa lagi menggunakan PPH final 0,5%. Hal ini karena dianggap telah melewati masa keringanan UMK tadi, sehingga masuk dalam ketentuan :
- Apabila 4,8M - 50M maka yang berlaku adalah tarif pasal 31E yaitu 20% x 50% x Penghasilan netto (jadi cuma kena 10%)
- Apabila 50M lebih maka berlaku tarif pasal 17 yaitu 20% x Penghasilan netto (dikali langsung)
Contoh kasus :
Pedagang cilok dengan omzet rata-rata 500rb perbulan, sehingga omzet setahun jadi Rp. 6.000.000,-.
ADVERTISEMENT
Biaya operasional dan potongan biaya lainnya Rp. 3.000.000,-
Penghasilan Netto = Rp. 6.000.000 – Rp. 3.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
Kemudian hitung Pajak pasal 31E (dengan diskon 50%)
Karena lebih kecil dari 4,8M, maka seluruh omzet dapat diskon
Proporsi PKP yang dapat diskon : 6.000.000 x 3.000.000 = Rp. 3.000.000,-
6.000.000
Pasal 17 normal Adalah 20%, maka diskon 50% menjadi 10%
PPH= 10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000,-/Tahun atau Rp. 25.000/bulan
Sementara untuk pasal 17 tanpa diskon, maka perhitungannya langsung dikali 20% dari netto penghasilan yaitu: 20% x Rp. 3.000.000,- = Rp. 600.000/ tahun atau Rp. 50.000/bulan
Fakta Yang Bikin UMK Menjerit
Faktanya para pelaku UMK menjerit, kenapa? Karena keringanan hanya diberikan untuk waktu tertentu saja, tidak melihat situasi dan kondisi para pelaku usahanya. Jadi di sini kita akan membahas masa Ketika keringanan pajak bagi para pelaku UMK sudah lewat.
ADVERTISEMENT
Secara otomatis mereka kemudian akan dikenai pasal 31E dengan diskon 50% jika penghasilan netto dibawah 4,8M, dan wajib menggunakan pasal 17 jika lebih dari 4,8M. Masalahnya adalah, meskipun mendapatkan diskon 50%, hal ini tetap memberatkan bagi para pelaku UMK.
Kenapa? Karena rata-rata margin keuntungan yang diambil oleh pengusaha kecil itu antara 5-10%. Oh ya, dan itu belum lagi termasuk pajak daerah 10% yang diberlakukan untuk tempat usaha seperti katering dan restoran.
Menurut saya sangat logis mereka menjerit dan ketakutan Ketika diberikan pencerahan soal pajak. Yang tadinya mereka pikir akan mencerahkan malah jadi menakutkan.
Belum lagi jika bicara kelengkapan administrasi yang harus disiapkan untuk basis perhitungan pajaknya. UMK biasanya belum punya pembukuan rapi. Padahal, untuk menggunakan tarif umum (20%) harus ada laporan keuangan lengkap (akuntansi + fiskal).
ADVERTISEMENT
Realitanya UMK sering laba tipis karena biaya tinggi (bahan baku, tenaga kerja, listrik). Kalau rugi atau laba sangat kecil, tetap harus administrasi pajak, dan sering kali merasa terbebani.
Akan sangat berbeda dengan korporasi besar dimana UMK modal terbatas dengan margin tipis. Saya membayangkan bagaimana jika langsung dikenakan 20% dari laba, terasa tidak sebanding dengan kemampuannya.
Jelaslah mengapa baru disebut setelah diskon pajak jadi 10% saja mereka sudah shock. Bahkan beberapa peserta UMK langsung mundur dari mendaftar PT Perorangan. Ragu karena perhitungan dagang di kepala sudah jalan duluan.
Fakta yang harus diketahui juga Adalah bahwa pelaku UMK ini berusaha berkembang dengan situasi yang sangat kompetitif, baik dari segi kualitas produk dan harga. Apabila terlalu murah pasti rugi dan dapat capeknya saja, terlalu mahal kalah saing sama toko sebelah.
ADVERTISEMENT
Mau cari strategi kadang kalah di modal, mau pengembangan usaha kalah di pajak. Bagaimana tidak menjerit? Katanya tulang punggung perekonomian bangsa, jadi bentuk dukungannya mana?
Kebijakan Khusus Untuk UMK
Melihat kenyataan di atas, wajar rasanya para pelaku UMK berharap ada kebijakan khusus bagi mereka. Apalagi mereka lahir dan hadir bukan dari pemodal besar, ilmu bisnis yang kebanyakan berdasarkan pengalaman hidup saja, dan kelas Masyarakat awam yang masih gaptek teknologi dan aturan.
Tak elok rasanya jika kebijakan seperti ini diterapkan kepada para pengusaha kecil. Sama seperti program PT Perorangan yang memberikan kemudahan kepada Masyarakat untuk memiliki Perusahaan Berbadan hukum dengan biaya sangat murah. Namun ternyata tak didukung oleh fasilitas yang murah.
ADVERTISEMENT
Dan tak bisa dikatakan murah, Ketika pemberlakuan pajaknya saja masih tinggi, taka da kebijakan pajak khusus bagi situasi mereka. Ketika kebijakan pemerintah pun ternyata tidak mampu membuat harga produk para UMK ini di mampu bersaing dalam kondisi margin keuntungan di atas 10% misalnya, tanpa harus babak belur oleh kompetisi.
Jika begini terus, masihkah kitab isa berharap UMK akan terus bertahan dalam kerasnya persaingan pasar? Ataukah kita ingin berharap bahwa mereka yang sudah melek pajak pada akhirnya akan mengakali system pembukuan hanya untuk menekan pajak.
Hehehe, karena pada dasarnya pajak kan pengakuan ya? Atau bisakah kita berharap bahwa kebijakan pendampingan oleh Ditjen Pajak dilakukan secara langsung dan konsisten kepada para UMK tanpa birokrasi yang berbelit-belit misalnya.
ADVERTISEMENT
Ah, sepertinya masih banyak kebijakan khusus untuk UMK yang barus dibuat, pun dengan aturan yang sudah ada mungkin perlu dikaji Kembali. Perlu dilihat dan mungkin dilakukan perubahan demi meringankan mereka. Mari kita berharap yang terbaik untuk hidup dan berkembangnya UMK kita.

