Konten dari Pengguna

Soal Peran Besar Akademisi Dalam Perlindungan KI

Erniwati
Abdi Negara yang hobby nulis, Tim Humas Kanwil Kemenkumham NTB, Freelancer yang doyan Web Design dan Digital Marketing. Hobby Belajar banyak hal baru.
12 Juli 2024 18:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erniwati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Soal Peran besar akademisi dalam perlindungan kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual bukanlah merupakan hal baru, namun bukan berarti tidak menjadi prioritas.
Sumber : Dokumentasi Humas Kanwil Kemenkumham NTB, Direktur Hak cipta dan Design Industri
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Dokumentasi Humas Kanwil Kemenkumham NTB, Direktur Hak cipta dan Design Industri
Pasalnya Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan suku dan budaya, pun dengan kekayaan intelektual dari warga negaranya.
ADVERTISEMENT
Kewajiban negara dalam melindungi segala bentuk kekayaan intelektual ini tentunya tidak serta merta bisa di laksanakan sendiri oleh pemerintah, tanpa peran serta dari Masyarakat. Khususnya sejumlah kalangan yang memang terbilang bersentuhan langsung dengan Masyarakat itu sendiri.
Salah satunya adalah akademisi yang memang punya peran besar dalam mengedukasi, tidak hanya di lingkungan kampus namun juga bertanggung jawab kepada lingkungan atau Masyarakat di sekitarnya. Bahkan, para akademisi bisa dikatakan merupakan salah satu wadah transfer data yang sangat cepat.

Peran Akademisi dalam Penyebaran Informasi

Karena fungsinya sebagai akademisi tidak hanya berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga memainkan peran penting dalam memastikan bahwa informasi tersebut dapat diakses dan dimanfaatkan oleh berbagai sektor masyarakat. Berikut ini sejumlah Peran Akademisi dalam penyebaran informasi antara lain :
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Peran Akademisi Dalam Perlindungan Kekayaan Intelektual

Melihat uraian peran utama dari Akademisi dalam penyebaran informasi, tentunya akan sangat berpengaruh Ketika juga diterapkan dalam penyebaran informasi terkait Kekayaan intelektual. Bagaimana tidak, Kekayaan intelektual saat ini masih terbilang kurang begitu dikenal atau popular.
Berdasarkan sejumlah data yang di dapatkan dari pengamatan mandiri di Masyarakat, banyak sekali yang masih bingung dalam membedakan mana yang merek, cipta, indikasi geografis ataupun kekayaan intelektual komunal. Bahkan tak jarang, tak bisa membedakan mana administrasi hukum umum dengan produk layanan Kekayaan Intelektual ini.
Oleh sebab itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebenarnya sudah berusaha melakukan berbagai Upaya dalam memaksimalkan penyebaran informasi dan edukasi public terkait KI, khususnya Kerjasama dengan berbagai universitas.
ADVERTISEMENT
Hal ini bukan tanpa sebab mengingat peran besar yang sebenarnya ada pada para Akademisi ini. Cepatnya transfer ilmu yang dapat di sampaikan melalui para mahasiswa maupun rekan sejawat, atau kepada Masyarakat secara langsung, membuat akademisi sebenarnya bisa menjadi salah satu centra penyebaran informasi di Tingkat wilayah.
Contoh kecil saja melalui program Kuliah Kerja Nyata yang menuntut mahasiswa Tingkat akhir untuk melaksanakan bentuk kegiatan pengabdian di Masyarakat. Bukankah ini salah satu wadah kegiatan transfer informasi yang paling cepat, dimana mahasiswa bersentuhan langsung dengan Masyarakat di daerah.

Komentar Direktur Hak Cipta dan Design Industri Kemenkumham Tentang Peran Akademisi

Dalam sesi wawancara dengan Direktur Hak Cipta dan Design Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Ignatius Mangantar Tua Silalahi pada Senin, (08/7/24) beberapa hari lalu, juga menguatkan tentang peran besar Akademisi.
ADVERTISEMENT
Ignatius menuturkan beberapa komentar dan pendapat terkait peran besar dari akademisi dalam meningkatkan pemahaman public terkait pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual di wilayah. Menurutnya, Tingkat pemahaman Masyarakat saat ini masih rendah.
Hal ini dipicu salah satunya oleh perkembangan inovasi dan Kreatifitas dari akademisi ini masih lamban. Tidak pernah melakukan analisa permasalahan di masyarakat. Dalam hal ini bisa dikatakan kontribusi dari akademisi masih sangat minim.
"Padahal seharusnya mahasiswa di berbagai kampus/akademisi, idealnya mempunyai bentuk kontribusi nyata di masyarakat yang berkaitan dengan jurusan ilmu yang diambil". Tuturnya.
Lebih lanjut, Ignatius yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di Kanwil Kemenkumham NTB ini, menuturkan keprihatinannya soal masih minimnya kontribusi akademisi dalam perkembangan kesadaran KI di masyarakat. Menurutnya kalangan akademisi di Indonesia masih memiliki pola pikir yang sangat monoton, hanya berfikir tentang akademisi dan tidak secara implementatif ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
Padahal jika dipikir secara logika, berbagai solusi yang mungkin ditawarkan kepada masyarakat atas masalah mereka, justru bisa menjadi wadah praktek keilmuan mahasiswa secara implementatif. Sebelum akhirnya mereka benar-benar bekerja atau berinovasi secara mandiri, dalam rangka mencari nafkah pribadi.
“Program KKN seyogyanya menjadi jembatan antara akademisi dengan Masyarakat dalam hal peningkatan perlindungan KI itu sendiri” tutupnya di akhir wawancara.
*Terima kasih kepada Bapak Ignatius Mangantar Tua Silalahi, Direktur Cipta dan Design Industri Kemenkumham, atas waktu dan kesempatannya sebagai narasumber artikel ini.