Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Aku Punya Kebebasan untuk Berkehendak, Ga Sih?
19 Desember 2020 11:57 WIB
Tulisan dari Errin Rizky Caesarina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Oleh : Errin Rizky Caesarina
ADVERTISEMENT
Apakah manusia benar-benar memiliki kebebasan untuk berkehendak? Menurut saya, iya.
ADVERTISEMENT
Seperti apa penerapan dan konteksnya? Kehendak bebas adalah suatu keinginan atau rencana untuk ingin mewujudkan sesuai yang diharapkan. Setiap keinginan tersebut nantinya dapat bersifat benar maupun salah. Hal tersebut terjadi karena pandangan setiap manusia berbeda dan memiliki prinsip kebebasan masing-masing. Bebas berarti merdeka. Kehendak berarti harapan atau kemauan yang besar. Kehendak bebas berarti merdeka untuk melakukan segala bentuk harapan atau keinginan besar.
Manusia dilahirkan untuk berkehendak (Simamora, 2017). Pada agama islam, manusia diciptakan dalam kondisi berbeda-beda. Kondisi tersebut meliputi kondisi psikis maupun fisik. Dengan perbedaan tersebut, mereka bebas untuk mengutarakan pendapatnya sesuai apa yang mereka yakini dan pahami.
Di Indonesia, kebebasan berkehendak diatur dalam dasar negara Republik Indonesia. Dasar negara yang bernilai luhur tersebut yaitu Pancasila dan UUD NRI 1945. Kebebasan berkehendak diatur pada sila keempat Pancasila. Sila tersebut bermakna bahwa setiap individu bebas untuk mengutarakan pendapat dalam suatu permusyawaratan. Kebebasan berkehendak juga tertuang pada pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
ADVERTISEMENT
Kehendak setiap manusia bergantung pada hati setiap manusia pula (Susanto, 2018). Dalam penerapannya, sebuah kehendak selalu berbenturan dengan kehendak orang lain. Seperti halnya hak. Kehendak merupakan suatu hak manusia. Hak tersebut dibatasi oleh hak orang lain. Untuk itu, kita dituntut untuk selalu membuat kehendak dengan seadil-adilnya.
Dalam konteks bersosialisasi sehari-hari dan kehidupan bermasyarakat, dapat ditemui suatu kehendak pada masing-masing warga masyarakat. Kehendak tersebut terlihat jelas saat seseorang berada pada lingkup permusyawaratan. Kita mengambil contoh rapat RW. Dalam hal ini, ketua RW berperan sebagai pemimpin dan penentu keputusan. Setiap anggota bebas mengutarakan pendapat. Setelah terkumpul bermacam-macam pendapat yang berbeda, pemimpin dituntut untuk menentukan keputusan akhir. Akan tetapi, penentuan keputusan ini harus memperhatikan hak-hak orang lain. Jangan sampai keputusan nantinya akan merugikan kelompok minoritas.
ADVERTISEMENT
Jika dikaitkan dengan filsafat ilmu dan dasar-dasar logika, kehendak bebas berdampingan dengan suatu etika dan nilai ilmu pengetahuan. Seorang filsuf Jurgen Habernas, mengatakan bahwa sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena dalam setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Sama halnya dengan penerapan kehendak. Kehendak tidak mungkin bersifat bebas, karena dalam suatu kehendak selalu melibatkan hak-hak orang lain.
Kesimpulannya, kebebasan berkehendak adalah sesuatu yang nyata dan terjadi dalam kehidupan sosial. Hal tersebut juga di dukung oleh dasar negara yaitu Pancasila dan UUD NRI 1945. Akan tetapi, yang menjadi poin penting, kebebasan berkehendak adalah sesuatu yang bersyarat. Dimaksudkan bahwa dalam penerapan suatu kehendak dibatasi oleh hak orang lain dan harus dihargai karena hak melekat pada diri setiap manusia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat permanen.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka :
Simamora, R. M. (2017). Kebebasan Manusia. https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/9/8/410838/kebebasan-manusia/. Diakses pada 18 Desember 2020.
Susanto, Y. N. (2018). PANDANGAN TEOLOGIS TENTANG KEHENDAK BEBAS MANUSIA DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN ORANG PERCAYA SAAT INI. Jurnal Pilar Bangsa. 2(2). 147-171