Blitar dengan Kearifan Lokalnya

Errin Rizky Caesarina
Mahasiswa S-1 Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
23 Maret 2021 11:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Errin Rizky Caesarina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Blitar, kuta cilik kang kawentar” merupakan secarik lirik yang menggambarkan bahwa Blitar merupakan sebuah daerah kecil yang terkenal. Blitar tak seluas Banyuwangi. Blitar tak seramai Surabaya. Blitar juga tak semodern Jakarta. Akan tetapi, kepopuleran Blitar menjadi sorotan masyarakat, mulai dari kalangan artis, pemimpin partai politik, para Jenderal, bahkan Presiden Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Blitar dikenal dengan sebutan Kota Patria dan Kota Proklamator. Disebut Kota Patria karena ketika Blitar di bawah kepemimpinan Soepriadi, Laskar Peta melawan penjajahan pemerintahan Jepang untuk pertama kalinya dan mendorong perlawanan demi kemerdekaan daerah lain. Blitar juga disebut Kota Proklamator karena di sinilah masa kecil Sang Proklamator Indonesia, yaitu Soekarno, menghabiskan waktu.
Dengan berbagai kepopulerannya, tidak menjadikan daerah ini melupakan tradisi nenek moyang yang sudah ada sejak dulu. Setiap tahunnya, masyarakat Blitar selalu melakukan sebuah tradisi turun temurun pada daerah mereka masing-masing. Salah satu yang terkenal adalah tradisi Larung Sesaji.
Tradisi Larung Sesaji ini dilakukan oleh masyarakat daerah pesisir Pantai Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, setiap tanggal 1 Suro atau 1 Muharram dan dihadiri oleh Bupati Blitar.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas nikmat Allah berupa rezeki, keselamatan, dan kekayaan sumber daya yang melimpah. Tradisi ini bercirikan dengan membawa hasil bumi serta kepala sapi dan membawanya ke dermaga untuk dilarungkan sekitar 3 kilometer di tengah laut.
Selain tradisi Larung Sesaji, Blitar juga sering melakukan kegiatan kebudayaan yang menunjukkan kearifan lokalnya dan dilaksanakan setiap tahun. Di bulan Juni, terdapat tiga kegiatan di hari-hari penting yaitu lahirnya Pancasila, lahirnya Bung Karno, dan Haul Bung Karno. Semua kegiatan tersebut selalu diikuti dengan antusias besar masyarakat Blitar sebagai upaya melestarikan tradisi budaya dan juga sebagai pengingat bahwa hari tersebut adalah hari penting dan sakral.
Untuk memeriahkan hari lahirnya Pancasila, pemerintah Blitar secara rutin melakukan “Grebeg Pancasila” dan menjadikannya sebagai event tahunan. “Grebeg Pancasila” menampilkan ciri khas budaya masing-masing daerah di Indonesia. Mereka berpawai berkeliling kota yang di mulai dari Alon-alon Kota Blitar dan berakhir di Rumah Dinas Wali Kota Blitar.
ADVERTISEMENT
Pada acara Haul Bung Karno, pemerintah Kota Blitar menggelar 1.001 tumpeng. Berjajar mulai dari pintu gerbang makam Bung Karno hingga rumah masa kecil Bung Karno. Acara tersebut sempat dihadiri oleh putri Bung Karno, Megawati. Megawati juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Blitar yang telah berpartisipasi dalam acara tersebut.
Kondisi kearifan lokal di daerah Blitar terjalin sangat erat. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa terjalinkomunikasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah. Masyarakat dengan kecintaan terhadap budayanya dan pemerintah dengan keputusannya.
Pemerintah menetapkan acara-acara tersebut sebagai kegiatan rutin yang digelar setiap tahun. Masyarakat juga ikut andil dalam memeriahkan acara tersebut dengan sukacita.
Demi lestarinya kearifan lokal ini, peringatan-peringatan tersebut harus terus diedukasikan kepada generasi muda agar mereka mengingat bahwa budaya nenek moyang sangatlah penting.
ADVERTISEMENT
Kearifan lokal ini memberikan identitas bagi masyarakat Blitar: Masyarakat yang berbudaya dan tidak melupakan tradisi. Identitas inilah yang patut dilestarikan bersama agar tak lekang oleh waktu dan tak sirna oleh zaman.