Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menapak Jejak Monumen Pers Nasional: Warisan Sejarah Industri Pers dan Produknya
16 Oktober 2024 21:46 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Erlina Kusumastuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Kepengarangan yang memiliki faal (perbuatan) sosial pada gilirannya harus pula bersambung dengan pers yang progesif.”
ADVERTISEMENT
-Pramoedya Ananta Toer
Societeit Sasana Soeka atau yang sekarang dikenal sebagai Monumen Pers Nasional diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 9 Februari 1978. Sebelumnya bangunan ini digunakan sebagai balai perkumpulan dan ruang pertemuan. Warisan bersejarah ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda tepatnya pada tahun 1918 dan dibangun atas perintah KGPAA Mangkunegara VII. Seorang arsitek dari Wonosobo, Mas Aboekasan Atmodirono berhasil merancang bangunan Monumen Pers yang dapat dikunjungi hingga saat ini.
Monumen Pers menjadi rumah sejarah perjuangan pers Indonesia. Gedung ini menyimpan ribuan dokumen, surat kabar, majalah, dan artefak pers dari masa kolonial hingga kemerdekaan. Melalui berbagai koleksinya monumen ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mendalam tentang sejarah pers juga perkembangannya. Masyarakat dapat belajar mengenai bagaimana pers bekerja dan melihat evolusi jurnalistik di Indonesia. Pers di Indonesia sebagai arsip berharga ini juga mempengaruhi perubahan kehidupan sosial dan politik.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana perjalanan industri pers dan produknya?
Memorie der Nouvelles (1615-1700) dianggap sebagai surat kabar pertama di Indonesia walaupun dalam tulisan tangan. Tahun 1624 para misionaris Gereja Protestan Reformasi Belanda mendatangkan mesin cetak pertama Hindia-Belanda, tetapi tidak ada yang bisa menggunakan mesin tersebut. VOC memberikan kontrak 3 tahun kepada Jan Erdman Jordens untuk memproduksi koran Bataviase Nouvelles yang memuat surat kabar. Setelah beberapa kali terbit Batavia Nouvelles terpaksa berhenti karena diberedel oleh Dewan XVII (direksi yang menentukan arah kebijakan bisnis VOC) pada 20 Juni. Selanjutnya Vendu Nieuws menjadi koran kedua dan terakhir pada masa kekuasaan VOC. Vendu Nieuws berhenti terbit saat Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels menerima jabatan dari Gubernur Jenderal Albertus Wiese pada 1809.
ADVERTISEMENT
Gubernur Jenderal Daendels dan Raffles pada 1812-1814 menerbitkan surat kabar Java Government Gazette saat pemerintahan Inggris. Surat kabar ini tidak bertahan lama dan berhenti terbit ketika Jawa dan Sumatera harus diserahkan kembali ke pemerintahan Belanda pada 1816. Selanjutnya Belanda menerbitkan surat kabar Bataviasche Courant yang kemudian bernama Javasche Courant untuk bangsa Eropa.
Sejak tahun 1825 surat kabar berbahasa Belanda mulai tersebar luas di kota-kota pelabuhan seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya. Pada masa ini surat kabar dicetak sekitar 1.000-1.200. Publikasi utama surat kabar ini adalah seputar iklan. Berita aktual dan segmen umum juga mulai dikembangkan. Akan tetapi, sebelum diterbitkan semua koran wajib melewati proses penyaringan/filterisasi oleh pihak pemerintah Belanda.
Setelah Johannes Portier mendatangkan peralatan percetakan, (penerbit Belanda) Hartevelt Brothers & Co menerbitkan Bromartani dan Poespitamantjawarna pada 1855-1856. Bromartani didirikan dan diterbitkan pertama kali oleh Carel Frederick Winter Junior dan Gustaaf Winter, Maret 1855 di Surakarta. Surat kabar ini memuat ilmu fisika, sastra, berita lokal dan sekitarnya. Terbit setiap hari Kamis atas persetujuan Sunan Paku Buwono VII. Sedangkan Poespitamantjawarna terbit setiap dua bulan dan berisi tentang kisah dan salinan literatur Eropa.
ADVERTISEMENT
Perusahaan penjual buku dan percetakan G.C.T. van Dorp & Co pada 1860 juga memproduksi koran Semarangsch Courant. Sekitar tahun 1870-1932 surat kabar ini diterbitkan oleh penerbit P.F. Voorneman dan diedarkan di antara para cendekiawan Jawa di Surakarta.
Pers Era Pergerakan
Medan Prijaji adalah surat kabar pertama di Indonesia karena menggunakan bahasa Melayu. Didirikan oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo pada 1 Januari 1907 di Bandung. Surat kabar ini menjadi tonggak perkembangan pers Indonesia. Ir. Soekarno mendirikan majalah mingguan Fikiran Ra'jat milik Partai Indonesia pada 1932.
Pers Era Jepang
Djawa Baroe didirikan oleh pemerintah Jepang pada 1 Januari 1943. Majalah ini muncul dengan motif tertentu, menjadi propaganda untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Majalah Djawa Baroe berisi tentang ekonomi, sosial, politik, sastra, dll. Aktivitas orang Jepang maupun orang pribumi Indonesia turut mengisi majalah ini padahal aktivitas tersebut tidak benar-benar sesuai dengan apa yang ada di lapangan.
ADVERTISEMENT
Pers Era Proklamasi
Asia Raya, Media Tjahaja, dan Soeara Asia memiliki peran peting dalam mengumandangkan kemerdekaan Indonesia ke seluruh penjuru negeri pada 17 Agustus 1945. Era ini pers cukup bebas menyuarakan aspirasi, menyebarkan berita, dan pidato meskipun harus beroperasi dalam kondisi sulit.
Pers Era Orde Lama
Ada beberapa surat kabar berbahasa Belanda yang masih bertahan seperti Niuewsgier dan Java Bode. Harian Abadi, Indonesia Raya, dll mulai berani menampakkan diri sebagai pers baru setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada 1958. Walaupun harus tetap tunduk pada kekuasaan otoriter, pers tetap berperan penting dalam merangkum gagasan publik dan memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi.
Pers Era Orde Baru
Pers pada masa ini mengalami banyak tekanan di bawah rezim otoriter. Pers seringkali dijadikan propaganda untuk mengikat opini publik, pers seharusnya berfungsi sebagai pengawasan kekuasaan dan penegak kebenaran. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) menjadi lisensi penting yang harus dimiliki oleh setiap penerbitan pers. Apabila perusahaan pers tidak sejalan dengan pemerintah SIUPP tersebut akan dibredel. Majalah Tempo, Editor, dan Detik merupakan contoh dari beberapa surat kabar yang dibungkam pada tahun 1994 karena memberitakan isu yang berseberangan dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pers Era Reformasi
Di era reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Penerangan dan mencabut ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang berlaku pada era sebelumnya. Era reformasi juga ditandai dengan kemunculan dan perkembangan jurnalistik online. Pemerintah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para wartawan untuk menggali informasi yang kritis, aktual, serta faktual dengan mengesahkan Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEI).
Monumen Pers Nasional tidak hanya menjadi saksi sejarah pers Indonesia, tetapi juga sebagai pilar demokrasi yang kokoh untuk menegakkan kebebasan pers. Monumen ini berperan penting sebagai tempat untuk menyimpan arsip dan dokumen pers. Masyarakat dapat melihat secara langsung hasil publikasi dari berbagai media cetak dan digital dimonumen ini. Pembaca diharapkan mampu menemukenali informasi yang kritis dan aktual di era igital.
ADVERTISEMENT
Oleh: ErlinaKusumastuti